OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label SOSOK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SOSOK. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Juni 2020

Kepada Al Jazeera, Anies Komentari Kebijakan Pemerintah Pusat Soal Pandemi. Apa Katanya?

Kepada Al Jazeera, Anies Komentari Kebijakan Pemerintah Pusat Soal Pandemi. Apa Katanya?




10Berita, Media internasional yang bermarkas di Qatar, Al Jazeera, memuat hasil wawancara dengan Gubernur Anies Baswedan, yang dipublikasikan hari ini, Selasa (9/6). Pertanyaan seputar pandemi Corona mendominasi wawancara. Tapi ada yang menarik, ketika wartawan sepertinya memancing Anies untuk mengomentari kebijakan pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Seperti biasanya Anies tetap kalem menjawabnya.

Anies ditanya tentang sikap pemerintah pusat yang dikritik tidak konsisten. Anies hanya menyatakan pada hakekatnya, publik membutuhkan pesan yang konsisten. "Sekarang, kami melakukan jauh lebih baik. Tetapi kami selalu bekerja dalam koordinasi yang erat dengan pemerintah pusat, kami selalu melaporkan kebijakan kami, dan pada kenyataannya, penegakan aturan kami adalah dengan bantuan pemerintah pusat," kata Anies.

Anies menyatakan yang dibutuhkan sekarang adalah sikap bersatu "Tidak masalah partai atau politik mana," kata Anies.

Bahkan Anies menyatakan seharusnya seluruh masyarakat mendukung Presiden. "Itu adalah hal yang sama di tingkat nasional; sekarang saatnya bagi kita untuk mendukung kebijakan presiden. Tantangannya kompleks dan berat, dan di seluruh Indonesia," ujar Anies.

Anies menjelaskan yang dibutuhkan adalah ketegasan, dan kejelasan dalam pesan, dan konsistensi.

Anies juga menjelaskan "normal baru" yang dicanangkan Presiden Jokowi. "Kami ingin kembali ke situasi di mana masyarakat kita merasa aman, dan bisa produktif. Kegiatan sosial, kegiatan budaya dan pendidikan semuanya dapat berfungsi, tetapi ada kebiasaan baru untuk dipelajari," ujar Anies.

Dia memberi contoh, di awal 90-an, semua pengendara sepeda motor tidak pernah memakai helm. "Kemudian, kami mengadopsi kebijakan itu. Sekarang, semua orang melakukannya, tetapi butuh waktu. Sekarang, mengenakan masker adalah sesuatu yang kita butuhkan untuk menjadi norma baru."

Al Jazeera bertanya juga tentang angka kematian, tentang jumlah tes rendah, dan kasus yang tidak terdeteksi. Anies ditanya apakah Jakarta aman?

"Ya. Kami perlu memastikan bahwa mereka siap, bahkan untuk skenario terburuk. Para dokter, paramedis, rumah sakit ... jika itu semua sudah siap, maka saya nyaman untuk memulai periode transisi ini." [teropongsenayan]


Sabtu, 06 Juni 2020

Denny Siregar Kapok mu Kapan? Sanjung Risma dan Bully Walikota Tegal, Ternyata Hasilnya Kebalik

Denny Siregar Kapok mu Kapan? Sanjung Risma dan Bully Walikota Tegal, Ternyata Hasilnya Kebalik




 10Berita, Denny Siregar... salah satu pendukung utama Jokowi di sosial media. Jungkir balik membela apapun.

Ketika Jokowi sudah tak bisa mencalonkan lagi di Pilpres mendatang, si Denny Siregar (Desi) lagi mencari jagoannya untuk dilambungkan. Salah satunya Walikota Surabaya Risma.

Dalam soal pandemi corona, si Desi membabibuta membela Risma, dan membully yang lainnya.

Saat awal-awal wabah, si Desi membanggakan Risma karena di Surabaya tidak ada kasus Corona.

"Sampai sekarang belum ada kabar bahwa warga Surabaya ada yang positif corona. Kalaupun ada kabar, ternyata itu Hoax, dan pelakunya juga sudah ditangkap!" kata Denny Siregar dalam video saat itu.

