OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 18 September 2017

Jangan Latah Menari Dengan Gendang Orang Lain

Jangan Latah Menari Dengan Gendang Orang Lain

10Berita – Hari-hari ini sebagian masyarakat Indonesia gegap-gempita menyambut rencana pemutaran film G30S/PKI yang akan digelar di berbagai daerah dan kota. Banyak aktivis Islam yang juga menyambut dengan gembira, bahkan turut aktif mempromosikan film ini agar tak lupa dengan sejarah masa lalu bangsa. Semua ini tak lepas dari semangat anti komunisme yang masih membara di dada rakyat Indonesia kebanyakan. Padahal, kalau mau jujur, film G30S/PKI itu juga merupakan propaganda dari kekuasaan Suharto yang sarat dengan penggelapan dan penipuan sejarah. Apakah kita mau kembali ke zaman Suharto kembali?

Bagi anak-anak muda sekarang yang tidak mengalami zaman Suharto mungkin mau tanpa berpikir dahulu, tapi bagi orang-orang yang pernah hidup di zaman Orde Baru dan cukup kritis, mungkin akan berpikir ribuan kali.

Zaman Suharto tidak lebih baik dari zaman sekarang. Bahkan sendi-sendi kehancuran di zaman sekarang ini, bibitnya juga berasal dari zaman Suharto. Salah satunya adalah utang dan mental korup para pejabat, mulai dari tingkat kampung sampai tingkat nasional. Semua kerusakan di Indonesia, sebagai besarnya berasal dari zaman kekuasaan absolut selama 32 tahun Orde Baru.

Maka menjadi heran jika masyarakat dan aktivis Islam sekarang juga ikut-ikutan latah menyambut meriah ide pemutaran film yang kalau mau jujur banyak mengandung hal-hal yang tidak benar.

Katakanlah kebenaran, walau pahit. Itu sikap yang bijaksana. Beberapa kebohongan yang ada di film itu misal tentang penyiksaan terhadap para jenderal yang katanya disilet wajahnya dan dipotong kemaluannya sebelum diceburkan ke dalam sumur di Lubang Buaya. Ini tidak benar. Hasil Visum et Repertum rumah sakit terhadap jenazah para jenderal tidak menunjukkan hal itu. Silakan belajar kembali buka arsip-arsip lama.

Di film juga digambarkan jika rapat petinggi PKI dipenuhi asap rokok. Aidit digambarkan sebagai tokoh yang gila rokok. Padahal PKI melarang seluruh tokoh dan kadernya merokok karena dianggap sebagai salah satu kebiasaan kaum borjuis yang menjadi musuh PKI. Ini fakta.

Film G30S/PKI juga menyembunyikan rapat-rapat peran Suharto dalam pembangkangannya terhadap Sukarno. Peristiwa diculiknya para jenderal angkatan darat sangat disederhanakan sebagai hasil dari konflik antara PKI dengan TNI-AD. Padahal faktanya tidak sesederhana itu. Ada tangan-tangan CIA yang bermain lewat “a local army friend” dan juga intelijen komunis RRC yang bermain di sana, yang sentralnya adalah Sukarno harus tumbang karena Sukarno dianggap sebagai penghalang bagi kolonialisme. Penumbangan dan kudeta terhadap Sukarno tidak lepas dari usaha pihak-pihak asing memperebutkan tambang emas Freeport di Irian Barat yang akhirnya dimenangkan oleh AS.

Begitu banyak kebohongan hal yang harus diluruskan di film ini, begitu banyak propaganda-propaganda Orde Baru. Kenapa kita mendukungnya? Kenapa kita tidak diam saja dan menjadi orang yang sekadar menonton dengan pasif? Kenapa bukan film yang lebih aktual sekarang ini, seperti film independen “Rayuan Pulau Reklamasi” yang diputar?

Umat Islam harus waspada dan waskita. Jangan lagi menjadi pendorong mobil mogok yang ketika mobilnya sudah jalan, lagi-lagi dan lagi, umat Islam ditinggalkan. Saat ini ada beberapa tokoh yang sedang mencari panggung nasional menjelang 2019. Dia mencitrakan diri sebagai antagonis berbagai kebijakan pemerintah, walau dirinya secara de facto menjadi bagian penting dalam elit kekuasaan saat ini.

Adalah aneh, orang yang katanya berseberangan dengan pemerintah kok ya masih saja aktif sebagai pejabat dan tidak dipecat.

Ini sama anehnya dengan (jika ada) seseorang yang kesana-kemari bersuara sangat ekstrem melawan kekuasaan, sangat terang-terangan menjelek-jelekkan pemerintah di dalam pernyataan-pernyataannya atau di dalam pidato-pidatonya, tapi sampai hari ini tidak ditangkap dan dipenjara.

Saya teringkat kesaksian seorang ustadz senior dalam jamaah tarbiyah yang menceritakan saat dia masih aktif di Dewan Dakwah di Kramat di masa Suharto. Dia bilang jika dulu di masa Suharto, ada seseorang yang penampilan luarnya sangat ekstrem: jidat paling hitam, kemana-mana pakai gamis panjang, dan kalau bicara paling Islami dan berani. Tapi dia tidak pernah ditangkap rezim penguasa. Setelah diselidiki, orang ini ternyata intel penguasa. Intel yang seperti ini sengaja disusupkan ke dalam tubuh umat untuk melempar jaring dan umpan ke tubuh umat Islam, dan siapa yang terkena akan diprovokasi agar melakukan hal-hal yang ekstrem dan nanti akan ditangkap oleh penguasa.

Janganlah latah dengan tabuhan gendang orang lain dan kita ikut-ikutan berjoget. Jika benar ada tokoh yang berseberangan dengan kekuasaan sekarang ini, dia pasti sudah ditendang, dipecat, dan dilempar dari luar lingkaran kekuasaan, bukan malah masih dipelihara sebagai orang penting di dalam elit penguasa. Kita harus kritis dan melontarkan pertanyaan: Jangan-jangan tokoh seperti ini sengaja dicitrakan demikian agar menjelang pilpres selanjutnya bisa didapuk menjadi pasangan dari penguasa, sebagai alat pemecah kekuatan oposisi, atau mesin pendulang suara.

Komunis memang harus dihancurkan, karena tidak sesuai dengan amanat proklamasi dan juga dengan akidah semua agama yang ada di negeri ini. PKI memang harus diwaspadai, jangan sampai terulang kembali. Tapi secara de facto, PKI saat ini sudah sekarat, walau ada segelintir pihak yang masih ingin kembali membangunkannya.

Musuh kita yang real adalah orang-orang yang berakidah komunis, namun memiliki nafsu syahwat kapitalis yang tak pernah terpuaskan. Di dunia ini ada satu negara besar yang politik ke dalamnya adalah komunis, namun sikap dan kebijakan ke luar negeri adalah ekstrem kapitalis. Lho, bukankah kedua ideologi itu sangat beseberangan? Ya, secara teori. Namun ingat, baik paham komunis maupun paham kapitalis, itu sama-sama diciptakan oleh kaum Yahudi. Karl Marx adalah Yahudi. Max Weber dan lainnya juga Yahudi. Dan umat Islam memiliki benteng yang kuat untuk menghadapinya, yaitu: Tauhid.

Cerdaslah! []

Sumber: Eramuslim