OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 11 September 2017

Saudi Tangkap Ulama Terkemuka Syaikh Salman Al-Awdah Karena Enggan Dukung Kerajaan 'Melawan' Qatar

Saudi Tangkap Ulama Terkemuka Syaikh Salman Al-Awdah Karena Enggan Dukung Kerajaan 'Melawan' Qatar



10Berita~RIYAD, ARAB SAUDI Seorang ulama terkemuka Saudi telah ditangkap, menurut media sosial pada hari Ahad (10/9/2017) dalam apa yang tampaknya merupakan tindakan keras terhadap orang-orang atau kelompok Islamis yang dianggap sebagai pengkritik penguasa kerajaan konservatif yang mutlak tersebut.

Syaikh Salman al-Awdah, seorang ulama berpengaruh yang dipenjara dari tahun 1994-99 karena mengagitasi perubahan politik  tampaknya telah ditahan akhir pekan lalu, demikian pernyataan dari posting tersebut.

Dalam salah satu posting terakhirnya di Twitter, dia menyambut baik sebuah laporan pada hari Jum'at yang menunjukkan bahwa ketegangan tiga bulan antara Qatar dan empat negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi dapat dipecahkan.

"Semoga Allah menyelaraskan antara hati mereka demi kebaikan rakyat mereka," kata Syaikh Al-Awdah di akun Twitternya yang memiliki 14 juta pengikut setelah sebuah laporan mengenai panggilan telepon antara Emir Qatar Syaikh Tamim bin Hamad al-Thani dan Pangeran Mahkota Saudi Mohammed bin Salman untuk membahas cara-cara untuk menyelesaikan keretakan yang dimulai pada bulan Juni tersebut.

Harapan untuk sebuah terobosan itu kemudian segera pupus saat Arab Saudi menunda dialog dengan Qatar, menuduhnya "mendistorsi fakta".

Arab Saudi, bersama dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan Mesir menuduh Qatar mendukung militan Islam, tuduhan yang dibantah Doha.

Laporan menyebutkan bahwa Syaikh Salman Al-Awdah ditangkap karena enggan mendukung pemerinta Saudi dalam perseteruan dengan Qatar.

Beberapa waktu sebelum ditangkap beliau dihubungi ole pihak keamanan Saudi yang meminta dirinya mendukung kebijakan Saudi dalam konflik dengan Qatar yang kini sedang terjadi tersebut. Syaikh Salman Al-Awdah menolak tegas permintaan itu yang berakibat pada pengancaman dirinya akan dijebloskan ke dalam penjara.

Syaikh Salman Al-Awdah adalah ulama kedua yang dilaporkan ditahan oleh pihak berwenang Saudi dalam seminggu terakhir. Laporan media sosial mengatakan bahwa Syaikh Awad al-Qarni, seorang ulama terkemuka lainnya dengan 2,2 juta pengikut Twitter, juga ditahan dari rumahnya di Abha di Arab Saudi selatan.

Seperti Syaikh Al-Awdah, Syaikh Al-Qarni juga telah menyatakan dukungannya untuk rekonsiliasi antara negara-negara Arab dan Qatar, di mana hal ini bertentanan dengan keinginan penguasa Saudi agar para seluruh lapisan masyarakat di negara itu mendukung kerajaan untuk memusuhi Qatar.

Pejabat Saudi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar mengenai penangkapan yang dilaporkan tersebut.

Keluarga al-Saud selalu menganggap kelompok Islam sebagai ancaman internal terbesar terhadap pemerintahan mereka atas sebuah negara dimana seruan terhadap sentimen keagamaan tidak akan pernah ditolak dengan mudah dan di mana gerilyawan Islam sebelumnya telah menargetkan negara itu.

Satu dekade yang lalu, negara itu memerangi sebuah kampanye Al-Qaidah yang menargetkan pejabat dan orang asing yang menewaskan ratusan orang. Pada 1990-an, muncul gerakan Sahwa (Awakening) yang terinspirasi oleh Ikhwanul Muslimin yang menuntut reformasi politik yang akan melemahkan keluarga penguasa.

Laporan penangkapan tersebut bertepatan dengan spekulasi yang meluas, yang dibantah oleh para pejabat, bahwa Raja Salman bermaksud untuk melepaskan dukungan terhadap Putra Mahkota Mohammed.

Ditanya mengenai alasan penangkapan tersebut, seorang analis Saudi berspekulasi: "(Untuk) menghancurkan Ikawanul Muslim atau menakut-nakuti orang lain jika rencana mereka adalah untuknya (Putra Mahkota Mohammed) untuk menjadi raja."

Para aktivis oposisi Saudi yang diasingkan telah menyerukan demonstrasi pada 15 September yang dimaksudkan untuk membangkitkan penentangan terhadap keluarga kerajaan. (st/Reuters)

Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita!

Sumber: reuters, voa-islam