OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 30 Januari 2018

TEGAS! Teguh dengan UU dan Jaga Netralitas, Menhan dan Panglima TNI Tolak Plt Gubernur

TEGAS! Teguh dengan UU dan Jaga Netralitas, Menhan dan Panglima TNI Tolak Plt Gubernur


10Berita,  JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Menteri Pertahanan Ryamirzard Ryacudu menegaskan menolak Penjabat/Plt gubernur dari aparat.

"Saya tetap pada pendirian sesuai dengan konstitusi, harus netral. Netralitas adalah segala-galanya," kata Marsekal Hadi Tjahjanto di sela-sela rapat kerja dengan DPR, Senin (29/1/2018).

Bagaimana dengan sikap Mendagri? tanya wartawan.

"Ya saya tetep pada konstitusi. Saya sampaikan saya punya konstitusi ini, bahwa netralitas adalah segala-galanya," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Ryamirzard Ryacudu.

Berikut selengkapnya seperti diberitakan tvOne.

[video]

Sumber : PORTAL ISLAM

Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018 Disebut Langka, Ini Penjelasannya

Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018 Disebut Langka, Ini Penjelasannya


10Berita, Fenomena gerhana bulan total pada akhir Januari mendatang dikatakan langka, mengapa?

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Senin (29/1/2018), di Jakarta, mengingatkan bahwa fenomena gerhana bulan langka akan terjadi pada 31 Januari 2018.

Proses gerhana ini akan dapat diamati dari Indonesia secara jelas.

Menurut Badan Antariksa AS (NASA), fenomena yang dinamai sebagai ‘Super Blue Blood Moon’ itu disebut langka lantaran gerhana bulan total terjadi bertepatan dengan fenomena ‘supermoon’ dan ‘blue moon’.

‘Supermoon’, alias bulan super, merupakan keadaan bulan penuh ketika bulan berada dalam posisi terdekatnya dengan bumi.

Jika ‘supermoon’ terjadi, bulan hanya akan terpaut jarak 358.994 kilometer dari bumi, lebih dekat dari jarak rata-ratanya, yaitu 384.400 kilometer.

Sedangkan, ‘blue moon’ adalah istilah yang digunakan untuk menandakan bulan purnama (full moon) kedua dalam sebulan ini.

Jadi, ‘Super Blue Blood Moon’ pada intinya adalah gerhana bulan total yang terjadi saat bulan dalam posisi paling dekat dengan bumi dan muncul secara penuh (purnama).

‘Super Blue Blood Moon’ merupakan sebuah fenomena yang belum pernah terjadi sejak 150 tahun lalu.

Jika dilihat dari Indonesia, secara keseluruhan, peristiwa gerhana dari fase awal hingga akhir akan terjadi selama lima jam lebih, mulai pukul 17.49 WIB sampai 23.09 WIB.

Saat bulan terbit dan berada pada fase purnama sekitar pukul 20.29 WIB, 31 Januari 2018, gerhana bulan total akan berada pada fase puncak.

Peristiwa tersebut akan berlangsung kurang lebih 77 menit, di mana masyarakat di seluruh wilayah Indonesia akan melihat bulan berubah warna menjadi merah.

“Sebagaimana terlihat pada peta, keseluruhan proses gerhana dapat diamati di Samudera Pasifik, serta bagian timur Asia, Indonesia, Australia, dan barat laut Amerika,” kata Dwikorita.


Di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan seluruh provinsi Sumatera, fase gerhana mulai (P1) dan gerhana sebagian mulai (U1) akan dapat terlihat jelas karena terjadi tepat di atas wilayah-wilayah tersebut.

Gerhana bulan adalah peristiwa ketika terhalanginya cahaya matahari oleh bumi, sehingga tidak semuanya sampai ke bulan.

Gerhana serupa akan muncul lagi dalam jangka waktu yang sama di masa mendatang, yaitu 11 Februari 2036. (/BMKG)

Sumber :Tribunnews

Ustadz Yahya Waloni (mantan Pendeta): "Kalau tidak ada Habib Rizieq habis kita, Islam tumbang"

Ustadz Yahya Waloni (mantan Pendeta): "Kalau tidak ada Habib Rizieq habis kita, Islam tumbang"


10Berita,  Ustadz Yahya Waloni dikenal sebagai ustadz muallaf yang sebelumnya adalah pendeta. 