"Seharusnya kepala daerah se-Indonesia diarahkan untuk mencontoh bagaimana Surabaya dibawah pimpinan Risma dalam melawan bencana," sesumbar Desi.

TERNYATA mulut Denny Siregar yang dibungkam oleh FAKTA YANG TERJADI SEKARANG...

[Sabtu, 6 Juni 2020]
Dekati 3.000 kasus, Surabaya Masih Jadi 'Zona Hitam' Covid-19
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200606122155-4-163546/dekati-3000-kasus-surabaya-masih-jadi-zona-hitam-covid-19

Sebaliknya, Denny Siregar waktu itu membully Walikota Tegal karena langkah tegasnya menghadapai wabah corona.

Kata si Desi, itu pencitraan.

"Memainkan pencitraan di saat wabah saat ini. Ada walikota di Tegal yang pencitraan biar dianggap tegas dan melindungi jalan, dia main blokir jalan..," ujar Desi.

DAN HASILNYA?

PSBB Kota Tegal Berhasil, Satu-satunya Daerah Jateng Nol Kasus Covid-19
https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01378267/psbb-kota-tegal-berhasil-satu-satunya-daerah-jateng-nol-kasus-covid-19

***

"Lihat kelakuan si bebal @Dennysiregar7 membully Walikota Tegal dan memuji2 Walikota Surabaya Risma. Hasilnya terbalik sama sekali. Harusnya orang ini dikandangi, membuat propaganda berbasis hoax," ujar @panca66.

[Video]


Sumber: konten islam

Selasa, 02 Juni 2020

Mengenal asa-usul SITI FADILLAH SUPARI, Harimau Solo yang Menggagalkan Bisnis Vaksin WHO Bernilai Ribuan Triliun

Mengenal asa-usul SITI FADILLAH SUPARI, Harimau Solo yang Menggagalkan Bisnis Vaksin WHO Bernilai Ribuan Triliun





10Berita, Siti Fadillah Supari dijuluki pemantik revolisi oleh majalah Economist, dan Karni Ilyas menjulukinya Harimau; Lebih baik menjadi Harimau sehari ketimbang menjadi kambing seumur hidup. 

Siti Fadilah Supari puteri Syahlan Rosyidi, dalam dunia pergerakan sejak kemerdekaan hingga era Orba di kenal sebagai KH Syahlan Rosyidi - tokoh Masyumi yng tinggal di Solo, kawasan Keprabon. Pada 1955, Syahlan Rosyidi muda adalah anggota DPRD Surakarta dari Fraksi Masyumi. 

Syahlan Rosyidi berasal dari Tempursari, Ngawen - Klaten, satu kawasan dengan asal Mbah Sutardjo Surjoguritno tokoh PDI (PDIP). Semasa orde lama Syahlan Rosyidi anggota DPRD GR dari  Muhammadiyah sejak dibubarkannya Masyumi. 
Selanjutnya semasa Orba, Syahlan menjadi anggota MPR RI dari Golkar, sebagaimana juga diperankan Cak Nur dan Gus Dur. Juga menjadi Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dan Ketua MUI pada sekitar 1985.

Pernah suatu hari pada Oktober 1965, rumah Syahlan disambangi massa PKI kota Solo.  Waktu itu ia sedang di luar rumah/kota, dan dihadapi sendiri oleh Siti Fadilah Supari yang masih kuliah tingkat satu Fakultas Kedokteran UGM. Sambil berkacak pinggang, gadis lincah dan cerdas dizaman itu menantang : Kamu berani sama wanita, saya dan adik-adik saya. Arep ngopo kowe... mrene? 

Sementara anak-anak kost yang umumnya para pelajar PGAA Negeri Solo (eks Mambaul Ulum, selatan Masjid Agung Solo)disuruh bersembunyi, masa bubar. Memang saat itu PKI menjadi kekuatan politik yng dominan di Eks Karesidenan Surakarta. Menunjuk pasca pembubaran PKI, massa ini berlindung dibalik slogan Hidup Bung Karno, Ganyang Nekolim. Bila Anda tidak menjawab salam  Hidup Bung Karno, pasti bogem mentah akan melayang ..

