OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 18 April 2018

Menimbang Cawapres 2019

Menimbang Cawapres 2019


10Berita, Dari sekian nama yang muncul ke publik, ada empat nama yang potensial jadi calon presiden 2019; Jokowi, Prabowo, Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo. Hanya Prabowo yang sudah deklarasi. Itu pun belum final. Lah kok?

Pertama, belum cukup dukungan. Gerindra hanya punya 73 kursi di DPR. Kurang 39 kursi. PKS? Belum menyatakan dukungan. Kecuali jika syarat cawapres diterima. Prabowo dan Gerindra belum mengiyakan. Masih hitang-hitung. Katanya, terlalu prematur. Cari alasan! Apakah ini berarti koalisi akan pecah? Jangan buru-buru menyimpulkan. Dalam politik, komunikasi antar partai sangat dinamis. Tidak hitam putih. Tidak juga mutlak-mutlakkan. Bisa cair di kedai kopi sambil makan pisang goreng.

Kedua, tetap akan dievaluasi elektabilitasnya. Bisa naik dan cukup suara untuk melawan Jokowi, Prabowo akan terus maju. Itu yang diharapkan dan sedang diikhtiarkan oleh Gerindra. Gak cukup suara, partai akan bersikap rasional. Mundur dan mengganti calon. Semuanya masih terbuka. Prabowo juga tak ingin bersikap konyol. Tidakkah jika Prabowo tetap maju akan mengangkat suara Gerindra? Seratus persen betul. Tapi, apakah itu satu-satunya cara? Apalagi jika Prabowo harus dijadikan martir di usia senjanya. Pengorbanan terlalu besar. Masih ada alternatif lain. Misal, cari calon potensial dan jadikan calon itu sebagai kader Gerindra. Anies Baswedan misalnya. Toh yang maju tetap kader Gerindra. Dan Prabowo tetap terjaga marwahmya sebagai King Maker, sebagaimana banyak pakar politik menyarankan.

Tidak hanya Prabowo, Jokowi juga belum final. Tidakkah sudah ada deklarasi PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura dan PPP untuk mengusung Jokowi? Betul sekali. Apakah tidak mungkin ada perubahan? Sangat mungkin. Terutama jika PDIP dan Golkar tak ketemu kesepakatan negosiasinya dengan Jokowi. Kabarnya, PDIP minta cawapres. Setidaknya PDIP diberi hak menentukan cawapres Jokowi. Jika tak dipenuhi, boleh jadi PDIP akan usung calon lain. PDIP bisa memasangkan Gatot dengan Budi Gunawan, misalnya. TNI-Polri. Sangat ideal. Tidakkah dua tokoh ini berseberangan? Kepentingan politik bisa mempersatukan dua tokoh yang berseberangan. Tapi, SBY dan Megawati adalah dua politisi yang susah bersua? Tunggu momentum politik untuk menyatukan.

Jika PDIP cabut dukungan terhadap Jokowi, maka Golkar berpeluang sangat leluasa menekan dan menyandera Jokowi. Emang berani? Sekarang tidak. Karena, masih banyak yang harus diamankan. Situasi akan berbeda saat menjelang pilpres. Hukum “suplai dan kebutuhan” berlaku. Siapa yang kuat, dia yang bisa menekan. Golkar dikenal lincah, licin dan berpengalaman soal ini.

Lalu, siapa tokoh yang potensial jadi cawapres? Otak langsung tertuju pada Muhaimin Iskandar. Ketua PKB yang sejak awal “branding” dirinya secara masif sebagai cawapres. Siapapun capresnya, asal kalkulasi, nego dan harganya cocok, Muhaimin bisa jadi cawapresnya. 47 kursi di DPR dan basis kaum Nahdliyin bisa jadi modal cukup untuk jadi cawapres. Kabarnya, sudah main ancam. Kalau gak diambil Jokowi, akan keluar dari koalisi. Ternyata, mulai punya nyali. Atau, hanya sebagai strategi mengintai kekuatan politik di luar Jokowi.

PKS juga menyiapkan sembilan calon. Diantaranya ada Ahmad Heryawan. Gubernur dua periode di Jawa Barat. Wilayah dengan jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Dapat 265 penghargaan. Ada juga Anis Matta, tokoh muda yang brilian, lincah dan luas jaringannya. Mantan presiden PKS ini masih punya pengaruh kuat di kalangan kader-kader muda PKS. Selain dua nama itu, ada Mardani Ali Sera. Seorang doktor muda jebolan UI ini tegas dan berani menyuarakan prinsip-prinsip politiknya.

Mereka siap diwakafkan PKS untuk menjadi cawapres. Cawapresnya Jokowi? Sepertinya Jokowi gagal merayu PKS. Hastag #2019 Ganti Presiden yang digaungkan oleh Mardani Ali Sera adalah bukti PKS tidak mau bergabung dengan Jokowi. Setidaknya hingga hari ini.

Selain tokoh PKB dan PKS, ada Zulkifli Hasan dari PAN. 49 kursi bisa jadi modal untuk mendorong lahirnya koalisi baru. Meski tetap terbuka tangan untuk bergabung dengan Jokowi. Ada juga AHY, putra mahkota SBY yang sedang dibranding untuk menjadi tokoh masa depan. 61 kursi di DPR memberi peluang SBY untuk menginisiasi lahirnya poros ketiga bersama PAN dan PKB yang sedang sibuk mencari pasangan koalisi.