Seperti dilansir Riauone, Ustadz DR. Muhammad Yahya Waloni pernah 16 tahun jadi pendeta dan rektor perguruan tinggi kristen. Yahya Waloni juga mempelajari Al-Quran selama 8 tahun, namun semakin tinggi mengkaji tentang Al-Quran Yahya Waloni semakin tertarik dengan Islam dan mengucapkan dua kalimah syahadat. Tidak hanya Yahya Waloni, dirinya juga membawa anak istri dan keluarga besar masuk hijrah ke Islam, Yahya lebih menyebut bukan pindah agama tapi kembali ke fitroh-nya.

Dalam satu ceramah yang beredar luas di sosial media, Ustadz Yahya Waloni mengungkapkan peran Habib Rizieq Syihab sebagai benteng bagi Umat Islam di Indonesia.

"Secara de facto pemimpin Islam ya Habib Rizieq Syihab. Kalau tidak ada Habib Rizieq, habis kita, tumbang Islam," tegas Ustadz Yahya Waloni.

Berikut cuplikan video ceramah Ustadz Yahya Waloni yang beredar di sosmed.

[video]

— ANTI KOTAK2 KOMUNIS (@kaankahfi) 28 Januari 2018


Sumber : PORTAL ISLAM

Ketahuan Pernah Posting Tentang Tegaknya Khilafah, Website NU Menghapus Beritanya?

Ketahuan Pernah Posting Tentang Tegaknya Khilafah, Website NU Menghapus Beritanya?


10Berita, Baru-baru ini tersebar berita bahwa situs resmi ormas “terbesar” NU (Nahdlatul Ulama) yakni www.nu.or.id memposting berita tentang kebangkitan Islam dalam sistem Khilafah, tepatnya 16 September tahun 2005 silam.

Namun setelah sempat diviralkan oleh akun Instagram HARAKATONO (@harakatono) beberapa waktu lalu, ternyata isi link website tersebut KOSONG. Kami belum mengetahui apakah sengaja dihapus karena ketahuan pernah memberitakan kebangkitan Khilafah (yang sekarang sebagian oknum dari mereka membencinya), atau karena kesalahan teknis.


Anda bisa kunjungi link berita dari website NU yang memberitakan tentang prediksi kebangkitan di sini : http://www.nu.or.id/post/read/3523/pakar-barat-prediksi-kebangkitan-islam

Setelah kami buka link tersebut ternyata postingan tentang kebangkitan Islam dengan sistem Khilafah sudah hilang, entah sengaja dihapus atau tidak.


Namun, kami mendapatkan bukti screenshot dari isi postingan tersebut, sehingga meskipun dihapus oleh website resmi NU, para netizen khususnya dari kalangan NU bisa membaca isi dari berita yang pernah dimuat di website NU tersebut. Berikut isinya :


Kami memaklumi jika memang hilangnya isi postingan itu adalah kesalahan teknis, maka kami sudah memberikan Screenshot isi beritanya, mungkin bisa diupload kembali jika memang tidak sengaja dihapus.

Namun jika memang sengaja dihapus dari website NU, maka yang jadi pertanyaan, mengapa NU zaman dulu memberitakan kebangkitan Khilafah? apakah dulu mendukung kebangkitan Khilafah? dan mengapa harus dihapus isi beritanya? Apakah karena sekarang NU tidak mendukung Khilafah?

Hanya NU sendiri dan Allah yang Maha Tahu. Wallahu a’lam…

Sumber : kaffah.net

MAKJLEB! Bungkam Pengkritik Becak, Rocky Gerung: Tak pernah abang becak mengemis APBD

MAKJLEB! Bungkam Pengkritik Becak, Rocky Gerung: Tak pernah abang becak mengemis APBD


10Berita,  Kebijakan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mengizinkan kembali becak beroperasi di Jakarta mendapat kritik dan bahkan hujatan dari beberapa pihak, terutama yang masih nyesek kalah telak di pilkada.

Heran aja sama wong cilik (abang becak) malah pada ngamuk, sementara reklamasi untuk konglomerat walau menabrak berbagai aturan cuma mingkem.

Secara telak Rocky Gerung membungkam para pengkritik becak.