Fadilah Supari mewarisi jiwa juang Syahlan Rosyidi dan ibunya yng macan betina Masyumi  Solo Hj. Syarifah Muhtarom - seangkatan dengan Ustadz Bakri Royani, KH Amir Ma'shum Klaten, H. Baruszama Harsono. 

Syahlan Rosyidi seangkatan dengan KH Muhammad Asngad,  KH Ali Darokah, Pak Zar (KH Imam Zarkasyi), dan KH Ghozali - Jamsaren. 

Semasa menjabat Menkes, Siti Fadillah berhasil “meloloskan” pendirian tiga fakultas Kedokteran di Universitas- universitas Muhammadiyah Surakarta, Jakarta dan Malang.

Sumber: konten islam

Senin, 25 Mei 2020

Lihat Anies, Dia Pontang-panting Sejak Awal...

Lihat Anies, Dia Pontang-panting Sejak Awal...




 Viral tulisan ini di lini masa media sosial dan WAG:

Sekarang pemerintah mulai mengampanyekan 'kita tak akan bisa kembali normal'. Seolah sudah berjuang keras luar biasa untuk menyelamatkan rakyatnya tapi tak berhasil karena 'faktor eksternal'. Lucunyaaaaa 😄😄

New normal memang tak bisa dihindari. Juga bahwa virus Corona diprediksi akan terus muncul, bermutasi dan lain - lain. Tapi persoalannya bukan itu. Soal virus bermutasi dan tetek bengek lain, itu urusan peneliti dan ahli kesehatan. Urusan pemerintah adalah mencari cara sebanyak mungkin untuk melindungi rakyatnya, terutama menggunakan kekuasaan untuk menghasilkan kebijakan - kebijakan yang berpihak pada rakyat.

Lihat Anies. Dia pontang - panting sejak awal, bahkan ketika semua orang masih menganggap Corona hanya ada di Wuhan dan tak akan pernah nyebrang kesini. Dia minta semua rumah sakit di Jakarta bersiaga, membuka layanan call centre.

Lalu ketika akhirnya mulai membuka data paparan virus, Anies menggunakan lagi kekuasaannya untuk membuat berbagai aturan. Dia liburkan sekolah, tempat wisata publik, sampai akhirnya menyetop kegiatan ekonomi di Jakarta. Dua bulan lebih.

Dia juga siapkan jajarannya untuk datang menjemput setiap korban Corona di rumah - rumah, menyiapkan beberapa hotel di Jakarta untuk semua petugas kesehatan, memberikan 20 juta masker untuk warganya, memberi bantuan sembako, membatasi semua titik kumpul serta arus transportasi.

Dia hubungkan para pedagang dengan para konsumen melalui jejaring daring, agar mata rantai ekonomi masih bisa berputar. Anies menggunakan hampir seluruh daya kekuasaannya untuk melindungi warganya, bahkan melarang warga dari luar Jakarta untuk masuk wilayahnya.

Dia hampir berhasil. Tapi justru karena itulah, mulai banyak tangan berupaya membuat kerja kerasnya gagal. Kebijakan tumpang tindih berseliweran di area publik. Niatnya menggerus kekuasaan Anies, tapi justru memperlihatkan watak asli para pemainnya: ego yang besar, serta semangat materialistik yang memandang kemanusiaan sama sekali bukan hal penting.



Kita jadi jelas melihat bagaimana kekuasaan bisa memberi hasil yang berbeda. Pada orang seperti Anies, kekuasaan yang dimilikinya berubah menjadi payung besar untuk warganya berteduh dan berlindung. Kendati suatu hari terjadi hal buruk semacam new normal, saya yakin sebagian besar warganya akan penuh mendukungnya. Karena sepanjang masa sulit beberapa bulan belakangan, dia memang selalu ada bersama warganya.

Tenang, ini bukan pemujaan 😄😄. Ini soal melihat bagaimana orang pintar seharusnya bekerja sebagai problem solver, bukan problem maker.

Pada saat yang sama, pusat diatas Anies sedang sibuk memamerkan bagaimana kekuasaan bisa melindungi dirinya dan para sekondannya.