Jika formasi Jawa-Luar Jawa diberlakukan, sebagaimana pilpres sebelumnya, ada nama Jusuf Kalla. Politisi spesialis wapres ini direkomendasikan CSIS untuk mendampingi Jokowi. Asal Sulawesi, pengusaha, dan tokoh yang merepresentasikan Islam kelas menengah. Kabarnya, JK, panggilan akrab Jusuf Kalla, menolak. Ingin pensiun dari dunia politik.

Selain JK, ada Tuan Guru Bajang (TGB). Namanya sempat mencuat. Dua kali menjadi gubernur NTB. Penghafal al-Qur’an ini berhasil menarik perhatian publik. Hanya saja, TGB kader Demokrat. Ada bayang-bayang AHY, putra mahkota yang sedang naik daun. Apakah TGB akan nyeberang ke Jokowi? Tak ada yang mustahil dalam politik.

Di luar JK dan TGB ada Adhyaksa Dault. Mantan ketua KNPI dan menteri olahraga ini punya basis massa yang layak diperhitungkan. Putra Sulawesi ini sekarang menjabat sebagai ketua Kwarnas. Jumlah anggota Pramuka saat ini lebih dari 21 juta. Umumnya anak usia muda. Generasi milenial. Adhyaksa bisa jadi salah satu alternatif untuk cawapres jika formasinya Jawa-Non Jawa.

Semua bakal calon presiden 2019 sedang melakukan; pertama, penjajagan dan komunikasi dengan para tokoh yang potensial menjadi cawapres. Kedua, mengkalkulasi suara berbasis survei. Siapa tokoh yang jika dipasangkan akan mampu menaikkan suara, maka akan jadi prioritas. Tentu, tidak akan mengabaikan deal-deal pragmatis partai koalisi dan pertimbangan logistik.

Siapapun tokoh yang paling potensial dan berpeluang mendampingi para capres, hampir pasti diputuskan injury time. Kenapa? Untuk memastikan tiket partai dan potensi kemenangan. Masih cukup waktu bagi para tokoh tersebut melayakkan elektabilitasnya, agar layak dipinang jadi cawapres.

Penulis: Tony Rosyid

Sumber :Portal Islam 

Bisakah PDIP Menjawab Pertanyaan Wasekjen MUI Ini?

Bisakah PDIP Menjawab Pertanyaan Wasekjen MUI Ini?


10Berita, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain melontarkan pertanyaan terkait PDIP. Pertanyaan itu menarik perhatian netizen dan sampai sekarang belum ada jawaban baik dari PDIP maupun tokoh-tokohnya meskipun sudah di-mention.

Tengku Zulkarnain menanyakan apakah buku berjudul Argumentasi PDI Perjuangan Menolak Kenaikan Harga BBM masih bisa didapatkan. Ia ingin mengetahui argumentasinya jitu atau tidak.




“Mau Tanya: "Buku Ini Bisa Didapatkan di Mana ya...?" Argumentasinya Jitu atau Tidak Kita Mau Tahu.... Mana Tahu Bagus...,” kata @ustadtengkuzul, Rabu (18/4/2018).

Sejumlah pengguna Twitter juga mengaku sedang mencari buku tersebut.

“Saya juga mau beli tu buku biar tau dan kasih sama keluarga dan teman sekabupaten.... “ kata @AhmadYa48177853

“Saya juga mau pak kalau ada.. Sepertinya bagus tuh buat ngernyutin dahi.. 😀😀😀” kata @AhmadMu57379995

Pengguna Twitter lainnya bahkan me-mention langsung akun @PDI_Perjuangan, @riekediahp dan @Maruarar_Sirait

Sumber : Tarbiyah 

Banyak Proyek Ambruk, Diduga Penyebabnya Material KW 3 Cina

Banyak Proyek Ambruk, Diduga Penyebabnya Material KW 3 Cina


10Berita,  Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, menduga banyaknya proyek infrastruktur yang hancur sebelum waktunya akibat kongkalikong material dan tenaga kerja asing (TKA) yang tidak tersertifikasi.

"Satu lagi proyek infrastruktur yang sarat dengan dugaan penyelewengan bahan bakunya menelan korban jiwa beberapa hari yang lalu. Material proyek pembangunan jalan tol di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, runtuh. Tiga pekerja proyek tertimbun reruntuhan material jalan tol," kata Arief melalui pesan tertulis kepada VIVA, Rabu, 18 April 2018.

LIHAT JUGA Pantau Infrastruktur dan Kinerja PNS Kini Bisa Via Online PLN Gandeng Kejagung Jalankan 'Tanggung Jawab Mengerikan' Di Dubai, Menteri Bambang Promosi Investasi Infrastruktur RI

Arief mempertanyakan, ada apa sebenarnya dengan proyek-proyek infrastruktur yang diprogramkan Presiden Joko Widodo, sehingga banyak mengalami kecelakaan sebelum difungsikan?

Arief menyebutkan, selain di Minahasa, beberapa konstruksi infrastruktur yang mengalami kecelakaan di antaranya, tiang pancang jalan tol Becakayu, jembatan di Bandara Cengkareng, konstruksi beton pada proyek LRT di Pulomas.

"Sepertinya semua pekerjaan konstruksi infrastruktur yang dibangun Joko Widodo sudah tidak lagi memperhatikan K3 alias Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga banyak kecelakaan kerja yang menyebabkan kerugian jiwa pada buruh-buruh Indonesia," ujar Arief.

Arief menduga, sejumlah proyek infrastruktur yang didanai China, banyak menggunakan bahan material yang diimpor dari China.