"Tak pernah abang becak mengemis APBD. Itu aja," kata Rocky Gerung di akun twitternya, Senin (29/1/2018).

Twit dari pakar filsafat dan logika Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya (FIB) UI yang kerap jadi nara sumber di acara ILC tvOne ini mengingatkan pada satu LSM liberal yang dulu rutin dapat kucuran dana milyaran dari APBD DKI era gubernur old, dan saat era Anies kena coret gak dapat lagi dana.

Sekarang mereka berisik mengkritisi kebijakan becak gubernur Anies.

Padahal "Tak pernah abang becak mengemis APBD", seperti kata om Rocky.

MAKJLEB!

Tak pernah abang becak mengemis APBD. Itu aja.

— Rocky Gerung (@rockygerung) 29 Januari 2018


Sumber : PORTAL ISLAM

Sosok Militerkah Calon Pendamping Jokowi?


Sosok Militerkah Calon Pendamping Jokowi?

Tentara (ilustrasi)


Jokowi dinilai butuh sosok militer sementara PDIP banyak mengangkat jenderal polisi.

10Berita,   Oleh: Dessy Suciati Saputri, Ronggi Astungkoro, Febrianto A Saputro

Pendaftaran kandidat presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2019 masih tergolong lama. Namun, berbagai manuver politik sudah terlihat untuk bisa tampil baik sebagai capres maupun cawapres. 

Sejumlah tokoh mencoba menarik perhatian dengan memasang baliho dan poster-poster di jalan-jalan. Ada juga yang memberikan komentar sensitif untuk mendapat atensi rakyat atas masalah-masalah krusial. Lainnya, mencoba tampil dengan gerakan bawah tanah yang tak terlihat.

Presiden Jokowi salah satu yang menjadi sorotan saat ini. Banyak individu yang mencoba merangsak masuk untuk bisa menjadi calon wapres Presiden Jokowi. Namun, tampaknya upaya-upaya itu masih jauh dari harapan. Yang menarik, ada semacam sinyal dari Presiden Jokowi untuk menarik sosok militer ke dalam lingkaran pilpres mendatang.

Yang jelas, pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, menlilai Presiden Joko Widodo membutuhkan sosok berlatar belakang militer untuk persiapan Pilpres 2019. Penunjukan Jenderal (Purn) Moeldoko dan Agum Gumelar untuk mengisi posisi strategis di pemerintahan mengesankan hal itu.

"Itu memungkinkan kenapa Pak Jokowi memilih Pak Moeldoko dan Pak Agum Gumelar," ungkap Muradi, Senin (29/1).

Muradi menilai pemilihan kedua figur berlatar belakang militer itu dipilih untuk mengimbangi figur lain yang berlatar belakang militer pula. Figur yang sekiranya akan menjadi lawan pada Pilpres 2019 mendatang. "Jadi memang ini langkah yang saya kira harus dilihat untuk persiapan 2019. Saya kira sosok Moeldoko dan Agum relatif bersih," katanya.

Melihat perkembangan sejak 2016-2017, ada persepsi yang dikembangkan oleh lawan politik Jokowi. Persepsi di mana pemerintahan Jokowi dikesankan berjarak dengan TNI. Khususnya, kata Muradi, saat panglima TNInya dijabat Gatot Nurmantyo. Karena itu, kata Muradi, dengan menjadikan sejumlah purnawirawan TNI pada posisi strategis, diharapkan persepsi dan kesan berjarak dengan TNI itu tidak lagi menguat, justru sebaliknya dapat dikesankan mencair dan semakin akrab.

Presiden Jokowi pada Rabu (17/1) lalu melantik Moeldoko sebagai kepala Kantor Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki yang akan menjabat sebagai koordinator Staf Khusus Presiden. Selain itu, ia juga melantik Agum Gumelar sebagai anggota Wantimpres.

Dalam beberapa diskusi tentang calon pendamping Jokowi pada Pilpres 2019 sejumlah nama militer muncul. Salah satunya nama Moldoko itu sendiri yang kini masuk ke dalam lingkaran satu Presiden. Sebelumnya, nama Gatot Nurmantyo sempat santer dikabarkan, namun kemudian hilang seiring kurang harmonisnya hubungan Gatot dan Presiden.