Maka bersikap dramatis sambil bilang 'kita tak akan bisa kembali normal' , atau bilang 'kita bangsa petarung akan bisa mengalahkan Corona' , tak kan bisa menghasilkan simpati. Yang ada hanya menghasilkan ludah dari rasa mual.

(Lily B. Kartika)

*Sumber: fb Geis Khalifa


Kamis, 21 Mei 2020

Ditunjuk Trump Pimpin Proyek Vaksin Anti Covid-19, Muslim Berdarah Arab Ini Nyaris Gagal Jadi Dokter

Ditunjuk Trump Pimpin Proyek Vaksin Anti Covid-19, Muslim Berdarah Arab Ini Nyaris Gagal Jadi Dokter




Dr Moncef Slaoui

10Berita - Masih ingat Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang menolak vaksin karena mengandung babi?

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump baru saja menunjuk imunologi dan vaksinologi untuk memimpin pengembangan vaksin anti Covid-19.

Trump memilih Dr Moncef Slaoui. Pria muslim berdarah Amerika-Arab Maroko. Slaoui akan memandu sekelompok profesional medis untuk merumuskan vaksin untuk memerangi pandemi Covid-19.

Dalam pengumumannya, Trump memperkenalkan Dr Slaoui sebagai ahli imunologi yang terkenal di dunia. Dia juga menyebutnya, salah satu pria paling dihormati di dunia dalam produksi dan perumusan vaksin.

Setelah konferensi pers di Gedung Putih, di mana Slaoui menyampaikan pidato, pengguna media sosial, terutama Maroko merayakan penunjukan itu.

Dr Slaoui sebenarnya bukan satu-satunya orang Arab dalam daftar Trump untuk tugas bergengsi ini. Aljazair Elias Zerhouni, seorang ilmuwan, ahli radiologi dan insinyur biomedis yang telah bermigrasi ke AS setelah memperoleh gelar doktor di Aljazair, juga masuk nominasi. Namun, Trump lebih suka Dr Slaoui.

Dr Slaoui adalah seorang Muslim Maroko, yang lahir dan besar di Maroko. Dia meninggalkan negaranya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa.


Slaoui yang berusia enam puluh tahun akan bekerja sebagai penasihat kepala untuk proyek tersebut secara sukarela. Proyek ini berupaya memproduksi 300 juta dosis vaksin Covid-19 pada akhir tahun ini.

Dr Slaoui dipercaya sebagai bagian dari banyak proyek pengembangan vaksin di masa lalu. Dua di antaranya adalah pengembangan Rotarixm, yang mencegah diare pada bayi, dan Cervarix, yang melindungi wanita dari kanker serviks.

Menurut situs Gedung Putih, ia telah berkontribusi terhadap pengembangan 14 vaksin selama sepuluh tahun terakhir.

Moncef Slaoui berasal dari sebuah kota kecil di tepi Samudra Atlantik yang disebut Aghadir. Ia lahir pada tahun 1959. Ayahnya bekerja di bisnis irigasi dan meninggal ketika Slaoui masih remaja. Meninggalkan ibu Slaoui sendirian membesarkannya dan keempat saudara kandungnya.

Slaoui menjalani sistem sekolah umum Maroko hingga ia memperoleh gelar sarjana muda (sekolah menengah) dari Mohamed V Secondary School di Casablanca.

Dia berusia 17 tahun ketika dia pergi ke Prancis untuk belajar kedokteran, tetapi dia tiba saat pendaftaran sudah ditutup. Dia lalu pindah ke Belgia dan mendaftar di Free University of Brussels dan kemudian menyelesaikan gelar BS dan Master di bidang biologi.

Pada tahun 1983, Dr Slaoui meraih gelar PhD dalam bidang mikrobiologi dan imunologi dari universitas yang sama. Kemudian pindah ke AS, di Sekolah Kedokteran Harvard dan Fakultas Kedokteran Universitas Tufts di Boston. Pada tahun 1998, ia menerima MBA yang dipercepat dari Institut Internasional untuk Pengembangan Manajemen (IMD) di Swiss.