"Di mana kualitasnya KW 3, dan sangat rawan dengan kerusakan saat pembangunannya dan di masa depan," katanya. Arief mencontohkan barang yang diimpor untuk pembangunan infrastruktur seperti besi impor yang murah dari China.

Menurut Arief, kualitasnya belum tentu baik. Hal tersebut menjadi lumrah karena banyaknya permainan dalam pembangunan proyek infrastruktur.

"Jadi lumrah saja. Akhirnya banyak infrastruktur yang dibangun dengan mengunakan material KW 3 alias kualitas grade 3," jelasnya.

Belum lagi dengan tenaga kerja asing yang sangat bebas masuk ke Tanah Air. Arief mempertanyakan, dalam pengerjaan proyek-proyek infrastruktur, apakah mereka benar-benar memiliki sertifikasi yang bermutu.

"Karena itu Depnaker juga harus lebih aktif untuk mengawasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur terkait penerapan K3 dan penggunaan TKA yang bersertifikat," tegasnya.

Ia juga mendesak DPR untuk segera memanggil semua kontraktor, agar bicara jujur terkait biaya proyek yang sebenarnya untuk membangun infrastruktur.

"Dan Presiden jangan pura-pura enggak dengar. Jangan sampai infrastruktur yang dibangun di era Joko Widodo justru ketika digunakan banyak menyebabkan kecelakaan," ujar Arief.

Sumber: VIVA

Yusril; Sri Mulyani dan PT PPA Bertanggung Jawab Kasus BLBI

Yusril; Sri Mulyani dan PT PPA Bertanggung Jawab Kasus BLBI

10Berita – Kuasa hukum tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Liquiditas Bank Indonesia (BLBI), Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT), yaitu Yusril Ihza Mahendra menyebut seharusnya Menteri Keuangan tahun 2007 dan PT PPA (PT Perusahaan Pengelolaan Aset) bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun.

Yusril beralasan, kliennya sudah menjalankan tugasnya dengan baik sebagai kepala Badan Perbankan Penyehatan Nasional (BPPN).

Ia juga menyebut kliennya itu menjalankan segala tanggung jawabnya sesuai dengan keputusan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada waktu itu.

Begitu pula Sjamsul Nursalim selaku stakeholder Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) sudah melakukan segala kewajibannya untuk melunasi sangkutan.

Namun karena BPPN bubar pada tahun 2004 akhirnya kewajiban, tugas serta hak tagih dilimpahkan kepada Kementerian Keuangan. Dimana saat itu diterima oleh Menteri Keuangan yang menjabat yakni Boediono.

“Yang menerima Menkeu tahun 2004. Jadi tahun 2004 hak tagih yang 4,8 Triliun itu diserahkan dari BPPN kepada Depkeu, dan diterima oleh Menkeu pada waktu itu tahun 2004. Kemudian BPPNnya bubar. Sampai di situ nggak ada kerugian apa-apa,” ujarnya di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/4)

Lebih lanjut Yusril menjelaskan bahwa kerugian negara disebabkan keputusan Menteri Keuangan tahun 2007, Sri Mulyani menjual hak tagih dengan harga yang sangat rendah.

“Tahun 2007 hak tagih itu dijual oleh Menkeu dan PT PPA. Dijual PT PPA, tentu dengan persetujuan Menkeu ya kan. Dijual dengan harga 220 miliar. Jadi terjadi kerugian negara 4,8 Triliun dikurangi 220 Miliar,” lanjutnya.

Yusril sekali lagi menegaskan bahwa tidak seharusnya yang diadili KPK itu adalah Sri Mulyani dan PT PPA, bukan Syafruddin.

“Kenapa Pak Syafruddin ini yang diadili? Kan PPA dan Menkeu tahun 2007 itu yang harusnya diadili,” tukasnya.

Syafruddin telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 25 April 2017. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. ()

Sumber :rmol, Eramuslim.com

Buruh China Semakin Banjiri Indonesia, Dampak Perpres Kemudahan Izin TKA

Buruh China Semakin Banjiri Indonesia, Dampak Perpres Kemudahan Izin TKA

TKA Cina bekerja di sejumlah sektor di Batam, Kepri. (Foto:Istimewa)

10Berita, JAKARTA-Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah dan Serikat Pekerja dan aktivis menilai, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) akan semakin mempermudah masuknya buruh China bekerja di Indonesia.

"Buruh China adalah sekrup. Mereka dipindah-pindahkan seperti mesin. Selesai produksi di negara lain, pindah ke Indonesia, tak peduli dengan masyarakat lokal," ungkap Fahri kepada wartawan, Selasa (18/4/2018).

Fahri menilai, aturan baru mengenai TKA telah melanggar Undang-Undang (UU). Karena mengizinkan TKA yang tidak bisa berbahasa Indonesia atau bahasa asing untuk bekerja di Indonesia.

Diapun bercerita, pernah berkunjung ke salah satu pabrik yang memiliki pekerja asing. Menariknya, seluruh pengumuman atau informasi disebarluaskan menggunakan bahasa Mandari. Namun kebiasaan tersebut diubah, ketika manajemen pabrik tahu dirinya akan datang.

"Lalu buruhnya disembunyikan. Ada beberapa yang kelihatan dianggap ahli di satu ruangan, seolah-olah lagi mengajari pribumi. Saya datang saya wawancara, what kind of foreign languange that you understand? Geleng dia. Do you speak english? Goyang dia," papar Fahri.

