04
Fenomena Siti Aisyah; Bagaimana Intelejen Memanfaatkan ‘Kurir’ Demi Target Yang Ditetapkan (Sama Kasus Dengan Terorisme)
10Berita-Jakarta- Pengamat Intelejen Sofjan Lubis memberikan pendapatnya mengenai dugaan keterlibatan Siti Aisyah salah satu warga negara Indonesia didalam bagian perencanaan Pembunuhan Kim Jong Nam saudara Tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong UnSofjan Lubis mengatakan, fnomena Siti Aisyah itu mirip dengan taktik intelejen memanfaatkan ‘target korban’ yang sudah direkrut dengan alasan lain demi sebuah agenda terorisme.
Dulu ada Istilah Pengantin atau orang yang akan dijadikan pelaku pengemboman atau eksekutor (pelaksana). Pengantin ini, bisa dikatakan sebagai pelaku kalau dalam sisi penilaian kejadian setelah peledakan atau pengeboman, namun dalam segi penilaian intelejen bisa dikategorikan korban, mengapa bisa disebut korban? Ada proses pendoktrinan, infiltrasi pemikiran kepada sang pengantin (pelaku pengeboman) dan ini adalah SOP sebuah operasi intelejen, yaitu merekrut, membina (proses) dan selanjutnya memanfaatkan.
Semua itu butuh waktu yang cukup lama, berbulan bulan, demi menyelaraskan pola pikir yang ada dalam agenda teror, agar sang pengantin tidak berubah pikiran dalam melakukan aksi terornya. Media serta opini yang sering mengarahkan Islam dan teroris melupakan satu hal, bahwa sebuah operasi terorisme itu bisa termasuk dalam operasi intelejen. Dari merekrut simpul tertinggi atau kepala operasinya, lalu mengarahkan agenda agenda dan selanjutnya memilih basis kekuatan dengan merekrut orang orang yang sepaham atau seideologi pemikiran hingga akhirnya memilih salah satu pelaksana eksekutor atau di Indonesia disebut pengantin Intelejen cukup memiliki SOP untuk merekrut kepala nya, membina sikepala untuk selanjutnya dimanfaatkan juga untuk menjaring orang orang yang tertarik untuk sepaham dan seideologi lalu memilih salah satunya untuk melakukan aksi teror dalam bingkai berjihad.
Badan Intelejen Amerika (CIA) sering lakukan hal tersebut, dengan merekrut infiltran infiltran potensial, yang bisa menjadi pemimpin umat (bisa dianggap), untuk selanjutnya dapat mengumpulkan barisan kekuataan tersendiri (jamaah), selanjutnya diberikan pelatihan serta agenda aksi terorisme.
Agama Islam yang akhirnya menjadi korban fitnah, sementara fakta aslinya adalah sebuah operasi intelejen yang sangat rapi. Dan hal inilah yang terjadi pada sosok Siti Aisyah WNI yang dimanfaatkan pihak intelejen Korea Utara dalam aksi pembunuhan saudara tiri Kim Jong UN yaitu Kim Jong Nam.
Ketidakpahaman atau lebih kearah ‘polos’ nya Siti Aisyah serta dorongan mendapatkan peluang kesempatan menjadi bintang televisi secara instan akhirnya dimanfaatkan oleh inetelejen dengan settingan syuting acara bertema ‘prank’
Intelejen sangat paham arti ‘memanfaatkan’ aset untuk target operasi intelejen, Siti Aisyah dikategorikan aset yang bisa dimanfaatkan untuk peran yang sudah disiapkan matang (intelejen).
CIA sudah banyak berikan contohnya, lantas apakah badan intelejen Korea Utara tidak bisa melakukan hal yang sama. Siti Aisyah adalah korban pemanfaatan dari sebuah operasi intelejen antar negara, tinggal dicari pelaku mana yang berperan menjadi agen intelejen ganda diluar korea utara yang merekomendasikan sosok Siti Aisyah mendapatkan peran dalam operasi intelejen pembunuhan Kim Jong Nam.
Bisa diduga, sebelum Siti Aisyah bisa masuk perangkap, ada aktor atau pelaku lain yang berperan merekrut dan memilih Siti Aisyah secara acak dengan agenda lain yaitu menyeret nama Indonesia dalam aksi pembunuhan tersebut. Jelas ini ada sebuah agenda besar, dan patut dibaca apa yang telah dikeluarkan oleh media asing Eropa yang mengarahkan keterlibatan badan intelejen China dibalik peristiwa pembunuhan tersebut.
Dapat menjadi dugaan, keterlibatan Intelejen China dibalik perekrutan dan aksi pemanfaatan sosok Siti Aisyah pada peristiwa pembunuhan Kim Jong Nam, dengan mengambil satu pelaku lain adalah wanita berkewarganegaran Vietnam.
Kehidupan Siti Aisyah yang dekat dengan warga negara keturunan Tionghoa, bisa menjadi jalan bagaimana dirinya akhirnya masuk perangkap untuk dimanfaatkan dalam operasi inetelejen pembunuhan Kim Jong Nam.
Yang perlu diketahui adalah, kelemahan infiltrasi yang dimiliki oleh Badan Intelejen Korea Utara adalah terbatasnya akses, sementara badan intelejen China memiliki luar biasa akses dan potensi ditambah sosok Kim Jong Nam sudah lama bermukim diwilayah RRT, Artinya pihak RRT tentu lebih mengetahui kesibukan, kebiasaan, serta segala yang dilakukan oleh Kim Jong Nam, artinya mengetahui waktu dan kesempatan yang bisa dipakai untuk pelaksanaan pembunuhan.
Mungkin yang menjadi catatan adalah apabila ternyata benar adanya ketelibatan badan intelejen China dibalik pembunuhan Kim Jong Nam, maka itu menjadi petunjuk yang akhirnya mengungkap bahwa mereka (intelejen China) memiliki akses luas di negara ini sehingga bisa dengan mudah memilah dan memilih (seperti apa yang terjadi pada Siti Aisyah) tutup Sofjan
Adityawarman @aditnamasaya
Sumber: lingkarannews