Satu Demi Satu Dugaan Pelanggaran Hukum yang Dilakukan KPK Muncul ke Publik
10Berita, JAKARTA - Satu demi satu dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) muncul ke publik. Dugaan tentang cara tak lazim yang dilakukan KPK dalam menyidik kasus korupsi tidak hanya terjadi pada Miryam S Haryani.
Sebagaimana diberitakan laman RMOL, ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan KPK saat menyidik perkara korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri. Hal itu merujuk pada surat dari Mahdiana, istri terpidana perkara korupsi simulator surat izin mengemudi (SIM) Djoko Susilo yang membeber kezaliman penyidik KPK.
Mahdiana pernah menulis kepada Abraham Samad saat masih menjadi ketua KPK. Dalam surat bertanggal 28 Februari 2013 itu Mahdiana meminta perlindungan hukum dari dugaan pelanggaran HAM dalam proses penyidikan terhadap suaminya terkait perkara korupsi di Korlantas Polri dan tindak pidana pencucian uang 2003-2012 yang menjerat suaminya.
Mahdiana dalam suratnya menceritakan dugaan pelanggaran HAM yang menimpanya. Mulanya, perkaranya adalah kala istri kedua Djoko Susilo itu dipanggil menghadap ke penyidik KPK bernama Muhibuddin dan tim pada tanggal 7 Februari 2013. Tujuannya adalah pemeriksaan untuk penyidikan kasus korupsi yang menjerat Djoko.
Saat itu, Mahdiana mengirimkan surat ke KPK yang isini permohonan penundaan pemeriksaan sebagai saksi. Suratnya ditujukan kepada Endang Tarza selaku pelaksana tugas (Plt) Direktur Penyidikan KPK.
Dia baru datang memenuhi undangan KPK untuk diperiksa penyidik KPK, Muhibuddin dan tim pada tanggal 14 Februari 2013. Pada akhir pemeriksaan, dia diminta datang kembali ke KPK untuk pemeriksaan lanjutan pada hari 21 Februari 2013.
Pada pemeriksaan 21 Februari itulah Mahdiana merasa hak asasinya dilecehkan. "Segala iktikad baik dan niatan saya untuk menghormati hukum serta sikap kooperatif saya dengan KPK tersebut ternyata tidak mendapat balasan yang serupa dengan adanya beberapa hal yang saya alami pada saat saya diperiksa di KPK pada hari Kamis tanggal 21 Februari 2013," tulis Mahdiana.
Dia diperiksa sebagai saksi sejak pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 22.30 WIB di gedung KPK. Ternyata, penyidik KPK melanjutkan pemeriksaan atas Mahdiana hingga 22 Februari pukul 04.40 di amartemen tempat tinggalnya.
Pada saat diperiksa di KPK, dia dipaksa menghadapi banyak pertanyaan yang bertubi-tubi dari tim penyidik. Dalam tim penyidik itu ada Novel Baswedan dan penyidik lainnya.
Mahdiana merasakan pemeriksaan saat itu berbeda dari sebelumnya. Sebab, dia merasa banyak tekanan dari penyidik.
Karena banyak paksaan ditambah keadaannya yang sedang tidak sehat pada hari itu, Mahdiana yang makin lemah dan dalam kondisi tak sehat pun memohon kepada penyidik agar menghentikan pemeriksaan.
Namun, para penyidik tidak peduli. Padahal, saat itu dia merasa tangannya bergetar dan kaki kesemutan seperti gejala strok.
Kepalanya sangat pusing akibat tensi darah yang naik sangat tinggi. Mahdiana pun mengaku muntah dua kali. "Bahkan sampai ada dokter di KPK yang mendatangi saya dan memeriksa kondisi badan/kesehatan saya,” sambungnya.
Selanjutnya, Mahdiana mengaku diberi tiga jenis obat oleh dokter KPK. “Salah satu dari obat tersebut dikatakan oleh dokter di KPK sebagai obat yang seharusnya dikonsumsi pada malam hari, namun terpaksa diberikan kepada saya untuk dikonsumsi pada siang hari," tulisnya.
Saat itu, Mahdiana pun menelan obat. Sedangkan penyidik terus mengawasinya.
“Sehingga saya akhirnya meminum obat tersebut di hadapan penyidik dan penyidik masih juga tidak berhenti mengawasi saya bahkan tetap melakukan pemeriksaan terhadap saya dalam kondisi saya yang sedang tidak baik," tambahnya.
Setelah dua kali mengonsumsi obat tersebut selama pemeriksaan, dia mengaku tidak bisa berpikir secara normal seperti sebelumnya. Mahdiana pun menyimpan obat dari dokter KPK dan berusaha mengetahui jenisnya.
"Setelah saya mencari tahu dan memeriksakan obat tersebut ke dokter, ternyata salah satu dari tiga jenis obat yang diberikan kepada saya oleh dokter di KPK mengandung diazepam dua miligram. Oleh karena itu pantaslah saya merasa fly sehingga tidak mampu untuk berfikir secara normal lagi untuk dimintai keterangan oleh penyidik," lanjut Mahdiana.
Mahdiana dalam surat itu juga meminta pimpinan KPK bisa menempatkan pemeriksa atau penyidik yang tidak memiliki konflik kepentingan atau rasa dendam terhadap suaminya.
"Saya memohon agar Bapak sebagai Pimpinan KPK dapat melakukan penggantian Tim Penyidik terkait hal tersebut di atas. Permohonan saya tersebut semata-mata karena saya yakin dan percaya bahwa cara-cara penyidikan yang telah saya alami adalah suatu ketidaklaziman yang dilakukan oleh KPK sehingga saya yakin Bapak sebagai Pimpinan KPK dapat memberikan keadilan kepada seluruh warga negara Indonesia dan khususnya kepada saya," tulisnya lagi.(ald/rmol/jpg/jpnn)
Sumber: umatuna.com