Ketua Umum Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Syahganda Nainggolan mengatakan, kemudahan yang diberikan kepada TKA dilakukan pemerintah dengan menghilangkan beberapa syarat untuk menjadi TKA di Indonesia telah dihilangkan. Salah satunya, kompetensi berbahasa Indonesia.

"Jadi, melalui Perpres ini TKA boleh sekaligus belajar berbahasa Indonesia, itu kan memudahkan TKA terlebih China untuk masuk," ucap Syahganda.

Berdasarkan datanya, mayoritas atau 90 persen dari total TKA di Indonesia bekerja di level buruh. Mereka tersebar di berbagai sektor, seperti infrastruktur, pertambangan, dan pabrik semen.

Syahganda berpendapat jumlah tenaga kerja di Indonesia dan China sama-sama kelebihan di level buruh. Dengan demikian, menurut dia, kedua negara ini sebenarnya berkompetisi dalam hal penyerapan tenaga kerja lokal. "Jadi Indonesia dan China ini bukan komparatif tapi kompetitif," imbuh Syahganda.

Di sisi lain, Indonesia juga terus bekerja sama dengan China terkait investasi. Baru-baru ini, perusahaan China telah sepakat untuk menggelontorkan dana hingga US$20 miliar untuk berinvestasi di empat provinsi, yaitu Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sumatra Utara dan Bali. "Semangatnya bukan melindungi pekerja dalam negeri atau meningkatkan penyerapan tenaga kerja," tutur Syahganda.

Sementara itu, Ketua Harian Konfederasi Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi menyebut mayoritas buruh asal China bekerja di perusahaan infrastruktur dan pertambangan, khususnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan smelter.

Selain TKA asal China, terdapat beberapa TKA lainnya yang berasal dari Jepang dan Korea. Namun, kedua negara itu umumnya tidak berada di level buruh, melainkan minimal di level supervisor di sektor elektronik dan otomotif. "Prinsipnya kami tidak anti TKA, tapi disesusaikan dengan kebutuhan dalam negeri," ujar Rusdi.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah TKA di akhir tahun lalu mencapai 126 ribu orang atau meningkat 69,85 persen dibandingkan akhir 2016 sebanyak 74.813 orang. Mayoritas pekerja tersebut berasal dari China. (*)

Sumber: CNNIndonesia.comEditor: Boy Surya Hamta

Ini yang Dilakukan Muhammad Al Fatih Pasca Bebaskan Konstantinopel

Ini yang Dilakukan Muhammad Al Fatih Pasca Bebaskan Konstantinopel

10Berita – Sultan Mehmet II atau yang dikenal dengan Muhammad Al Fatih berhasil membebaskan dan memasuki Konstantinopel pada 29 Mei 1453. Ia turun dari kudanya dan bersujud sebagai tanda rasa syukur.

George Sphrantzes, seorang sejarawan Bizantium yang menyaksikan semua menjadi saksi mata kejatuhan Konstantinopel. Sphrantzes kemudian menuliskan hari-hari pertama setelah kota jatuh ke tangan Kerajaan Ottoman.

Dalam The Fall of the Byzantine Empire: A Chronicle by George Sphrantzes, menulis; “Pada hari ketiga setelah penaklukan Sultan Mehmet II merayakan kemenangan dan mengeluarkan pernyataan agar warga dari semua usia yang bersembunyi di dalam rumah-rumah mereka untuk keluar.”

“Sultan Mehmet memerintahkan penduduk yang masih bersembunyi di dalam rumah, dan mereka yang selamat dalam pertempuran, untuk keluar. Kepada penduduk yang meninggalkan kota sebelum pengepungan diminta kembali, dan Sultan Mehmet II berjanji memperlakukan mereka sesuai martabat dan agama,” tulis Sphrantzes.

Menurut Sphrantzes, Muhammad Al fatih memerintahkan pasukan menghentikan penjarahan dan menarik semua pasukan ke luar kota. Sultan Mehmet II juga memerintahkan pasukannya memperbaiki rumah-rumah penduduk yang rusak.

Dalam ceramahnya di depan penduduk, menurut kesaksian Sphrantze, Sultan Mehmet II mengatakan tidak ada larangan bagi orang Yunani dan Turki menjalankan agama masing-masing. Umat Kristen adalah ahlikitab. Ibrahim, Maria dan Isa, dihormati umat Islam.

“Sesuai hukum Islam yang tertulis di dalam Al Quran, umat Kristiani berstatus zimmi, atau orang yang dilindungi, bebas beribadah, dan hidup menurut hukum agama sendiri,” demikian Sultan Mehmet II seperti ditulis Sphrantzes.

Tidak ada tahta suci Ortodoks di Konstantinopel pada 1453, akibat perselisihan Gereja Ortodoks dengan Paus. Sultan Mehmet II bisa saja membiarkan tahta itu kosong, dan menghilang seperti yang terjadi di Anatolia.

“Yang dilakukan sang penakluk tidak demikian. Ia adalah raja yang berpikiran terbuka pada zamannya,” tulis sejarawan itu. “Ia menghidupkan kembali Patriakat Oecumenical, yang memimpin Gereja Ortodoks sejak abad keempat masehi.”

Sultan Mehmet II mencari George-Gennadios Scholarius, biarawan berusia 50 tahun yang dihormati umat Islam dan Kristen Turki. Scholarius saat itu ditangkap pasukan Sultan Mehmet II di sebuah desa dekat Edirne, dan diperlakukan dengan sangat baik.

