Imam Bukhari pun Pernah Ditahdzir
Secara singkat, Tahdzir itu adalah peringatan untuk menjauhi seseorang. Dan itu bukan terjadi pada zaman sekarang saja. Tapi sudah sejak zaman dahulu.
Aksi bela Islam di Indonesia sangat diapresiasi oleh banyak umat Islam di dunia , tak terkecuali Saudi, banyak ulama dari Saudi yang mengapresiasi akan tindakan umat Islam Indonesia ini. Walaupun ada segelintir saudara kita yang masih suka nyiyir , maka doakan, semoga Allah memberi mereka hidayah.
Hal yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini adalah mengenai “mengukur akidah seseorang dari bagaimana dia menanggapi Aksi Bela Islam, persis seperti cara jamaah orang yang mentahdzir Imam Bukhari pada masanya”.
Tak perlu heran, ketika seorang ustadz menyampaikan kajian, kemudian di sesi tanya jawab akan mendapat pertanyaan yang berisi tentang bagaimana tanggapan ustadz tentang Aksi Bela Islam tersebut.
Kita sangat menghormati jika yang bertanya ini memang untuk mencari ilmu dari hati, namun yang kita sayangkan adalah ketika pertanyaan tersebut hanya dijadikan sebagai barometer untuk menghakimi akidah sang ustadz.
Gambarannya seperti ini, “ada seorang jamaah, sebut saja namanya si fulan, ia mengikuti kajian seorang ustadz yang memang sejak awal kejadian penistaan terhadap Al-Qur’an sudah membolehkan umat untuk ikut berpartisipasi dalam Aksi Bela Islam (ABI).
Khusus hari ini, si fulan menghadiri kajian sang ustadz dengan tujuan untuk memastikan pendapat ustadz dan akidahnya, sudah lama kajian berlangsung namun sang ustadz tidak juga menyinggung masalah ABI. Materi kajian ustadz juga sudah selesai namun ustadz juga belum menyinggung masalah itu.
Tersisalah waktu untuk tanya jawab.
Dengan gaya dan nada orang yang sudah “nyunnah”, si fulan pun angkat tangan dan bertanya (itu jika model sesi tanya jawabnya langsung penanya yang bicara), atau ia menulis di sebuah kertas pertanyaan tentang bagaimana tanggapan ustadz dalam masalah ABI. Ustadz pun menjawab dengan jawaban yang sesuai realita bahwa hal itu boleh-boleh saja, karena masalah ini adalah kasus penistaan yang sudah di luar batas.' lantas si fulan pun langsung menghakimi bahwa akidah sang ustadz bermasalah” Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Tahukan saudara sekalian, bahwa cara ini sangat persis dengan apa yang dilakukan oleh jamaah dan murid orang yang dahulunya pernah mentahdzir Imam Bukhari. Jadi saudara sekalian harus tahu bahwa Imam Bukhari dahulu juga pernah ditahdzir.
Beliau ditahdzir lantaran mengatakan bahwa “Suara hamba, gerak-gerik, tindak-tanduk serta pengucapan mereka terhadap ayat Al Qur’an adalah makhluk”. Beliaupun diuji ketika itu.
Pada suatu hari seorang lelaki dalam majelis beliau bertanya, “Wahai Abu Abdillah apa pendapat anda tentang pelafalan kita terhadap ayat-ayat al-Quran, apakah makhluk atau bukan makhluk?” Imam Bukhari berpaling mengabaikan pertanyaan orang ini dan tidak memberikan jawaban. Kemudian orang itu terus bertanya untuk kedua kalinya. Imam Bukhari pun kembali berpaling mengabaikan dan tidak memberikan jawaban. Kemudian dia menanyakan pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya.
Imam Bukhari pun akhirnya menjawab, “Al-Quran adalah kalamullah bukan makhluk, tindak tanduk hamba adalah makhluk, menguji-nguji orang adalah bid’ah!” orang ini pun membuat suasana gaduh, orang-orang pun terpancing sehingga terjadi kegaduhan dan akhirnya bubar. Setelah peristiwa itu Imam Bukhari berdiam diri di kediaman beliau. (Siyār A’lām an-Nubalā’, 12/453-454)
Orang yang mentahdzir beliau ketika itu adalah ulama besar yang bernama Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhali, ia juga merupakan guru dari Imam Muslim rahimahumullah.
Awalnya Imam Muhammad bin Yahya sangat kagum dengan Imam Bukhari bahkan menyuruh murid-muridnya untuk belajar bersama Imam Bukhari. Namun ternyata malah majlis Imam Muhammad bin Yahya semakin sepi.
Lalu tersebarlah isu bahwa Imam Bukhari mengeluarkan perkataan yang "melenceng'". Setelah itu, Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhali pun berkata kepada jama’ahnya bahwa siapa saja yang menghadiri majlis Imam Bukhari maka curigailah dia, karena sudah pasti yang hadir semadzhab dengannya. Akhirnya banyak jama’ah yang meninggalkan majlis Imam Bukhari.
Imam Muslim yang merupakan murid dari Imam Bukhari dan Imam Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhali, tetap menghadiri majlis keduanya. Sampai pada suatu hari, Imam Muhammad bin Yahya dengan tegas menyatakan bahwa siapa yang sependapat dengan Imam Bukhari maka ia tidak halal untuk menghadiri kajian Imam Muhammad bin Yahya. Lalu imam Muslim pun berdiri dan keluar dari majlis tersebut serta mengembalikan buku-buku yang ia tulis berdasarkan riwayat dari Imam Muhammad bin Yahya.
Hal ini semakin membuat Imam Muhammad bin Yahya tidak suka, dan akhirnya ia bersikeras bahwa jangan sampai ia tinggal satu negeri dengan Imam Bukhari. Akhirnya Imam Bukhari pun pindah. Namun tidak cukup sampai di situ, ternyata Imam Muhammad bin Yahya mengirim surat tahdziran ke tempat yang disinggahi oleh Imam Bukhari, akhirnya Imam Bukhari sudah merasa bumi ini sempit penuh dengan fitnah.
Ketika berada di suatu daerah tepatnya di wilayah Samarqand, Imam Bukhari berdoa kepada Allah agar ia kembali ke keharibaan-Nya. Kemudian beliau pun wafat rahimahullah dalam keadaan terzhalimi. Begitulah kisah Imam Bukhari yang diriwayatkan oleh Imam Adz-Dzahabi dan Imam Ibnu Katsir dalam kitab mereka.
Intinya bahwa yang mentahdzir belum tentu lebih mulia dari yang ditahdzir. Semoga kita lebih bijak dalam menyikapi perbedaan. Jangan lupa selalu berdoa kepada Allah agar lisan kita terjaga dari menjatuhkan harga diri kaum muslimin, terlebih harga diri ulama.
✍ Akhukum Fitra Hudaiya NA
(Negeri Para Nabi, Mesir)
Sumber: Kontenislam