Nama lain yang masuk bukan dari militer. Ada Kapolri Tito Karnavian, Kepala BIN Budi Gunawan, ada Menteri Keuangan Sri Mulyani, Agus Harymurti Yudhoyono, Zulkifli Hasan, hingga mantan Ketua MK Mahfud MD.

PDIP dekati polisi

Penilaian persiapan Jokowi untuk Pilpres 2019 dengan mendekati sosok militer berbanding terbalik dengan PDIP selaku partai yang mengusung Jokowi pada 2014 lalu. Belakangan ini, PDIP justru merapat ke jenderal-jenderal polisi, terutama yang masih aktif.

PDIP mengusung tiga jenderal aktif untuk maju di sejumlah daerah pilkada, yaitu Irjen Anton Charliyan di Jawa Barat, Irjen Murad Ismail di Maluku, dan Irjen Safaruddin di Kalimantan Timur.

Selain itu, yang terbaru, Mendagri Tjahjo Kumolo yang berasal dari PDIP berkeras mengangkat dua jenderal aktif polisi sebagai penjabat gubernur, yaitu Irjen M Iriawan yang saat ini menjabat asisten kapolri bidang operasi sebagai pj gubernur Jawa Barat dan Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin menjadi pj gubernur Sumatra Utara.

PDIP hingga saat ini belum resmi mendeklarasikan untuk mengusung Jokowi sebagai capres 2019. Padahal, sejumlah partai seperti Hanura, Nasdem, dan Golkar sudah resmi mengusung Jokowi.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago melihat ada indikasi PDIP lebih merapat ke jenderal polisi. Itu tak terlepas dari sosok Jenderal Budi Gunawan yang memang terkenal dekat dengan PDIP dan Megawati Soekarnoputri.

Menurut Pangi, ada indikasi PDIP menginginkan BG untuk menjadi cawapres pada pilpres mendatang, sedangkan hingga saat ini PDIP belum melihat ada capres lain yang lebih potensial dari Jokowi. Karena itu, langkah politiknya adalah PDIP dan BG perlu memasang dan mengader para jenderal. Tujuannya untuk menguatkan jaringan BG hingga ke bawah dari lingkaran Polri.

“Ini bukan tidak mungkin ada jaringan ke BG. Jadi, BG membangun jaringan dulu, ibaratnya cakar ayam. Nah, kita tahu BG dan PDIP itu kandekat,” kata Pangi.

Sementara, Jokowi juga memasang strategi menguatkan sosok militer di sekitarnya. Tujuannya untuk memecah barisan para purnawirawan agar tidak mendukung capres lain yang berasal dari militer. “Prabowo, misalnya,” kata Pangi.

Polri sebelumnya menegaskan netralitasnya dalam pilkada 2018 maupun pemilu 2019. Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin mengeluarkan 13 butir pedoman netralitas polisi pada pilkada 2018 dan Pemilu 2019. 

Sikap netralitas Polri, kata dia, bersikap wajib untuk seluruh anggota Polri. Anggota Polri dilarang terlibat langsung dalam politik praktis. Siapa pun yang melanggar akan disanksi.

PDIP tak Pernah Ikut Campur

Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, PDIP tidak pernah campur tangan menentukan sosok yang akan dipilih menjadi penjabat (pj) gubernur. PDIP menyerahkan seluruhnya urusan itu kepada pemerintah.

"Kami yakin pemerintah menjalankan tugasnya sepenuhnya dengan ketentuan UUD," kata Hasto, Senin (29/1).

Hasto mengakui, dirinya sudah berkoordinasi dengan Mendagri Tjahjo Kumolo terkait hal tersebut. Menurut dia, hal yang paling utama yang harus dipikirkan adalah bagaimana penjabat menjalankan tugas sebaik-baiknya. "Kita menempatkan segala sesuatu pada proporsinya. Sekali lagi, partai tidak pernah campur tangan hal tersebut," ujarnya.

Hasto menilai ada kesalahpahaman terkait kabar usulan pengangkatan penjabat gubernur tersebut. Hasto mengambil contoh, pengangkatan penjabat gubernur di Sumatra Utara dan Jawa Barat baru akan dimulai pada pertengahan Juni, mengingat gubernur pejawat masih menjabat sampai pertengahan juni atau 10 hari sebelum pilkada serentak dijalankan. 

