OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 14 Juli 2017

Pakar Hukum Tata Negara Pertanyakan Langkah Pemerintah Keluarkan Perppu Ormas

Pakar Hukum Tata Negara Pertanyakan Langkah Pemerintah Keluarkan Perppu Ormas

10BeritaLangkah pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dipertanyakan.


Adalah pakar hukum tata negara Margarito Kamis yang mempertanyakan hal tersebut. Dia mempertanyakan dimana letak kegentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini hingga pemerintah mengeluarkan Perppu tersebut.

"Masalahnya sekarang adalah, apa yang secara faktual ada di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini yang dapat dinilai sebagai genting, sehingga harus ditangani secara genting pula?" kata Margarito saat dihubungi, Kamis (13/7).

Dirinya mendesak pemerintah menjelaskan dasar kegentingan apa yang melandasi hal itu. Unsur kegentingan, kata dia, sarat akan subjektivitas presiden, sehingga harus dijelaskan. Namun, subjektif itu tidak bersifat absolut.

"Karena setelah masa sidang ini, Perppu itu kan harus dibawa ke DPR dan dimintai persetujuannya. Kalau tidak setuju, kan dia (Perppu) harus dicabut," jelasnya.

Diketahui, pemerintah akhirnya menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang pengganti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Ada beberapa dalih yang menjadi pertimbangannya.

Yaitu, UU Ormas dianggap tidak memadai sebagai sarana mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945, diklaim ada kekosongan hukum, dan butuh waktu lama jika mengajukan revisi undang-undangnya.

Namun, berdasarkan amanat Pasal 22 ayat (1) UUD NRI 1945 dan Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pembentukan perppu harus memuat unsur kegentingan yang memaksa.

Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 merinci tiga syarat selaku parameter kegentingan yang memaksa. Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Kedua, terjadi kekosongan hukum atau ada undang-undang namun tidak memadai. Ketiga, berlarut-larutnya proses pembuatan suatu peraturan sesuai prosedur, sedangkan butuh segera kepastian.

Sumber: Rmol