OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 30 Agustus 2017

Standar Ganda, Jokowi Sering Kumpulkan Buzzer di Istana Negara


Standar Ganda, Jokowi Sering Kumpulkan Buzzer di Istana Negara


10Berita- Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan hoax dan hate speech memang telah memperkeruh perpolitikan nasional, sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir.

Menurut wakil ketua umum Partai Gerindra ini, jika terus dibiarkan, hal itu bisa jadi bumerang bagi kehidupan kebangsaan yang plural dan majemuk.

"Untuk itu harus ada upaya penegakan hukum yang tegas dalam pengungkapan kasus Saracen. Dan tidak boleh ada tebang pilih di dalamnya," ucap Fadli, Rabu (30/8).

Terkait kasus Sarace ini, Fadli ingin mengkritik Presiden Joko Widodo yang berkali-kali mengumpulkan buzzer-buzzer politik di Istana.

"Di tengah wabah hoax, hate speech dan eksploitasi isu SARA di kalangan pengguna media sosial kita, mengumpulkan para buzzer pendukung pemerintah adalah bentuk komunikasi politik yang bermasalah dari seorang kepala negara. Kegiatan semacam itu sebaiknya disudahi, karena hanya akan merusak wibawa negara dan kontraproduktif dengan usaha Polri yang sedang membongkar mafia penyebar hoax dan kebencian di media sosial," paparnya.

Jelas Fadli, tindakan Presiden yang sering mengundang buzzer ke Istana itu hanya memperkuat kesan di masyarakat jika pemerintah sebenarnya menerapkan standar ganda dalam urusan hoax dan ujaran kebencian.

"Sebab, jika menyangkut para 'buzzer istana', tidak pernah ada tindakan hukum terhadap mereka, meskipun misalnya cuitan atau posting mereka di media sosial kerap kali meresahkan dan melahirkan perselisihan di tengah masyarakat," lanjutnya

Fadli menegaskan, ini adalah tantangan bagi Polri. Polri harus menyadari posisinya adalah alat negara bukan alat kekuasaan. Untuk itu Polri tidak boleh menerapkan standar ganda dalam pengusutan kasus hoax, hate speech dan SARA di media sosial.

Jadi, tambah Fadli, jika benar Saracen adalah industri jasa yang membisniskan penyebaran hoax, hate speech dan SARA, maka polisi harus bisa membongkarnya secara tuntas dan transparan.

"Bukan hanya ketika pengguna jasanya adalah pihak-pihak yang kebetulan berseberangan dengan pemerintah, namun juga jika dalam proses penyidikan ternyata temuannya justru mengarah kepada pihak-pihak pendukung rezim yang sedang berkuasa," pungkasnya.

Sumber: Rmol.co