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte berpendapat penunjukan anggota Polri dan TNI dalam pemerintahan ini lebih dimaksudkan untuk mengantisipasi potensi konflik di tiap daerah. 

“Sebetulnya pertimbangannya mungkin, ya, karena kita tahu mungkin ini mengantisipasi pilkada dan kemungkinan potensi konflik. Tapi, yang kedua, memang Mendagri punya wewenang menetapkan plt sehingga itu kewenangan Mendagri,” jelasnya.

Philips mengatakan, penunjukan jenderal polisi aktif ini tak akan memengaruhi citra pemerintahan Jokowi. Sebab, jabatan tersebut hanya akan diemban sementara. 

(Pengolah: muhammad hafil).

Sumber : Republika.co.id

Petinggi Polri Jadi Plt Gubernur Harus Dibatalkan’

‘Petinggi Polri Jadi Plt Gubernur Harus Dibatalkan’

10Berita – Pakar Hukum Tata Negara Andi Irmanputra Sidin menegaskan, UU Pilkada mengatur bahwa yang dapat menduduki penjabat gubernur hanya orang yang telah menduduki jabatan Pimpinan Tinggi Madya.

Hal itu ia sampaikan menanggapi Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menunjuk petinggi Polri untuk menjadi penjabat atau pelaksana tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatera Utara.

Pimpinan Tinggi Madya yang dimaksud, jelasnya, adalah jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan Pasal 19 UU ASN.

Baca: Petinggi Polri Jadi Plt Gubernur, Pakar Hukum: Menyalahi Konstitusi


Dalam Pasal 1 angka 7 dan angka 8 UU ASN dijelaskan, Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah dan Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.

“Artinya hanya orang yang berada dalam jabatan ASN saja yang tergolong pimpinan tinggi madya yang dapat menjadi PLT Gubernur,” ucapnya kepada hidayatullah.comJakarta, Senin (29/01/2017).

Pertanyaaanya, dapatkah anggota Polri dan TNI menduduki jabatan dalam jabatan ASN?

Jawabannya bisa, kata Irmanputra. Tapi sebatas Jabatan ASN Tertentu.

Baca: IPW: Petinggi Polri Jadi Plt Gubernur Ide Berbahaya


Ia menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2017, Pasal 147 dinyatakan: “Jabatan ASN tertentu di lingkungan Instansi Pusat tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri sesuai dengan kompetensi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya dalam Pasal 148 ayat (2) dijelaskan, Jabatan ASN tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) Berada di Instansi Pusat dan sesuai dengan UU TNI dan UU Polri.

Artinya, kata dia, jabatan ASN tertentu yang dapat diisi oleh anggota Polri hanya berada di Instansi Pusat.

Karena itu, perwira Polri yang dapat menjadi Plt Gubernur, harus terlebih dahulu telah menduduki jabatan Pimpinan Tinggi Madya di instansi pusat, “Bukan jabatan setingkat yang bisa dicaplok secara langsung dari Polri, karena jabatan ‘setingkat’ tidak dibolehkan oleh UU cq konstitusi,” jelasnya.

Baca: PSHTN FHUI: Plt Gubernur dari Polri Bertentangan dengan UU Pilkada


Karena itu, menurutnya penunjukan pejabat tinggi (Pati) Polri yang sedang menduduki jabatan di Polri yang tidak tergolong jabatan Pimpinan Tinggi Madya seperti dimaksud UU Pilkada cq UU ASN adalah inkonstitusional.

“Oleh karenanya, harus dibatalkan. Perlu diingat bahwa jantung konstitusi dan refomasi adalah berada pada Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian 2002 bahwa Anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian,” tegasnya.* Andi

Sumber : Hidayatullah.com

Ingin Bahagia? Memberi


Ingin Bahagia? Memberi

Mesir bertekad capai swasembada gandum dalam dua tahun (Ilustrasi)

Seberapa banyak pemberian kita pada orang lain, setara itu kebahagiaan yang direguk.

10BeritaOleh: Makmun Nawawi

Al-Manawi menuturkan sebuah riwayat dalam kitab ad-Durrul Mandhud, pada era Khilafah Abu Bakar ash-Shiddiq, orang-orang ditimpa paceklik. Ketika kondisi sudah amat kritis, mereka pun mendatangi Abu Bakar, seraya berkata, “Wahai Khalifah Rasulullah SAW, langit tak menurunkan hujan, bumi tak menumbuhkan pepohonan, dan orang-orang pun nyaris binasa. Lalu, apa yang engkau lakukan?”

