Pengamat Ini Sarankan Jokowi Segera Lantik Ahok, Gak usah Pakai Pilkada Segala
10Berita– Pimpinan Rumah Amanah Rakyat (RAR) Ferdinand Hutahaean mengatakan, gelaran pilkada DKI Jakarta putaran dua pada hakikatnya semakin mengurangi esensi demokrasi itu sendiri.
Sebab, lanjut dia, Semakin mendekati hari pemungutan suara Pilkada Jakarta putaran ke 2, semakin jugalah Pilkada itu kehilangan moral demokrasinya.
“Demokrasi telah mati di Jakarta. Demokrasi yang seharusnya menjadi pesta kegembiraan bagi rakyat, kini berubah menjadi ajang caci maki dan permusuhan. Berubah menjadi ajang praktek brutalisme dalam demokrasi. Pilkada Jakarta harus saya nyatakan sebagai pilkada terburuk, brutal dan tidak memiliki nilai demokrasi,” tandas dia di Jakarta, Sabtu (08/04/2017).
“Saya minta maaf jika dengan berat hati menyatakan Pilkada Jakarta sebaiknya dihentikan, daripada Jakarta dan Indonesia menjadi terkotak-kotak pecah,” sambungnya.
Diungkapkannya, sikap pemerintah yang kasat mata berpihak kepada salah satu pasangan calon yaitu Ahok juga menjadi pemicu adanya ketidakadilan dalam praktek demokrasi.
Menurutnya, PDIP dan Jokowi yang sedang berkuasa, sepertinya memaksakan kehendak dalam demokrasi ini, bahwa apapun caranya, berapapun biayanya, Ahok harus jadi Gubernur.
“Inilah kondisi yang terbayang dalam pikiran saya melihat gerak-gerik dan perilaku yang terjadi. Sehingga segala upaya dilapangan yang terjadi menjadi upaya menuju perpecahan karena menghalakan segala cara untuk memenangkan pertarungan meski membunuh nilai-nilai demokrasi,” ujarnya.
Selain kampanye hitam yang brutal dilapangan, lanjut dia, netralitas negarapun menjadi dipertanyakan.
“Presiden yang jelas dan kasat mata berpihak, menjadikan keraguan bagi publik atas netralitas alat negara. Kita pertanyakan netralitas TNI, POLRI dan BIN. Netralkah TNI, POLRI dan BIN dalam pilkada Jakarta kali ini?,” terang dia.
Tak dapat dipungkiri, kata dia, semua mata dapat melihat dengan terang benderang dan menyimpulkan sendiri jawaban atas pertanyaan tersebut.
“Saya tidak ingin menjawabnya sendirian karena mungkin saja jawaban saya berbeda dengan jawaban lain yang membaca tulisan ini. Namun bagi saya, harus saya tegaskan pendapat saya dan menyatakan bahwa saya meragukan netralitas ketiga institusi tersebut dalam pelaksanaan pilkada Jakarta kali ini,” tegasnya.
Dengan demikian, kata dia, keprihatinan amatlah mendalam atas situasi terkini.
“Demokrasi mati, demokrasi diabaikan, yang tersisa adalah nafsu berkuasa, nafsu memenangkan pertarungan dengan segala cara. Demokrasi hanya tinggal nama dan dijadikan sebagai alat pembenaran untuk berkuasa dengan cara yang salah dan haram,” sindirnya.
Dengan demikian, kata dia, masih layakkah Pilkada Jakarta ini diteruskan?
“Menurut saya, pilkada ini harus dihentikan. Saya melihat bahwa ini bukan lagi praktek demokrasi yang benar,” tandas dia.
Lebih lanjut Ferdinand memperkirakan bahwa pilkada ini sangat terlihat akan menghasilkan perpecahan dengan skala nasional jika diteruskan.
Menurutnya, bangsa ini terlalu berharga jika harus dijadikan taruhan atas sebuah pertarungan pemaksaan kehendak untuk berkuasa.
“Saya usulkan agar Presiden Jokowi mengambil langkah kebijakan yang cepat untuk menghentikan Pilkada ini. Berhentikan Ahok Djarot dari jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, angkat PLT Gubernur hingga situasi kondusif untuk melaksanakan Pilkada yang baik dan benar,” kata dia.
“Percuma pilkada ini diteruskan jika penguasa rejim hanya menghendaki Ahok yang jadi Gubernur Jakarta,” imbuh dia.
Sebab, kata dia, hal dan kondisi tersebut hanya akan mengakibatkan Jakarta dibawa masuk kedalam atmosfer perpecahan dan pertikaian.
“Saya juga menyarankan kepada seluruh tokoh bangsa agar melakukan sesuatu untuk Jakarta. Agar tokoh-tokoh bangsa memberikan perhatian serius menyikapi praktek brutalisme dalam pilkada Jakarta, jangan kita biarkan Indonesia tercabik hanya karena nafsu serakah untuk berkuasa,” ujarnya.
“Atau mungkin Presiden Jokowi melantik saja Ahok sekarang jadi Gubernur tanpa menunggu hasil pilkada. Mungkin itu lebih baik daripada pilkada hanya alat legitimasi sebuah pemaksaan kehendak,” sindirnya.(jk/ts)
Sumber: Teropong Senayan, eramuslim