Dinilai Diskriminatif, UU Pemilu Digugat ke MK
Hidayatullah.com - Berita Dunia Islam, Mengabarkan Kebenaran / 36 menit yang lalu
“Petitum utama kami adalah memohon agar Majelis Hakim MK dapat menyatakan pasal 222 UU Pemilu 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat."
10Berita– Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) hari ini, Senin (24/07/2017), mendaftarkan permohonan uji materiil Undang-Undang (UU) Pemilu tahun 2017 terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung Kamis (20/07/2017) malam hingga Jumat (21/07/2017) dini hari lalu.
ACTA menganggap pasal 222 UU Pemilu yang mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik pengusul calon presiden/wakil presiden harus mempunyai setidaknya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya, bertentangan dengan pasal 4, pasal 6A, pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Menurut ACTA, pengaturan pasal 222 UU Pemilu tahun 2017 menabrak logika sistem presidensial sebagaimana diatur pasal 4 UUD 1945.
“Aneh sekali dasar pengusulan calon presiden yang merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi justru mengacu pada hasil pemilihan umum lembaga legislatif,” kata mereka dalam pernyataan persnya diterima hidayatullah.com di Gedung MK, Jakarta, Senin (24/07/2017) siang.
Ketentuan pasal 222 ini, tambahnya, akan mempermudah presiden tersandera partai-partai politik hingga akhirnya bisa melakukan bagi-bagi jabatan kepada politisi dari partai pendukung.
Dalam pasal 6A UUD 1945 pun, kata ACTA, jelas diatur bahwa yang bisa mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik peserta pemilu.
“Tanpa ada embel-embel berapa perolehan kursi parlemen atau suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya,” ujarnya.
Terlebih, imbuhnya, ketentuan tersebut diperkuat dengan fakta tidak adanya ketentuan bahwa pembuat Undang-Undang berwenang membuat aturan yang mengatur soal persyaratan lebih jauh partai pengusul calon presiden.
ACTA menilai pengaturan pasal 222 ini telah menimbulkan diskriminasi pada parpol peserta pemilu yang seharusnya semua berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Parpol yang baru pertama akan ikut pemilu dan parpol yang perolehan suara pada pemilu sebelumnya tidak sampai 20 persen kehilangan hak untuk dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden,” ungkapnya.
“Petitum utama kami adalah memohon agar Majelis Hakim MK dapat menyatakan pasal 222 UU Pemilu 2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” pintanya.
Diketahui, pasca disahkan DPR RI, UU Pemilu menuai polemik di tengah masyarakat. Banyak kalangan yang merasa khawatir akan pemberlakuan UU Pemilu. Belakangan ini mencuat di media sosial seruan untuk memboikot partai politik pendukung disahkannya UU Pemilu.* Andi
Rep: Admin Hidcom
Editor: Muhammad Abdus Syakur
Sumber: Hidayatullah