Sang Khalifah menjawab, “Kembalilah kalian, dan bersabarlah. Saya berharap pada Allah, semoga Ia memberi solusi dan jalan keluar kepada kalian sebelum senja.” Maka tatkala masing-masing mereka keluar dan saling bertemu, tiba-tiba seribu kawanan unta yang mengangkut gandum, zaitun, dan tepung, berderet dan berhenti di depan pintu rumah Utsman RA.

Para pedagang pun berdatangan, dan Utsman bertanya, “Apa yang kalian lihat?”
“Tentu engkau tahu apa yang kami inginkan,” jawab mereka.

“Mau memberi untung berapa kalian pada saya?” tanya Utsman.
“Dua dirham,” sahut para pedagang.

“Saya diberi laba lebih dari itu,” tangkis Utsman.
“Kalau begitu, empat dirham.”

“Masih ada yang memberiku laba lebih besar dari itu,” jawab Utsman lagi.
“Jika demikian, saya lebihkan lima dirham.”

“Oh, saya masih diberi laba yang jauh lebih besar dari itu,” sahut Ustman pula.
“Di kota ini, tak ada pedagang selain saya, yang memberi untung lebih dari itu. Lantas siapa yang memberimu untung itu?”

Jawab Utsman, “Di setiap satu dirham, Allah memberi saya 10 dirham. Apakah kalian bisa memberi laba lebih dari itu?”
“Tidak,” sahut mereka.

Maka Utsman pun berseru, “Kini, saksikanlah oleh kamu sekalian bahwa semua yang diangkut unta-unta ini, saya sedekahkan karena Allah untuk para fakir miskin.”

Inilah buah dari sibghah(celupan) Islam, yang menginspirasi umatnya agar segala hal yang mereka miliki, bisa menjadi sarana baginya untuk mengabdi pada Tuhannya melalui serangkaian amal saleh.

Tentu bukan kebetulan, kalau perilaku Utsman yang merupakan spirit Islam ini, sangat relevan secara sosio-psikologis. Konsep kebahagiaan, antara lain, bisa direguk dengan memberi, dan bukan memiliki; seberapa banyak pemberian kita kepada orang lain, setara dengan kebahagiaan yang bisa kita reguk; makin banyak memberi, makin berlimpah kebahagiaan kita.

Masih banyak perilaku mengagumkan tentang kedermawanan yang dicontohkan oleh para mercusuar Islam, seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Abdurrahman bin Auf, dan sahabat lainnya.

Dan semua itu adalah hasil dari tarbiyah (didikan) sang panutan ideal kita, Rasulullah SAW, seperti yang dituturkan oleh Anas RA, “Tidaklah Rasulullah SAW dimintai sesuatu dalam Islam, kecuali beliau memberinya. Seseorang datang pada beliau, maka Nabi pun memberinya kambing yang ada di antara dua lembah. Orang itu lalu kembali ke kaumnya dan berseru, ‘Wahai kaumku, masuk Islamlah kalian! Karena Muhammad telah memberi suatu pemberian, yakni seorang pemberi yang tak takut miskin’.”

Anas berujar, “Orang itu masuk Islam karena ingin dunia. Namun, saat ia menjadi Muslim, Islam itu lebih dicintainya dari dunia dan seisinya.” (HR Muslim). 

Sumber : Republika.co.id

Bully Anies-Sandi, Yuk...!

 

Bully Anies-Sandi, Yuk...!

dok. Istimewa

Ady Amar

Ketidaksukaan itu haruslah ditempatkan secara proporsional.

10BeritaOleh: Ady Amar *)

Seorang kawan memasukkan saya ke dalam grup WhatsApp yang penghuninya tidak ada yang saya kenal, kecuali seorang tadi ...

Dialog yang muncul membahas isu politik secara naif yang tidak jelas ujung pangkalnya. Sampai, salah seorang anggota grup memposting ajakan yang keterlaluan, Bully Anies-Sandi, Yuk ... dan lalu beberapa komen muncul mengiyakan, ada pula dengan emoji ketawa seolah menyetujui tawaran itu.