Dr Slaoui pensiun pada 2017 dari posisi kepala divisi vaksin di perusahaan farmasi utama GlaxoSmithKline. Di sana, dia telah bekerja selama hampir 30 tahun.

Dia juga duduk di dewan beberapa perusahaan yang terlibat dalam program pengembangan vaksin. Dia telah menjadi anggota dewan Moderna Inc., salah satu perusahaan AS terkemuka yang terlibat dalam pengembangan vaksin. Bulan lalu, ia bergabung dengan dewan Lonza.

Sumber: Rakyatku.com

Selasa, 19 Mei 2020

Kisah Steven, Mualaf yang Kuras Habis Hartanya Rp 14 M Untuk Lawan Corona

Kisah Steven, Mualaf yang Kuras Habis Hartanya Rp 14 M Untuk Lawan Corona


10Berita,Kisah seorang mualaf, Steven Indra Wibowo bisa menjadi inspirasi untuk berbuat kebaikan di masa wabah virus Corona.

Koh Steven, panggilan akrabnya, habis-habisan menjual segala harta bendanya hingga mencapai nilai Rp 13-14 miliar.

Landasan tekadnya hanya satu, harta adalah titipan Allah semata.

Hujan rintik-rintik menemani perbincangan detikcom dengan Koh Steven di sebuah tempat usahanya di Jalan Cisitu Indah, Kota Bandung pada Minggu (18/5/2020) sore.

Sambil mengenakan masker tiga lapis melt-blown hasil produksi mandiri, pria berusia 39 tahun itu bercerita banyak tentang seluk beluk aksi kemanusiaan yang digalangnya sejak Januari lalu.

“Saya bekerja di perusahaan riset di Singapura, klien kami dari UN, WHO dan kawan-kawannya. WWF juga pernah, Unicef juga sering, pokoknya anak kakinya UN, termasuk juga ASEAN. Kemudian teman-teman dari WHO sempat membuat peringatan, akan ada global pandemic dari China yang menjalar ke seluruh dunia,” ujar Koh Steven membuka pembicaraan.

“Januari saya masih umroh, tapi doktor-doktor di Saudi, teman saya, mengatakan, kalau kita (Saudi) begini terus akan terpapar juga, mendengar itu, aku balik ke Indonesia mau bikin masker dulu, ini (masker) bakalan langka, kalau dibilang induknya adalah MERS, berarti penularannya lewat droplet,” kata peraih gelar doktor di salah satu universitas di Arab Saudi itu.

Seketika kembali ke Indonesia, Koh Steven menjual salah satu rumahnya senilai Rp 5,5 M. Rumah itu ia jual cepat, dari harga Rp 7,7 M sesuai NJOP.

Begitu uang diterima, ia pun segera memesan alat produksi dan bahan baku masker dari Jepang.

“Kebetulan ayah saya masih CEO di property agent di Indonesia, sambil produksi masker, saya umroh lagi Februari, dan ternyata di Mekkah sudah ada rencana mengunci akses luar, ini sangat serius, masker yang telah diproduksi sendiri itu, saya timbun dulu, saat itu,” katanya.

Ia melihat ketika awal tahun 2020, pemerintah Indonesia masih belum menanggapi serius perihal COVID-19. Hal itu yang memicunya untuk segera mengambil langkah sedini mungkin, selain masker juga, ia membuat hazmat dan PPE yang mengikuti panduan dari WHO. Ia kembali mengimpor bahan baku dan menambah mesin.


“Saya taruh mesin di beberapa rumah, karena virus ini orang enggak boleh kumpul, makanya kita bagi beberapa titik, hal itu antisipasi andai ada satu keluarga yang terinfeksi, kita akan sediakan bahan makanan dua bulan bagi mereka, mesinnya kita ambil dan sterilisasi hingga kita bisa produksi lagi,” ujar ayah empat anak ini.

Saat gejala virus Corona nampak, Koh Steven bersama Mualaf Center Indonesia kemudian membagi-bagikan ratusan ribu masker medis – non medis 3 ply, surgical gown, faceshield, hazmat dan PPE kepada petugas yang bekerja di garda terdepan penanganan COVID-19, dan juga masyarakat umum.