Kritovoulos, sejarawan lain Byzantium, menulis; Sultan Mehmet II membawa Scholarius ke Konstantinopel dan memberinya tahta suci dan kekuasaan sebagai imam besar Gereja Ortodoks. Pada 5 Januari 1454 Scholarius dinobatkan dan disucikan di Gereja Rasul Kudus.

Tidak ada penduduk Konstantinopel yang diperbudak, kendati saat itu perbudakan adalah hal biasa. Bahkan Hüma Hatun, ibu Sultan Mehmet II, mantan budak.

“Sultan Mehmet II sangat menghargai budaya Yunani dan mempelajari Kristen,” tulis Sphrantzes. “Ia datang ke kediaman Patriarch Scholarius, dan meminta sang imam besar untuk menulis penjelasan tentang Kristen.”

Kesaksikan Sphrantzes tentang kebijaksanaan Sultan Mehmet II menjadi penjelasan penting atas pertanyaan mengapa Konstantinopel, yang saat ini bernama Istanbul, tetap menjadi salah satu kota paling multirelijius di Kekaisasaran Ottoman selama berabad-abad. (hls)

Sumber : Eramuslim

Belum Ada Kemajuan, Pelapor Sukmawati Akan Datangi Polda Metro Jaya

Belum Ada Kemajuan, Pelapor Sukmawati Akan Datangi Polda Metro Jaya

10Berita – Denny Andrian, pihak pelapor kasus penistaan agama Sukmawati Soekarnoputri terkait puisi ‘Ibu Indonesia’, mengaku belum mendapatkan perkembangan atas laporannya dari pihak kepolisian. Untuk itu, Denny mengatakan akan mendatangi Polda Metro Jaya, Kamis (19/4) besok.

“Besok jam satu saya akan datangi polda khususnya Subdit direktorat keamanan negara,” ujar Denny pada Republika, Rabu (18/4).

Denny menjelaskan, kedatangannya untuk mengkonfirmasi sejauh mana perkembangan atas laporannya. Laporan itu sendiri dibuat sejak awal April lalu. “Saya mau tanya ke Polda, menanyakan sudah sejauh mana penyelidikannya dan penyidik apa sudah memanggil ibu Sukma atau belum,” kata Denny.

Selain menanyakan perkembangan laporan, Denny juga mengaku akan menyerahkan barang bukti berupa sebuah ponsel. Ponsel tersebut yang digunakannya saat melihat Sukmawati melantunkan puisi dari sebuah jejaring sosial YouTube.

Sebelumnya Kabiro Penmas Polri Brigjen Mohammad Iqbal mengatakan, pihaknya belum memeriksa Sukmawati Soekarnoputri. “Belum ada pemeriksaan, pemeriksaan itu dalam rangka pro justicia. Saat ini belum ada upaya mabes maupun pmj untuk melakukan upaya paksa,” ujarnya Kamis (12/4) lalu.

Halaman selanjutnya →

Halaman 1 2

Iqbal mengatakan, polisi terlebih dahulu akan meminta keterangan awal pada semua pihak terkait. Meski belum akan memeriksa Sukmawati, Iqbal meyakinkan bahwa Polri akan menangani kasus tersebut. “Tapi yakinlah Polri akan profesional untuk menangani masalah ini,” tegasnya.

Polri telah menerima setidaknya empat belas laporan terhadap Sukmawati Soekarnoputri terkait puisi berjudul Ibu Indonesia yang ia buat. Laporan tersebut ditujukan pada sejumlah Polda dan Bareskrim Polri.

Puisi Sukmawati berjudul Ibu Indonesia dinilai sejumlah pihak mengandung unsur SARA. Para pelapor menilai puisi tersebut menodakan agama. Dalam semua laporan tersebut, Sukmawati disangkakan dengan Pasal 156 dan Pasal 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama. (rol)

Sumber : Republika.co.id

Skandal Century, Boediono, dan KPK yang Gamang

Skandal Century, Boediono, dan KPK yang Gamang

10Berita, "Pak Boediono, dua deputi anda meninggal karena stres dan satu masuk penjara. Bapak kok pengecut sekali. Kan bapak yang bertanggungjawab sebagai Gubernur BI. Bapak yang mengambil keputusan, belajarlah jadi kestria. Jangan pengecut begitu,” kata ekonom senior Rizal Ramli, pedas.

Pernyataan tegas dan tanpa tedeng aling-aling itu dia sampaikan saat menjadi salah satu pembicara pada acara di talkshow Indonesia Lawyers Club (OLC) Selasa, (17/0418). Malam itu untuk kesekian kalinya mantan Menko Ekuin dan Menteri Keuangan era Presiden Abdurrahman Wahid tersebut jadi bintang. Selain melampar pernyataan keras kepada Boediono, RR, begitu dia biasa disapa, juga menohok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan telak.

“Bank Century itu sederhana. Untuk selamatkan bank, yang penting bayar dana pihak ketiga. Dalam kasus Century, dana pihak ketiganya kurang dari Rp2 triliun. Tapi ini aneh, kok di-bail out Rp6,7 triliun, lebih dari tiga kali lipat. Ini jelas kejahatan. Masak KPK gitu aja kaga ngarti!” tukasnya.

Rizal Ramli memang sudah lama geram dengan penyelesaian skandal Bank Century yang berlarut-larut dan jalan di tempat. Bukan hanya dia, banyak pihak lain juga merasa KPK tidak serius menuntaskan kasus yang meledak sejak 2008. Sebagian pihak bahkan menduga mandulnya KPK dalam kasus ini karena lembaga antirasuah tersebut bekerja sesuai pesanan penguasa saat itu.

