OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 08 Mei 2017

“KAMPUS dan RADIKALISME”, Tanggapan Menohok Guru Besar ITS Atas Tulisan KOMPAS

“KAMPUS dan RADIKALISME”, Tanggapan Menohok Guru Besar ITS Atas Tulisan KOMPAS


Kampus dan Radikalisme

Guru Besar ITS

Kompas edisi Minggu 7 Mei 2017 menyajikan headline “Rektor diminta Cegah Radikalisme”. Ini permintaan Menristekdikti pada para rektor dalam acara Deklarasi Semangat Bela Negara dari Semarang untuk Indonesia di UNNES Sabtu kemarin.

Hemat saya, seruan semacam ini baik, tapi tidak akan efektif. Mengapa? Karena seruan ini tidak dipijakkan pada analisis sosiologi yang sahih atas kemunculan radikalisme.

Pertama, kampus adalah pasar gagasan yang di era digital ini semakin menjadi market place of ideas. Kampus bertugas membangun kemampuan berpikir kritis bagi mahasiswa. Di kampus mereka belajar mengunyah berbagai gagasan untuk membangun gagasan baru mereka sendiri -dalam lingkungan yang lebih terkendali.

Kedua, kebangkitan radikalisme adalah gejala yang bersifat global. Di Indonesia radikalisme hampir selalu dikaitkan langsung dengan Islam walau ini tidak dinyatakan secara terus terang. Cara ini justru berbahaya. Kesalahan terbesar media utama bukan pada penyebaran hoax tapi pada penyembunyian fakta. Kesalahan media tidak hanya pencampuradukan kebenaran dengan kebathilan, tapi juga penyembunyian kebenaran.

Radikalisme terjadi di mana-mana, termasuk di negara-negara mayoritas katolik, kristen atau budha dan hindu. Ini juga sekaligus sering dikaitkan dengan rasisme. Di AS ras kulit putih Kristen menganggap kelompoknya yang paling patriotik.

Ketiga, penyebab kemunculan paham radikal itu hanya satu yaitu ketidakadilan dan ketimpangan. Jadi sikap radikal itu bukan sebab, tapi akibat dari ketidakadilan dan ketimpangan yang dibiarkan terus terjadi oleh para penguasa yang seharusnya justru menegakkan keadilan.

Keempat, sekulerisme -sebagai paham yang memisahkan agama dengan politik- yang dianut banyak negara-bangsa adalah paham radikal. Pancasilaisme juga paham radikal. Setiap isme yang bergelora dan inspiratif selalu bersifat radikal.

Kelima, yang menganut paham bukan hanya negara, manusia dan kelompok tapi juga lembaga. Bahkan Ivan Illich menyebut persekolahan -sebagai lembaga- telah dan sedang melakukan monopoli radikal atas sistem pendidikan. Ini saya namakan sekolahisme. Hal yang terakhir ini adalah paham yang memperjuangkan persekolahan sebagai satu-satunya lembaga penyelenggara pendidikan yang sah. Sama seperti paham radikal lain yang memposisikan diri sebagai paham yang paling benar dan penganutnya paling patriotik.

Jadi, daripada sibuk dengan pencegahan kemunculan paham radikal di kampus, lalu membubarkan organisasi yang dituding radikal, lebih baik Pemerintah memastikan penegakan keadilan tanpa pandang bulu, termasuk meninggalkan paham sekolahisme yang memandang keluarga dan masyarakat bukan satuan pendidikan yang sah.

Sukolilo, 7 Mei 2017

Oleh: Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid Ph.D

Sumber: NETIZENPLUS.com.


Related Posts:

  • Antara Ahok dan Arswendo, Ketika Hukum Dipermainkan Antara Ahok dan Arswendo, Ketika Hukum Dipermainkan Oleh Ari Wibowo (Arbo) Co-Founder Narasi Institute Presidium Sekber Aktivis UI Jaksa Penuntut Umum membacakan tuntutan penistaan agama oleh ahok yaitu satu tahun hukuman p… Read More
  • Perempuan PKS: Kartini Tokoh Pelopor Penggerak Kebaikan di Masyarakat dan Berkhidmat untuk Rakyat Perempuan PKS: Kartini Tokoh Pelopor Penggerak Kebaikan di Masyarakat dan Berkhidmat untuk RakyatOleh: May Muthiah Ketua BPKK Partai Keadilan Sejahtera kab Purwakarta SUDAH menjadi tradisi di setiap tanggal 21 … Read More
  • Pelajaran untuk PKSPelajaran untuk PKSOleh: Sapto Waluyo, Center for Indonesian Reform SEMULA  artikel ini akan diberi judul ‘Pelajaran dari PKS’. Tapi, setelah penyusunan fakta dan logika, Penulis bertanya kepada diri sendiri: memang… Read More
  • AHOK TUMBANG!!! AHOK TUMBANG!!! AHOK TUMBANG (by Zeng Wei Jian) Tanggal 19 April 2017, Ahok tumbang. Angkanya telak. Sorak sorai menggema. Satu republik gembira. Nuansanya beda. Ada lega, haru, sayatan hati, air mata, love, brotherhood dan … Read More
  • Ahok, Steven, dan Rasis Ahok, Steven, dan Rasis 10Berita, Jakarta – Kesombongan, dalam bentuk merasa sebagai ras super, pernah diidap oleh Adolf Hitler dari Jerman. Begitu pula dengan kekaisaran Jepang yang merasa ras Asia paling … Read More