Misi Kemanusiaan Lintas Agama
Menariknya, peralatan pelindung medis ini juga diberikan kepada pengelola layanan kesehatan yang dikelola oleh yayasan keagamaan tertentu.

“Ini bukan gerakan keagamaan lagi, karena kita muslim diajarkan seperti itu. Inilah Islam yang Rahmatan lil alammin, Islam mengajarkan muslim untuk bekerja sosial dan orang lain bisa mendapatkan manfaatnya, hazmat-hazmat kemarin banyak Keuskupan yang minta, rumah sakit Katolik, sekolah-sekolah Kristen Protestan yang punya rumah sakit mereka minta, bahkan dari yayasan Hindu di Bali mereka minta, mereka punya dua rumah sakit yang besar,” ucapnya

“Enggak masalah, yayasan Budha juga di Indonesia juga mereka minta untuk beberapa rumah sakit mereka tidak masalah. Merka harus melihat inilah Islam, ini yang diajarin dalam Islam, ini yang diajarkan Allah dan rasulnya, ini yang bener rahmat buat semua orang, kita enggak ada tendensius apa-apa,” ucapnya melanjutkan.

Awalnya, Koh Steven enggak diliput oleh media. Namun, hingga suatu ketika seorang wartawan yang kenalannya meyakinkan nya agar apa yang dilakukannya bisa diduplikasi oleh lebih banyak orang.

“Dia meyakinkan saya, katanya kalau hanya ditampilkan di Instagram, orang yang berpotensi mengikuti hanya sebatas yang di IG saja, tapi kalau ini masuk ke media, mungkin jutaan orang bisa sama-sama saling bantu,” katanya.

“Kalian bisa contoh, duplikasi apa yang kita lakukan. Saya tidak butuh pujiannya,” tegasnya.

Sampai hari ini, Koh Steven telah menjual dua rumahnya, tujuh mobil dan tiga motor besar kepunyannya. Semua ia jual dengan harga lebih murah, agar umat bisa lebih cepat terbantu.

Istri dan anak-anaknya pun mendukung langkahnya. “Istri selow, anak-anak juga bantu angkat-angkat,” katanya.

Selain lewat peralatan pelindung medis, ia dan Mualaf Center Indonesia juga membagikan ratusan ribu paket sembako yang disebar di 43 kabupaten/kota di 28 provinsi dari koceknya sendiri.

“Aku Cuma bikin gerakannya, di daerah bisa mengikuti, saya hanya bikin sampel, kalian yang copy paste, alhamdulillah banyak juga yang menambahkan di paket sembakonya,” katanya.

“Kalau hanya memikirkan diri sendiri, akan ada batasnya. Tapi kalau memikirkan kepentingan lebih banyak orang, Insya Allah kita akan bisa melewati ini semua,” tuturnya yang memeluk Islam sejak berusia 19 tahun itu.

Sumber: detik.com


Senin, 13 April 2020

Buya Hamka, Nelson Mandela dan Anies Baswedan

Buya Hamka, Nelson Mandela dan Anies Baswedan




 Penulis: Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

10Berita - Rakyat Indonesia tahu Buya Hamka pernah dipenjara. Soekarno, presiden RI yang memenjarakannya. Bukan kasus kriminal, tapi ini soal politik. Ketua MUI asal Sumatera Barat ini terlalu kritis terhadap Presiden Soekarno.

Buya Hamka bersyukur. Di penjara, sebuah buku tafsir al-Quran 30 juz rampung ditulis. Gak mungkin dikerjakan jika tak dipenjara, kata Buya Hamka. Inilah hikmah!

Jelang akhir hayat, Soekarno pesan kepada keluarganya: nanti kalau meninggal, Soekarno ingin Buya Hamka yang jadi imam. Ketika Buya Hamka dikasih kabar bahwa Soekarno meninggal, dan diminta untuk jadi imam sholat, Buya Hamka merespon. Dengan senang hati. Beliaupun mengimami shalat janazah itu. Melantunkan doa-doa terbaik untuk Soekarno, presiden yang pernah memenjarakannya selama 2,4 tahun setelah dijemput paksa di rumahnya pada bulan Ramadhan.

