OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 30 Juli 2017

Ini Peninggalan Berharga Peradaban Islam di Indonesia

Ini Peninggalan Berharga Peradaban Islam di Indonesia

10Berita, JAKARTA -- Salah satu peninggalan yang sangat berharga dari peradaban Islam di Indonesia masa lampau adalah aksara Arab Jawi. Dalam istilah lain juga dikenal sebagai abjad Arab Melayu. Aksara tersebut adalah bentuk modifikasi dari abjad Arab yang disesuaikan dengan bahasa orang-orang Melayu di seluruh wilayah nusantara.

Ahmad Darmawi dalam artikelnya ber judul "Perihal Aksara Arab Melayu" meng ung kapkan, kemunculan abjad ini adalah akibat dari pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk ke nusantara dibandingkan de ngan pengaruh budaya Eropa—yang datang belakangan pada zaman kolonialisme. Me nu rut dia, aksara Arab Melayu sudah dikenal sejak zaman Kerajaan Samudera Pasai, Ke rajaan Malaka, hingga Riau.

Darmawi menjelaskan, tulisan Jawi mulai digunakan secara jamak oleh masya rakat Melayu sejak awal kedatangan Islam di Indonesia. Istilah Jawi sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu al-Jawah, nama untuk merujuk kepada bagian utara Pulau Sumatra sebagai daerah yang mula-mula menerima agama Islam.

"Aksara Jawi telah mengambil peran dan fungsi aksara Pallawa dan Kawi (dari India) yang sebelumnya dipakai oleh ma sya rakat nusantara untuk mengeja ba ha sa Melayu," ungkap sastrawan asal Riau itu.

Dia menuturkan, bangsa Melayu sendiri termasuk salah satu rumpun dari bangsa Austronesia. Bahasa yang digunakan oleh masyarakatnya pun masih se rumpun de ngan rumpun bahasa Mi kro nesia, Melanesia, dan Polinesia.

Rumpun bahasa Austronesia boleh dise but kelompok bahasa yang memiliki jum lah bahasa terbanyak di dunia, yaitu sekitar 1.200 bahasa. Selain itu, rumpun bahasa Melayu juga mempunyai rentang wilayah sebaran geografis terluas di du nia, sebelum terjadinya ekspansi bang sa Eropa pada abad ke-15 silam.

Adapun unsur budaya yang paling menonjol dari bangsa Austronesia adalah bahasa Melayu. Luasnya penyebaran bahasa ini, kata Darmawi, menjadikannya sebagai salah satu lingua franca (bahasa pengatar—Red) di kalangan masyarakat Asia, khususnya Asia Tenggara,

Sumber: Republika