“Di Amerika, Preisden Nixon tidak melakukan kejahatan. Yang dia lakukan adalah berusaha menutupi kejahatan pihak lain. Itulah sebabnya dia di-impeach. Kalau KPK menghalangi-halangi meneruskan pemeriksaan skandal Century, saya setuju KPK harus di-impeach juga. Tapi bagaimana caranya, ya?” ujarnya lagi.

Kopeg dan berbohong

Kasus Bank Century kembali menyeruak ke permukaan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 10 April silam memerintahkan KPK menetapkan sejumlah tersangka baru pada kasus Bank Century, antara lain mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.

Boediono sendiri keukeuh berpendapat, bahwa tindakannya menyelamatkan Bank Century adalah suatu keharusan. Sebab kalau tidak, lanjut dia, Indonesia akan kembali terjerembab pada kubangan krisis dahsyat bak 1998 silam. Dia berpendapat saat itu situasinya nyaris persis sama dengan tahun 1997. Ada krisis likuiditas di perbankan karena uang mengalir keluar. Sementara itu, PUAB macet karena mereka tidak saling percaya.
 
Kalau ada pejabat yang, maaf, kopeg alias keras kepala, mungkin Boediono adalah salah satunya. Agak mengherankan, memang, bagaimana mungkin seorang profesor ekonomi yang sudah lebih dari sekitar 40 tahun bergelut di tataran kebijakan ekonomi negeri ini, kok tetap saja ngeyel bahwa Bank Century punya dampak sistemik. Padahal penjelasan yang disampaikan berbagai pihak sebelumnya, bak melantunkan koor, bahwa Century teramat kecil untuk mampu memberi dampak sistemik pada sistem perbankan nasional. Kontribusinya cuma 0,4% di pasar uang antar bank (PUAB) alias Interbank Call Money Market.
 
Menurut Boediono, Oktober-November 2008 rata-rata aliran modal keluar mencapai US$3 miliar dollar. Penyebabnya, antara lain karena Indonesia tidak menerapkan blanket guarantees seperti di Singapura dan Malaysia.
 
Boediono jelas berbohong. Siapa pun tahu, pada Oktober-November 2008 tidak ada gejolak, apalagi sampai seperti tahun 1997, awal terjadinya krisis moneter. Tidak ada secuil pun bukti yang membenarkan pernyataan itu.
 
Oke, katakanlah kalau situasinya memang gawat seperti tahun 1997. Maka yang harus ditempuh bukanlah berkali-kali menggerojok bank kecil Century dengan fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP). Tapi, pada konteks Century, tetap saja bank ini terlalu kecil untuk menimbulkan riak, apalagi gelombang, dalam sistem perbankan kita. Aduh, Pak Boed, teganya dikau membohongi publik dengan data dan argumen ngawur bin ngeyel-mu itu…

‘Ember bocor’

Bank Century memang sudah busuk, sudah rusak sejak awal. Bahkan bank yang dikomandani Robert Tantular tersebut sudah bermasalah sebelum terjadi merger Bank Piko, Bank Danpac, dan Bank CIC menjadi Century. Seharusnya pemerintah menutup sejak awal.  Dengan ukuran yang liliput seperti itu, jika ditutup sama sekali tidak akan ada efeknya bagi sistem perbankan nasional. Itulah sebabnya Rizal Ramli menilai Bank Century ini memang sengaja mau  dipakai sebagai ‘ember bocor’.
 
‘Ember bocor’ yang dimaksudkannya adalah istilah lain dari upaya membobol bank untuk keperluan tertentu. Dalam konteks Bank Century, uang bail out itu mengalir untuk keperluan partai politik tertentu. Langkah itu bisa didendus dengan tidak lazimnya jumlah dana untuk mem-bail out yang mencapai Rp6,7 triliun. Padahal  dana pihak ketiganya hanya sekitar Rp2 triliun. 

RR tidak keliru. Berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi, terungkap penetapan Bank Century sebagai bank berdampak sistemik memang bermasalah. Sebetulnya BI pernah membuat matriks hasil kajian terhadap Bank Century. Rencananya, matriks tersebut akan dilampirkan dalam surat permohonan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang ditujukan kepada Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani. Namun, lantaran matriks tidak menyebutkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, maka matriks tersebut dicopot dari lampiran.
 
di Pengadilan, Halim Alamsyah yang ketika itu menjadi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) bersaksi, dia pernah diperintah membuat analisis dampak sistemik dari Bank Century dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, 13 November 2008. Hasil analisisnya, Bank Century tidak berdampak sistemik. Ukuran Bank Century dan perannya dalam pemberian kredit pun relatif kecil. Begitu juga dengan keterikatan sektor riil. Singkat kata, secara keseluruhan menunjukkan Bank Century kecil.
 
Tapi Boediono seperti kalap. Dia tetap bertekad menggerojok Century dengan duit triliunan rupiah.  Padahal, sejak awal sudah disodori berbagai dokumen yang menunjukkan bank itu sama sekali tidak layak memperoleh FPJP. Namun BI terus saja mengguyur FPJP, walau Bank Century belum memenuhi beberapa dokumen terkait jaminan aset kredit yang diagunkan ke BI sebagai syarat mendapatkan FPJP. 

