Jerat Riba Vs Gerakan Dakwah Islam di Pedesaan
10Berita, Masyarakat di pedesaan masih banyak yang lebih besar pasak daripada tiang. Hal tersebut bukan karena gaya hidup mereka boros, tetapi karena mereka tidak mempunyai penghasilan yang tetap. Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan dasar saja bisanya mereka harus meminjam uang.
Meminjam uang kepada lintah darat atau rentenir biasanya menjadi pilihan mereka, mengingat proses meminjamnya yang mudah. Kondisi seperti ini juga terjadi di Desa Jampang, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Melihat kondisi masyarakat yang terjebak dalam jerat lintah darat, Cahyadi (44 tahun) yang lebih dikenal dengan sebutan Kang Yadi oleh masyarakat sekitar berupaya membebaskan masyarakat dari jerat riba. Pria kelahiran tahun 1973 tersebut mengaku, sangat risau melihat masyarakat terjerat riba. Sementara, manusia diwajibkan harus saling tolong-menolong dalam kebaikan.
"Terjadi kemunkaran di tengah masyarakat, saya tidak bisa membiarkan hal seperti itu terjadi," ujarnya saat ditemuiRepublika.co.id, di halaman Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, Ahad (9/4).
Cahyadi mengungkapkan, perjuangan untuk membebaskan masyarakat sekitar dari riba dan memberdayakannya memang belum maksimal. Tapi, tetap punya keinginan kuat untuk terus berjuang selangkah demi selangkah.
Harapannya, kampung tempat tinggalnya bisa terbebas dari riba, meski setahap demi setahap dan memerlukan perjalanan yang panjang. Raut wajah Kang Yadi tampak serius. Dia menyampaikan dengan nada optimis, apapun akan diupayakan yang penting masyarakat tidak lagi terjerat riba.
Kemudian, setelah terlepas dari jerat riba, masyarakat bisa mengubah gaya hidupnya. Sehingga masyarakat bisa lebih mandiri secara ekonomi. Membantu warga desa yang kesulitan bagi Kang Yadi sudah menjadi candu. Ia mengaku mendapatkan kebahagiaan tersebdiri hanya saat bisa membantu.
Sejak tahun 2000, Kang Yadi sudah sering membantu masyarakat sekitar. Misalnya ada warga di desanya yang sakit, dia bantu membawanya ke Rumah Sakit (RS). Ia mengaku, ada kebahagiaan tersendiri yang dirasakan saat bisa membantu sesama manusia.
Pada akhir 2013, Kang Yadi yang mendapat kepercayaan dan dukungan dari Laznas Al-Azhar mendirikan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pelita Jampang Gemilang. Salah satu gerakan KSM adalah membantu masyarakat melunasi hutang ribanya.
Bantuan yang diberikan KSM kepada masyarakat pun tanpa bunga. "Contohnya ada ibu-ibu yang meminjam uang Rp 1 juta ke KSM, ibu tersebut juga mengembalikan uangnya Rp 1 juta," ujar Kang Yadi sambil tersenyum.
Disamping membebaskan masyarakat dari cengkeraman lintah darat, KSM juga merupakan gerakan dakwah. Ia menerangkan, mereka yang meminjam uang dari KSM juga disarankan ikut kegiatan mengaji yang dijadwalkan setiap pekannya. Sambil mengaji, mereka bisa membayar angsuran ke KSM, tapi tidak ada paksaan atau tekanan harus bisa membayar.
Sebagai gerakan dakwah, KSM juga mengharuskan anggotanya mengikuti pengajian, menabung, melakukan infak tabaru untuk biaya kesehatan ketika sakit dan menanam pohon di halaman rumahnya. Bisa menanam cabai, tomat, terong dan lain sebagainya. Tujuannya agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dapur mereka.
Didatangi rentenir
Sambil menghela nafas Kang Yadi melanjutkan ceritanya, memang setiap perjuangan selalu menghadapi kendala. Namun semua kendala yang ada harus bisa dinikmati.
Salah satu kendalanya, KSM yang mempunyai gerakan sosial dan dakwah di ruang lingkup kecamatan kerap mendapatkan fitnah. Juga sering diisukan yang tidak-tidak. Namun, hal ini dimakluminya karena mungkin masih banyak masyarakat yang belum mengenal KSM.
"Pernah didatangi sama seseorang yang meminjamkan uang (rentenir), dia mengaku uangnya yang dipinjam masyarakat sangat banyak," terangnya.
Rentenir tersebut, dikatakan dia, sampai menyebutkan nama-nama orang yang meminjam uang kepadanya. Menurutnya, mungkin ada rentenir yang terganggu dengan gerakan KSM. Sebab, masyarakat yang tadinya meminjam uang ke rentenir, kini lebih memilih meminjam uang ke KSM.
Kang Yadi yang juga menjadi tokoh inspiratif Laznas Al-Azhar mengaku, pernah membantu seorang ibu yang rumahnya mau disita oleh rentenir. Awalnya, dia diberitahu tahu oleh guru mengajinya. Sang guru menyuruh Kang Yadi untuk membantu seorang ibu yang tinggal di desa sebelah.
"Pas ketemu ibu itu, saat bertemu menangis ke saya sambil minta tolong, rumahnya mau disita oleh orang yang meminjamkannya uang," jelasnya.
Kemudian, dia mencari rumah orang yang mau menyita rumah si ibu. Saat ketemu terjadi dialog yang cukup alot. Akhirnya rentenir tersebut mau menerima uang dari Kang Yadi untuk melunasi hutang si ibu. Rentenir itu juga akhirnya mau mengembalikan jaminan yang disitanya dari si ibu.
"Hutang si ibu Rp 12 juta, bukan saya yang membantu, saya juga minta bantuan ke Laznas Al-Azhar dan teman-teman," ujarnya pelan.
Saat ini, masyarakat yang pernah dibantu KSM sudah ada yang menjadi pengusaha ikan cupang, pengrajin keset dan pedagang keliling. Selain itu, anggota KSM juga dapat jaminan kesehatan. Setelah berobat ke RS, anggota KSM bisa menunjukan kuitansi bekas berobat ke pengurus KSM. Nanti, KSM akan menggantinya dengan uang infak tabaru.
KSM juga setiap tahun memiliki agenda rutin menyantuni anak yatim dan piatu di Kecamatan Kemang. Sebelum aktif di KSM, Kang Yadi sebenarnya sudah memulai gerakan sosialnya sejak tahun 2000. Dia kerap membantu warga yang sakit dan membawanya ke RS. "Kalau buat umat saya tidak pusing, saya yakin selalu ada jalan keluar," ujarnya.
Sumber: Republika