OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 21 Agustus 2017

Hiasi Kemerdekaan dengan Move On

Hiasi Kemerdekaan dengan Move On


Kemerdekaan hakiki itu tak akan tercapai jika negeri ini masih belum mau move on dari sistem Neo-Imperialisme menuju sistem hidup yang mensejahterakan, yaitu Islam

acehtraffic.com

Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), dalam aksi mereka di Jalan Panglima Sudirman, Surabaya,

Oleh: Widy Tsabitah

 

KEMERDEKAAN Republik Indonesia (RI) yang telah terlewati selama 72 tahun ini patut kita syukuri. Gebyar Dirgahayu kemerdekaan RI telah melewati puncaknya, 17 Agustus.

Demi menyambutnya, semua diwajibkan memasang segala atribut bernuansa merah putih. Lomba-lomba pun diakadakn untuk meramaikan suasana. Dari lomba makan kerupuk, tumpeng, nguleg rujak, tarik tambang, karung, olahraga, joget, nyanyi, hingga lomba apalah itu namanya yang bahkan sama sekali tidak ada hubungan dengan nuansa perjuangan, seronok. Intinya, semua semarak, senang dan gembira merayakan Hari Kemerdekaan.

Gempita HUT RI ke 72 seolah mengajak masyarakat melupakan sejenak hiruk pikuk kesengsaraan yang dialami beberapa waktu terakhir ini. Tak perlulah putar film kaleidoskop kemerdekaan 72 tahun ke belakang. Dalam 2 bulan ini saja masyarakat sudah dibuat jantungan dengan beberapa kebijakan pemerintah yang tiba-tiba dan semena-mena. Kenaikan TDL karena subsidi dicabut. Garam yang di”langka”kan hingga harus import dari Australia.

Pembubaran ormas Islam, yang sampai detik ini masih kontroversial dan menuai penolakan dari berbagai kalangan. Pengawasan ketat terhadap aktivis rohis sekolah, pembubaran acara pengajian di beberapa daerah. Seolah masyarakat tak boleh berilmu islam dengan benar. Dan munculnya pernyataan bahwa pemerintah akan gunakan dana haji umat  untuk infrastruktur pun cukup membuat masyarakat resah sekaligus geram.

Masih di bulan kemerdekaan, justru banyak bermunculan kasus penganiayaan dan pembunuhan. Dimana orang baik akan dicari, dibully habis-habisan, diteror, dicelakai, dianiaya bahkan dibunuh tanpa memberinya ruang untuk membela dan menyelamatkan diri. Seolah begitu murahnya harga nyawa seseorang, main bunuh saat emosi tak terkendali.

Baca: 72 Tahun Kemerdekaan Indonesia, Jangan Lupakan Palestina


Dan di puncak acara kemerdekaan 17 Agustus, pemerintah mendatangkan grup Girlband dari Korea untuk menghibur masyarakat. Grup girlband yang beberapa waktu lAl- ditolak datang k AS karena gaya pakaiannya yang mirip pelacur, sekarang malah di”tanggap” ke Indonesia, negeri merdeka yang notabene adatnya masih ketimuran dan moyoritas muslim.

Ironi, merdeka namun harus dihadapkan pada banyak kenyataan pahit. Di negeri merdeka yang kaya raya ini, rakyatnya masih sulit menjangkau kebututhan-kebutuhan pokoknya seperti pangan, air, listrik, BBM dan rumah tinggal. Badan Pusat Statistik mencatat, pada bulan Maret 2017 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (tempo.co 17/07/2017)

Dan fakta mencengangkan dinyatakan bahwa stiap bayi baru lahirpun kini sudah harus menanggung hutang negara sebesar Rp. 16 juta, karena hutang Indonesia telah menginjak angka sekitar 4 ribu trillyun (postmetro 18/6/2017).

Masih mAl- rasanya kita teriak merdeka jika kondisi negeri yanggemah ripah loh jinawi ini masih tak mampu memakmurkan rakyatnya. Kekayaan alam tak mampu dikelola sendiri dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Malah  mempersilahkan asing dan aseng masuk mengelola semua SDA yang ada di tanah air tercinta kita ini.

Dengan dalih mengundang investor, semua tergadaikan bahkan diberikan percuma. Inilah Neo-Imperialisme. Penjajahan gaya baru yang tak banyak disadari oleh rakyat sebagai penghuni negeri yang merdeka ini.

Baca:  Sejarawan: Kemerdekaan Hasil Perjuangan Umat Islam, Indonesia Harus Dirawat


Bagaimana dulu penjajah menguasai kekayaan alam dan meperbudak rakyat Indonesia tentu menjadi pengalaman pahit dan menyakitkan bagi bangsa Indonesia. Bagaimana para pahlawan pejuang Nasional kita dulu bertaruh nyawa untuk membebaskan negeri ini dari penjajahan Belanda dan Jepang kala itu. Cukup menorehkan kenangan tak terlupakan di segenap benak rakyat Indonesia. Yah, membebaskan rakyat dan bangsa ini dari cengkeraman asing dan penghambaan pada selain Sang Pencipta, itulah yang diperjuangkan para pahlawan nasional kita. Dan atas berkat rahmat Allah SWT kita diberikan kesempatan untuk merdeka.

Kini, saatnya kita kembalikan semangat perjuangan pahlawan kita untuk terbebas dari segala bentuk penjajahan, termasukneo-imperialisme yang telah mampu mengusai jiwa dan pemikiran rakyat Indonesia menjadi sekuler, liberal dan kapitalis. Harus ada tekad bulat dan kuat untuk lepas dari penghambaan terhadap asing dan aseng, baik kita secara individu, masyarakat dan negara, dalam hal ini pemerintah. Dan hal itu tidak lepas dari adanya dakwah, yakni ktivitas saling menasehati dan mengingatkan dalam hal kebaikan dan kebenaran.

Harus ada kerelaan diri dari semua pihak untuk mau kembali pada penghambaan diri hanya kepada Sang Pencipta.  Pada Pencipta yang telah memberikan jalan merdeka bagi bangsa ini. Pada Pencipta yang telah menyediakan tuntunan bagi seluruh aspek kehidupan.

Kemerdekaan hakiki itu tak akan tercapai jika negeri ini masih belum mau move on dari sistem Neo-Imperialisme menuju sistem hidup yang mensejahterakan, yaitu Islam sebagaimana dicita-citakan Pahlawan Nasional Indonesia dahulu.*

Penulis aktif di Majelis Rindu Syariah Sidoarjo

Sumber: Hidayatullah.com