Padahal, sejak 14 November 2008 sampai 18 November 2008, telah dicairkan FPJP tahap pertama sebesar Rp 502 miliar. Jumlah itu masih ditambah lagi dengan FPJP tahap II sebesar Rp187,3 miliar. Dengan demikian, total FPJP tahap I dan II sebesar Rp 689,3 miliar. Padahal, lagi-lagi, persyaratan perihal agunan aset kredit untuk FPJP tahap I belum dipenuhi.

Audit Internal BI mengaku sudah bergerak  begitu mengetahui adanya kejanggalan tersebut. Namun, menurut saksi Wahyu yang saat itu menjabat sebagai Direktur Audit Internal BI, ia malah dimarahi Gubernur BI Boediono ketika melaporkan kejanggalan tersebut.

Dengan rentetan fakta seperti itu, sulit mengelak bahwa telah terjadi perampokan uang negara melalui bail out Century. Pertanyaannya, kok bisa tindakan kriminal tadi terjadi di depan hidung para pemegang otoritas moneter? Apakah karena di sana ada Boediono yang sangat patut diduga menjadi mind master-nya? 

Lalu, untuk apa Rp6,7 triliun bagi seorang, yang sepertinya, kalem dan santun seperti dia? Apakah dia bekerja untuk kepentingan Parpol tertentu? Maklum, waktu itu memang menjelang Pemilu dan Pilpres 2009. Inikah yang kemudian disebut Rizal Ramli sebagai gratifikasi jabatan? Faktanya, secara mengejutkan, tiba-tiba SBY menggandeng Boediono sebagai Capresnya pada laga Pilpres 2009.

Di usia yang sudah teramat senja, publik berharap Boediono mau mengakhiri perjalannya dengan husnul khotimah, dengan akhir yang baik. Dia pasti paham benar, bahwa jabatan, kedudukan, harta, dan sebagainya pada saatnya akan selesai juga. Tidak secuil pun yang akan dibawa menghadap Yang Maha Kuasa. Jadi, ayolah, pak Boed. Bersikaplah kesatria! (*)

Jakarta, 18 April 2018

Edy Mulyadi
Direktur Program Centre for Economy and Democracy Studies (CEDeS)

Sumber : SI Online

Boediono Tersangka, Skenario SBY Ditarik ke Jokowi?

Boediono Tersangka, Skenario SBY Ditarik ke Jokowi?



10Berita, Hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan praperadilan terkait kasus Bank Century yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kepada KPK. Itu artinya Hakim juga memerintahkan termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan.

KPK masih pelajari putusan PN soal penetapan Boediono tersangka Kasus Century
https://www.merdeka.com/peristiwa/kpk-masih-pelajari-putusan-pn-soal-penetapan-boediono-tersangka-kasus-century.html

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan saat ini pihaknya masih mempelajari putusan PN Jakarta Selatan. Namun KPK memastikan bakal menindaklanjuti setiap perkara yang sudah memenuhi syarat hukum.

Diantara nama-nama yang disebutkan, nama mantan wapres Boediono yang paling mendapat perhatian. Pasalnya kasus Century terjadi saat ia masih di Bank Indonesia dan SBY Presidennya. Bila kasus ini terus disidik KPK, bukan mustahil nama SBY akan terungkap ke permukaan. Diketahui, dalam perkara Century, KPK baru menyeret bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya ke penjara. Meski nama-nama besar mencuat dalam kasus korupsi pemberian FPJP Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik di dalam persidangan, KPK belum juga menjerat pihak lain sampai saat ini.

Dalam dugaan korupsi pemberian FPJP Century, Budi Mulya didakwa bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang VI, Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur Bidang VII, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim.

Entah mengapa kemudian pada saat itu SBY menjadikan Boediono sebagai capresnya. Tentu publik melihat keterkaitan dijadikannya Boediono sebagai cawapres SBY pada pilpres 2009. Boediono bisa dibilang tidak dikenal pada saat itu, namanya mulai dikenal sejak kasus Century muncul kepermukaan.

Kini dengan amar putusan pengadilan Jakarta Selatan, Boediono dapat dijadikan tersangka bersama dengan nama-nama lain dalam kasus Century. Bahkan bukan tidak mungkin SBY akan diseret dalam kasus Bank Century.

Mantan anggota Tim Pengawas Century, Muhammad Misbakhun, pernah menyebut Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono sebagai dalang dalam skandal bail out Bank Century.

[19-08-2015]
Misbakhun Sebut SBY sebagai Dalang Kasus “Bail Out” Century
https://nasional.kompas.com/read/2015/08/19/14095681/Misbakhun.Sebut.SBY.sebagai.Dalang.Kasus.Bail.Out.Century

Misbakhun mengaku memiliki cukup bukti untuk menyebut SBY terlibat dalam kasus yang merugikan uang negara sebesar Rp 6,7 triliun itu.

“Kalau ditarik mundur, konstruksinya ketemu. Dalangnya bukan dalang wayang, Pak SBY adalah dalangnya kasus Century,” ujar Misbakhun dalam peluncuran buku berjudul “Sejumlah Tanya Melawan Lupa” di Hotel Atlet Senayan, Jakarta, Rabu (19/8/2015). Di buku itu, Misbakhun mengungkap sejumlah fakta baru mengenai skandal bail out Bank Century.

Menurut Misbakhun, bukti pertama keterlibatan SBY diketahui melalui keterangan Sri Mulyani, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK). Saat diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Amerika Serikat pada 2013, Sri mengakui bahwa kebijakan dana talangan Bank Century telah dilaporkan kepada SBY selaku presiden pada saat itu.

