OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 21 Agustus 2017

Abis Baca Moga Peka

Abis Baca Moga Peka

10B Suatu hari penulis naik bus kota. Seorang penumpang nampak nggak bisa duduk tenang di bangkunya. Adalah seorang ibu tua berdandanan minimalis, kemeja wanita dipadu rok sebetis.

Kayak kondektur, tiap kali ada penumpang masuk, ditunjukkannya tempat duduk. Bibirnya nggak mau diem, wanita tua itu ngomong terus. Sama penumpang di sebelahnya, ia banyak bertutur kata. Diem-diem penulis memerhatikan agak saksama. Si Ibu mengeluhkan sesuatu, ia kecewa sama kepribadian kaum muda. Menurutnya anak-anak muda saat ini nggak lagi punya kepekaan hati.

Si Ibu yang penulis nggak tau apa agamanya itu mengungkap hasil pengamatannya di dalam bus-bus yang pernah ia naiki. Melihat orang tua berdiri, anak-anak muda bergeming di bangkunya sambil asyik ngobrol sama temen di sampingnya atau sama ponsel canggihnya.

Sedihnya, penulis sendiri juga nemu realitas yang sama. Sejak bertahun lalu sering kali penulis dapati para penumpang muda nggak menshadaqahkan tempat duduknya buat penumpang lansia yang berdiri di dekat mereka. Astaghfirullahal ‘aziim. Dan yang bikin tambah sedih tuh para penumpang dengan perform anak kuliahan ini pake kain penutup rambut sebagai identitas keyakinannya.

Penulis berfikir, lantas bagaimana jalan pikiran tuh “ibu pemeduli penumpang” setelah lihat banyak banget gadis belia berkerudung bersikap cuek bebek sama penumpang lansia yang berdiri di deket bangku mereka?

Teringatlah quote pemikir Muslim asal Mesir, Muhammad Abduh. Menurutnya, keindah Islam tertutup sama ulah para pemeluknya.

Kalo Muslim melakukan sikap dan perbuatan nggak terpuji, tanpa disadari sebenernya ia udah membantu kaum kuffar dan Muslim yang “masih dalam masa penjajakan” ngerasa nggak respek sama Islam, atau bahkan salah persepsi terhadap Dinul Haq ini, dan akhirnya membenci. Na’uzubillahi min zalika.

Islam mengajarkan sikap itsar, mendahulukan orang lain dari diri sendiri. Dalam interaksi intern kaum Muslim, itsar merupakan ekspresi ukhuwah islamiyah paling tinggi. Sedangkan dalam interaksi di masyarakat majemuk, sikap ini jadi syiar yang menampilkan secara aktual dan faktual keindahan Islam.

Generasi terbaik binaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam telah mengamalkan sikap itsar. Saat dipersaudarakannya Kaum Anshar sama Muhajirin, peristiwa-peristiwa mengharukan terjadi. Kaum Anshar dengan tulus menyerahkan harta benda yang mereka punya ke saudara mereka Kaum Muhajirin, padahal sebenernya mereka sendiri butuh.

“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri meskipun mereka sendiri juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-Hasyr: 9).

Apakah kawula muda Muslim yang cuek bebek di bus itu belum pernah baca ayat ini? Apakah juga belum pernah baca Sirah Nabi? Mungkin aja. Tapi moga-moga mereka bakalan baca tulisan ini lalu menggaruk-garuk kepala tanda sadar diri, lalu segera berubah, aamiin. Wallahu a’lam. [IB]

Sumber: Panjimas