Buat Apa Pembangunan Infrastruktur Kalau Mengandalkan Utang Luar Negeri?
10Berita - Sekarang sedang marak perbincangan seputar opsi apakah Presiden Jokowi mencabut subsidi agar tetap bisa meneruskan pembagunan infrastruktur, ataukah menghentikan pembangunan infrastruktur agar subsidi terhadap rakyat tetap berlangsung dan tidak dicabut.
Masalah krusialnya adalah, benarkah pembangunan infrastruktur bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja?
Kalau investasi pemerintah Cina melalui China Development Bank (CDB) senilai 3 miliar dolar AS yang jadi rujukan, dari awal sudah mengundang keraguan.
Selain resminya berupa utang dari CDB kepada tiga bank BUMN (Mandiri, BRI dan BNI) yang mana masing-masing bank tersebut mendapat menerima pinjaman 1miliar dolar AS, maka investasi yang diproyeksikan untuk pembangunan infrastruktur tersebut sejatinya merupakan pembangunan infrastruktur melalui pinjaman luar negeri. Bukan investasi murni yang menguntungkan kedua negara.
Itu baru sebagian dari kisah. Bagaimana dengan pembangunan infrastruktur dan perumahan? Ternyata pemerintahan Jokowi juga berutang kepada pemerintah Cina, ketika Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) memberikan pinjaman kepada BTN senilai 5 miliar yuan atau kalau dirupiahkan, sebesar Rp 10 triliun.
Bayangkan. Melalui pinjaman dari ICBC, pembangunan infrastruktur dan perumahan juga dibiayai melalui utang. Bukan itu saja. ICBC juga memnberikan uang senilai 500 juta dolar AS kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Exim Bank) untuk mendorong perdagangan luar negeri dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Lebih celakanya lagi, tujuh BUMN(Wijaya Karya, Adhi Karya, Pelindo I dan II, Angkasa Pura, Bukit Anam, dan Aneka Tambang), juga kecipratan utang pinjaman dari CDB.
Jika demikian halnya, kebijakan pencabutan subsidi demi untuk berkesinambungannya pembangunan infrastruktur dan perumahan Indonesia, sama sekali tidak rasional secara ekonomi.
Sumber : opinibangsa.id / akt