OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 08 Oktober 2017

Mengapa Israel Mendukung Kurdistan Medeka?

Mengapa Israel Mendukung Kurdistan Medeka?

MEMO

Rakyat Kurdi bergembira sambil mengibar-ngibarkan bendera Israel

Oleh: Antoine Shalhat

 

MASALAH Palestina berada di titik fokus utama dalam konteks perdebatan yang terjadi di negara penjajahan Israel terkait kemerdekaan wilayah Kurdi di Iraq. Mereka yang mengikuti debat ini akan dengan mudah melihat bahwa alasan-alasan di balik mengapa banyak dari mereka yang tidak setuju Israel mengambil sikap publik mendukung kemerdekaan Kurdi ialah karena mereka takut bahwa hal ini akan digunakan oleh orang-orang yang mendukung sebuah negara Palestina.

Ketakutan mereka berdasarkan fakta bahwa sebuah negara Palestina akan menyebabkan terbongkarnya “negara nasional Yahudi” di dalam Palestina yang bersejarah, itulah yang akan terjadi pada sebuah negara nasional seperti Iraq dalam hal pembentukan negara Kurdi. Jika saya memiliki banyak kesempatan dalam artikel ini, saya akan mengutip sejumlah pernyataan terkait masalah ini.

Namun, para pendukung kemerdekaan Kurdi tidak khawatir dengan ketakutan ini. Di antara banyak hal lain, para pendukung ini menekankan bahwa selain masalah ekonomi terkait minyak yang Israel dapatkan dari Kurdi di Iraq, menurut laporan-laporan media asing, Israel juga memiliki pertimbangan keamanan dan intelijen serta mendapatkan keuntungan yang penting  dari hubungan dekatnya dengan Kurdistan.

Baca: Israel Dukung Negara Kurdi Merdeka di Iraq


Beberapa dari para pendukung ini menghubungkan ketakutan-ketakutan pendirian sebuah negara Kurdi yang disuarakan oleh orang Arab dengan ekspektasi-ekspektasi mereka tentang pendirian koloni Israel.

“Kartu Kurdi” bukanlah hal baru dalam kebijakan regional yang diadopsi Israel. Negara itu mulai menggunakan kartu ini dalam konteks yang biasa disebut “strategi lingkaran ketiga negara” yang diadopsi oleh Perdana Menteri Israel pertama, David Ben-Gurion, pada tahun 1950-an dan 1960an.

Strategi ini berdasarkan gagasan bersekutu dengan negara-negara di Timur Tengah yang saling berbagi kepentingan, khususnya kepentingan keamanan, dengan Israel, tetapi sama sekali tidak saling berbatasan.

Kepentingan-kepentingan ini memungkinkan Israel bekerja sama dengan negara-negara tersebut dalam upaya memperlemah atau mengekang rencana militer negara-negara tetangga, seperti persekutuan dengan Syah Iran, persekutuan dengan Turki, membantu Kurdi, dll.

Baca: Mossad Berperan dalam Referendum Kemerdekaan Kurdi, kata Erdogan


Perdana Menteri Israel saat ini, Benjamin Netanyahu, secara terbuka mengadopsi strategi ini lebih dari tiga tahun yang lalu dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv berjudul “In the Absence of Progress toward a Final Status Agreement: Options for Israel”, yang tentunya merujuk pada kesepakatan final negara itu terkait konflik Palestina-Israel.

Saat itu, Netanyahu menyebutkan salah satu dari pilar kebijakan Israel harus berupa pendirian kerjasama regional terbatas antara Israel dan negara-negara Arab, yang dia sebut “moderat”, dengan dalih untuk membatasi gerakan/kelompok pejuang Islam. Netanyahu mengulangi keinginannya untuk bekerja sama dengan Negara Teluk, khususnya Arab Saudi, dan secara publik mengakui, untuk pertama kalinya, bahwa Israel berkeinginan untuk memberi Jordania dukungan militer, Dia juga mengakui bahwa Israel mendukung aspirasi kemerdekaan Kurdistan dan menganggap Mesir sebagai rekan yang penting dalam faksi ini.

Pertanyaan yang masih tersisa saat ini ialah: Bagaimana Israel akan menghadapi kontradiksi antara dukungannya untuk Negara Kurdi dan penentangannya dalam pendirian Negara Palestina bahkan dalam perbatasan yang disepakati pada 1967?

Baca: Referendum Kurdi Merdeka dan Perpecahan Politik


Salah satu juru bicara paling terkenal Netanyahu mengatakan, terkait masalah ini, bahwa tidak seperti Kurdi, yang dianggap sebagai sebuah negara kuno yang telah hidup selama bertahun-tahun di dalam wilayahnya, Zionisme menuntun pada ditemukannya orang-orang Palestina, dan bahwa identitas nasional mereka hanya berdasarkan penyangkalan terhadap Zionisme dan Negara Yahudi.

Di saat yang sama, sementara juru bicaranya menganggap pendirian Negara Kurdi sebagai sebuah kontribusi pada keseimbangan regional, munculnya Negara Palestina dianggap sama saja dengan membahayakan negara penjajah itu.*

 Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Arab di Al-Araby Al-Jadeed, 4 Oktober 2017. Kemudian diterbitkan ulang oleh Middle East Monitor

Sumber: Hidayatullah