Berada di grup ini, sekitar dua pekan, saya memilih “bertahan” untuk sekadar melihat pemahaman kelompok lain dalam melihat persoalan bangsa yang lebih luas. Tidak pernah sekali pun saya mengomentari, urun saran, atau menanggapi pendapat anggota grup yang pemahaman politik, sosial, dan ideologinya tidak karuan. Sampai pada unggahan mem-bully Anies-Sandi itu, terpaksa saya tidak tahan untuk tidak berkomentar ...

Memangnya salah apa Anies-Sandi sehingga mesti di-bully. Saya tambahkan lagi, Anies-Sandi itu gubernur dan wakil gubernur DKI Jaya yang terpilih, lalu kenapa mesti dipermasalahkan keterpilihannya? Tidak satu pun anggota grup yang menanggapi protes itu ... 

Terpaksa saya memposting tulisan berikut, bahwa bully itu tindakan pengecut, tindakan seseorang yang melihat perbedaan itu mesti dihabisi, memiliki pikiran cupet, anti-demokrasi, dan tidak pantas hidup di bumi Pancasila ...

Tetap saja postingan saya tidak diindahkan. Tentu tidak masalah. Sebagian dari mereka yang anti dengan perbedaan pastilah membacanya, yang penting pesan itu sampai. Itu sudah cukup. Maka, saya memutuskan left  dari grup itu.

Tidak suka pada munculnya calon pemimpin tertentu, tentu tidak masalah. Tidak ada yang boleh memaksa seseorang untuk suka pada pilihan orang lain. Namun demikian, ketidaksukaan itu haruslah ditempatkan secara proporsional.

Setelah perhelatan proses demokrasi dalam kasus Pilkada DKI Jaya selesai, dan memenangkan pihak yang kebetulan bukan orang yang kita pilih, maka hasilnya harus kita terima sebagai bagian dari demokrasi itu sendiri. Nalar kita mestinya berkata, bahwa ada calon lain yang lebih diterima mayoritas masyarakat ketimbang calon yang kita dukung. Maka, selesailah perhelatan Pilkada itu. Kita semua menerima hasilnya dengan legawa.

***

Pilkada DKI Jaya tahun 2017, yang memenangkan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur untuk lima tahun ke depan. Suka atau tidak, dengan keterpilihannya Anies-Sandi, itulah realita politik yang ada. Pemilih Anies-Sandi tentu menerima kemenangan itu dengan sukacita. Semestinya kelompok yang berseberangan dengan kelompok pemenang pun bisa menerima realita politik yang ada dengan baik. Tidak perlu berlama-lama memelihara “kemarahan” atas kekalahan jagoannya.

Realita yang terjadi saat ini, dan entah sampai kapan, ada barisan atau kelompok yang disebut buzzer, dimana kemarahannya itu dilampiaskan dengan mem-bully di luar batas kewajaran ... Dunia sosial media (sosmed), terutama Twitter, dihebohkan dengan postingan sebuah akun yang menganggap hidung Gubernur Anies Baswedan layaknya touch screen.

TV canggih kalau mau ganti channel skrg tinggal touch screen...geseeerrr,” tulis akun Yulia Ho sambil mengunggah jempol kaki yang memencet Hidung Anies.

Postingan yang tidak beradab ini kemudian di-capture oleh akun @NetizenTofa, dan mendapatkan reaksi kemarahan dari sebagian besar netizen.

Saya tidak mengungkap reaksi atas postingan yang tidak beradab itu, karena kemarahan netizen sudah sampai pada penyebutan etnis akun yang bersangkutan, dan hal sensitif lainnya yang tidak layak disebar (SARA).

Saat ini, kita melihat bagaimana irrealitas masyarakat tertentu memperolok-olok, mem-bully Anies-Sandi dengan begitu sadisnya, sehingga akal sehat tidak mampu menerima perlakuan itu sebagai hal biasa. Perlakuan bully di luar nalar itu justru menunjukkan intelektualitas yang rendah dalam adab berdemokrasi.