Selain Buya Hamka, ada Nelson Mandela. Tokoh politik dan presiden Afrika Selatan ini pernah dipenjara 27 tahun. Saat situasi politik berubah, ia keluar dan akhirnya terpilih jadi presiden. Saat itu, seorang wartawan bertanya kepada Nelson: anda sekarang sudah jadi penguasa. Kenapa orang-orang yang dulu berbuat dzalim dan memenjarakan tidak anda penjarakan? Apa jawab Nelson? “27 tahun saya dipenjara. Saya tak mau lagi terpenjara oleh dendam”.

Begitulah mestinya seorang pemimpin. Berkarakter dan memiliki kelapangan jiwa. Mengukir kisah hidupnya untuk mewariskan Keteladanan.

Dari Buya Hamka dan Nelson Mandela inilah mungkin Anies Baswedan, gubernur DKI ini belajar membangun karakter dan jiwa kepemimpinannya. Sabar, teguh dan kuat dalam menjaga prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan.

Sebuah kesaksian baru-baru ini yang ditulis oleh wartawan senior bernama Subarkah viral. Subarkah menceritakan kisah Lukman Hakiem, mantan anggota DPR, penasehat Wapres Hamzah Haz dan staf Perdana Menteri Muhammad Nasir.

Saat AE Priyono sakit, Lukman Hakiem WA dan telp Anies. Minta kepada Anies membantu AE Priyono, mulai mencarikan rumah sakit, tes Swab dan pelayanan tim medis. Anies merespon dengan cepat. Anies kerahkan tim medis untuk segera urus AE Priyono. Dan AE Priyono akhirnya mendapatkan pelayanan medis dengan patut dan semestinya.

Beberapa hari kemudian, Lukman Hakiem telp Anies lagi. Apa yang bisa saya bantu? What can I help you? Itu kalimat yang sering kita dengar dari film-film Barat. Standar etika komunikasi dalam peradaban Barat. AE Priyono meninggal dunia, kata Lukman Hakiem. Mohon dibantu pemakamannya, lanjutnya. Siap! Anies pun bergegas instruksikan kepada tim Satgas Covid-19 DKI untuk mengurus pemakaman AE Priyono.

AE Priyono adalah wartawan senior dan aktifis Jogja saat kuliah. Ia dikenal sebagai Ahokers. Kritiknya kepada Anies layaknya Ahoker-Ahoker yang lain. Anda pasti bisa membayangkannya. Anies dendam? Tidak! Anies justru memberinya pelayanan terbaik.

Di dalam konteks ini, Anies terus berupaya keras untuk mengakhiri keterbelahan politik negeri ini. Mengakhiri identifikasi sosial-politik bernama Jokowers, Ahokers dan Aniesers. Gak sehat dan kontra produktif terhadap peradaban dan masa depan bangsa. Caranya? Pertama, semua warga DKI adalah rakyat Anies. Pendukung atau non pendukung. Ini prinsip. Kedua, mereka mendapatkan hak untuk diperlakukan secara sama dan dilayani secara adil. Ketiga, Anies merangkul dan mengayomi semua pihak layaknya “Bapak Ibu kota.” Keempat, melibatkan semua elemen masyarakat, termasuk para “haters” dalam pembangunan masa depan DKI. Kelima, tidak melayani, merespon, apalagi menuntut bullyan, fitnah dan caci maki yang dilakukan oleh oknum haters.

Sabar, memaafkan dan menjauhi dendam, inilah yang nampaknya diteladani Anies dari Buya Hamka dan Nelson Mandela. Dua tokoh besar lintas negara.

Kisah AE Priyono hanya satu dari sekian kisah yang tak terekspos dan terbaca oleh publik. Begitulah seharusnya seorang pemimpin bersikap. Harus ada karakter yang bisa dijadikan rujukan buat rakyatnya. Tidak saja rakyat hari ini, tapi juga rakyat 100-1000 tahun yang akan datang. Sebab, kisah seorang pemimpin akan ditulis dalam sejarah. Dan sepanjang sejarah kedepan, bangsa ini akan membacanya. (*)

Jakarta, 13 April 2020


Sumber: konten Islam