OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 10 Agustus 2017

Ketika Istana Angkat Suara Soal Patung Dewa Cina di Tuban, Hasilnya?

Ketika Istana Angkat Suara Soal Patung Dewa Cina di Tuban, Hasilnya?


10Berita– Setelah dalam 1 pekan terakhir publik dihebohkan dengan pendirian patung Dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen, yang tidak ada hubungan apapun dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Pihak Istana akhir ikut berkomentar terkait patung kontroversi di Tubat tersebut.

Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki menyoroti terjadinya perubahan nilai di masyarakat Indonesia. Soal toleransi dan menghormati perbedaan, misalnya.

“Banyak hal-hal yang dulu tidak jadi masalah, kita rukun-rukun saja, duduk bersama dalam perbedaan, dalam kehidupan sehari-hari berbeda dalam politik dan kehidupan bernegara, kok ini sekarang menjadi masalah,” ujar Teten di Jakarta, Rabu (9/8).

“Ini suatu fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi bahwa memang terjadi perubahan nilai di masyarakat,” celotehnya.

Teten mencontohkan penolakan kelompok masyarakat tertentu atas berdirinya patung raksasa dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur.

Puluhan orang dari berbagai elemen menggelar aksi protes di depan gedung DPRD Jatim. Mereka mendesak agar patung tersebut segera dirobohkan karena tidak terkait dengan sejarah bangsa Indonesia.

Patung setinggi lebih dari 30 meter yang berdiri menghadap ke laut tersebut diresmikan pada 17 Juli 2017 lalu oleh Ketua MPR RI Zulkifli Hasan. Patung tersebut dinobatkan sebagai patung dewa terbesar se-Asia Tenggara.

Teten menegaskan, negara tidak boleh tinggal diam merespons fenomena ini. Negara harus menempatkan seluruh warganya pada kedudukan yang sama. Jika ada persoalan, hukumlah yang ditegakkan. Bukan dengan cara main hakim sendiri.

“Jadi setiap ada tindakan intoleransi atau tindakan semena-mena, misalnya menghancurkan patung, benda seni dan sebagainya, harus dilakukan tindakan hukum,” ujar Teten.

“Apalagi jika mereka protes mau ini mau itu, minta patung itu dirobohkan misalnya. Aparat tidak boleh tunduk pada tekanan,” lanjutnya.

Agaknya Teten lupa bahwa toleransi bukan berarti selalu menuntut pihak mayoritas untuk dapat menerima kelompok minoritas. Tapi kelompok minoritas juga harus menghormati kelompok mayoritas sehingga terjadilah saling sinergi antara kedua belah pihak.

Entah Kepala Kantor Staf Presiden ini memang tidak tahu atau lupa bahwa patung Dewa Kongco Kwan Sing Tee Koen dibangun tanpa adanya izin dari Pemda setempat.

Bukankah sesuatu yang dibangun ilegal harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku? Seperti rakyat kecil yang tidak memiliki sertifikat tanah yang harus kehilangan tempat tinggal mereka karena digusur. (PMR/Ram)

Sumber: Eramuslim