Tangisan kekalahan yang berlebihan mestinya sudah diakhiri, tidak boleh berpanjang-panjang. Harusnya sudah move on. Kehilangan keluarga yang dicintai saja ada batas kesedihannya, kenapa kesedihan kekalahan jagoannya di Pilkada DKI Jaya itu menjadi berlarut-larut. Inilah bisa jadi Pilkada yang paling keras gesekannya di antara anak bangsa sejak bangsa ini merdeka. Maka, analisa pun bisa dibuat dengan mudahnya, dan itu menyangkut kepentingan kelompok tertentu namun menggeret masyarakat untuk terlibat di dalamnya. Psikologis masyarakat diajak terus merengek-rengek.

***

Setting atas psikologi masyarakat tampaknya terus dimainkan untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu Pileg dan Pilpres 2019. Pilkada DKI jaya, dan, bisa jadi, Pilkada Jabar, Jateng dan Jatim adalah bagian dari pemanasan untuk perhelatan yang lebih besar itu. Itu hal biasa jika berjalan dengan apa adanya, tapi menjadi “beringas anarkistis” jika ada kelompok yang memainkan masyarakat untuk tidak bersikap realistis guna menerima kekalahan sebagai bagian dari kontestasi demokrasi.

Membiarkan bully ini terus berlangsung adalah upaya memelihara ketegangan di masyarakat yang tidak mustahil akan memuntahkan ledakan di luar perkiraan. Dan jika itu terjadi, maka akan memporak-porandakan bangunan negara kesatuan ini, yang telah dibangun dan ditegakkan dengan susah payah. Semua pihak mestinya melihat itu semua dengan perasaan kecemasan yang sama.

Kedewasaan semua pihak sedang dituntut memainkan peran-peran besar dalam proses bernegara dan berbangsa. Masyarakat perlu terus mendapat asupan nilai-nilai kebaikan, bukan sebaliknya, menjadi alat kepentingan kelompok tertentu, untuk kepentingan sempit, namun punya daya rusak yang besar bagi persatuan dan kesatuan bangsa.

Mem-bully Anies-Sandi akan terus berlangsung jika hati dan pikiran terus dikerdilkan, dimenej untuk berbuat hal-hal tidak semestinya dan adanya pembiaran tanpa proses hukum yang semestinya ... Karenanya, memelihara kesuntukan dalam hati adalah bentuk pengingkaran akal sehat, yang berkehendak melawan realita yang ada. Ini tidak boleh terjadi.

*) Pemerhati Sosial dan Keagamaan
Sumber : Republika.co.id

Ternyata, Satu dari Empat Anak Indonesia Masih Kurang Minum

Ternyata, Satu dari Empat Anak Indonesia Masih Kurang Minum

10Berita - Tak dapat dipungkiri, minum air putih menyimpan banyak manfaat untuk kesehatan, dari membantu membersihkan racun, mencegah perut kembung, menjaga sistem kekebalan tubuh hingga membuat kulit lebih cerah.

Akan tetapi, berdasarkan riset di 13 negara yang dipublikasikan European Journal of Nutrition, satu dari empat anak di Indonesia masih kurang minum, di mana 30% yang dikonsumsi bukanlah air putih. Oleh karena itu, bayi dan anak-anak rentan mengalami kekurangan cairan tubuh.

"Milenial saat ini ada penelitian, anak yang cukup sama nggak cukup minum dan hasilnya ada efek pada kognitif untuk proses belajar mengajar. Kurang minum juga efeknya ke kesehatan lain, jangka panjang kalau kurang minum ngaruh ke fungsi ginjal,"  kata Dr Aninda Perdana B. Med Sc dilansir Sindonews, Senin (29/1/2018).

Tak hanya itu, remaja dan dewasa sehat memerlukan air sebanyak dua liter per hari. Namun, data justru menunjukkan 40% orang dewasa dan 36% remaja di Indonesia belum memenuhi asupan hidrasi yang cukup. 

Tak sekedar kurang minum, masyarakat Indonesia juga banyak yang belum menyadari pentingnya mengetahui jenis air minum yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

"Air layak minum itu nggak berbau, nggak berasa, nggak mengandung mikroorganisme. Air harus ada mineralnya. Tubuh membutuhkan mineral dari air. Kalau dari sayur, cara memasak yang terlalu panas, mineral akan menguap. Karena itu penting untuk minum air yang higienis dan berkualitas," tandasnya.

Red: Ma'faza

Sumber: SI Online