SBY membantahnya, ia mengaku tidak diberi tahu soal kebijakan pinjaman dana bagi Bank Century. Ia beralasan saat kebijakan tersebut dibuat, ia sedang berada di luar negeri. Kini kesempatan KPK untuk mengkonfrontir dua keterangan yang berbeda tersebut. Tentu saja kasus ini menjadi lebih berdimensi, bukan hanya hukum akan tetapi politik nasional.

Kasus Bank Century merupakan tekanan politik bagi Cikeas menjelang pemilu 2019. Dan ini signal kuat SBY bakal merapat ke kubu Jokowi.

Prabowo Dianggap Tak Meyakinkan, Demokrat Akan Dukung Jokowi, Jika Head to Head Lagi
http://www.tribunnews.com/nasional/2018/04/17/prabowo-dianggap-tak-meyakinkan-demokrat-akan-dukung-jokowi-jika-head-to-head-lagi

Politisi PDI-P Keceplosan Sebut Demokrat Sudah Deklarasi Dukung Jokowi
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/10/18083231/politisi-pdi-p-keceplosan-sebut-demokrat-sudah-deklarasi-dukung-jokowi

Wiranto Bertemu SBY, Golkar Berharap Demokrat Dukung Jokowi
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180418143928-32-291723/wiranto-bertemu-sby-golkar-berharap-demokrat-dukung-jokowi

Boediono yang saat ini tidak memiliki kekuatan politik butuh perlindungan dari penguasa. Ia bisa saja mengatakan apapun demi melindungi dirinya dan posisi SBY tentu tak aman.

Sumber: https://www.donzakiyamani.com/2018/04/boediono-tersangka-sby-dukung-jokowi.html

***

NB:

Di acara ILC tvOne edisi Selasa 17 April 2018, Fahri Hamzah menyebut kasus Boediono ini hanya dijadikan alat bargaining politik jelang Pilpres.

Simak video pernyataan Fahri di ILC…

Sumber: portalislam

Dunia Tergantung Indonesia

Dunia Tergantung Indonesia

10Berita – Judul di atas niscaya memunculkan beberapa perdebatan baik ringan, sedang, hingga debat berat berklasifikasi filsafat maupun geopolitik. Tentunya, “Itu fiktif atau fakta; mitos atau sekedar mimpi; fiksi atau realitas; itu opini atau cuma menyenangkan diri sendiri?”.

Maka entah mitos, fiktif, opini ataupun fiksi, penulis teringat nasehat leluhur dulu: “Dunia tergantung Indonesia, Indonesia tergantung Jawa, Jawa tergantung Jawa Timur.” Titik. Pertanyaan dari penulis, “Jawa Timur tergantung mana, dan mana tergantung siapa?” Mari kita diskusi sejenak sembari ngopi sebatas Dunia Tergantung Indonesia saja, tak sampai ke Jawa, Jawa Timur, apalagi mana dan siapa.

Tak dapat dipungkiri siapapun, bahwa takdir geopolitik Indonesia ditinjau dari perspektif global sungguh menggiurkan lagi sangat strategis. Apa saja elemen dan/atau faktornya?

Pertama, geoposisi silang di antara dua samudera (Lautan Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Australia dan Asia) mengandung konsekuensi bahwa hampir 80% perdagangan dunia bersinggungan di Indonesia, bahkan 50% tanker minyak dunia melintasi perairan/selat-selat Indonesia. Ya. Perairan kita dilintasi Sealane of Communication (SLOC), yaitu jalur pelayaran global untuk barang dan jasa tak kunjung sepi;

Kedua, sumber raw material berbagai industri. Perbandingannya, apabila Irak, atau Arab Saudi, dan lain-lain cuma punya minyak dan gas, kita memiliki semuanya terkait pangan dan energi termasuk industri pariwisata dan lain-lain;

Ketiga, pasar nan potensial karena merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 plus muslim terbesar di dunia;

Keempat, tempat memutar kembali kapital (investasi) atas modal yang telah terakumulasi;

Kelima, negeri dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, beriklim tropis (dua musim), serta curah hujannya tinggi.

Ke-5 aspek di atas, bukanlah fiksi bukan pula opini, namun itulah garis besar atas realitas geopolitik Indonesia. Beberapa pertanyaan out of the box pun muncul:

(1) seandainya kita menutup diri dari dunia luar sebagaimana Cina tempo doeloe, apakah bangsa Indonesia bisa terus langgeng?

(2) seandainya Indonesia diserang secara militer seperti Suriah dibombardir oleh Amerika, Perancis dan Inggris, siapa yang bakal dirugikan?

Ya, ya! Tempat putar kapital niscaya lari entah kemana, lintasan SLOC akan terhenti, distribusi supplay and demand akan berhenti, suplai raw material bakal macet, buntu, dan lain-lain. Inilah sekilas fiksi bahwa dunia sejatinya tergantung Indonesia. Tinggal bagaimana bangsa ini memberdayakan takdir geopolitik dimaksud. Misalnya, bila dikeluarkan TAP MPR atau minimal UU untuk mengutip fee dalam bentuk rupiah bagi setiap kapal yang melintas di perairan kita, niscaya devisa bakal gendut dan rupiah tak bakal melemah karena dicari banyak negara. Kenapa kita sekarang justru merengek-rengek kepada dunia? (tgr)

Oleh M Arief Pranoto,

Penulis adalah Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Sumber :Eramuslim