OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 20 November 2017

Memelihara Keberlangsungan Sunah

Memelihara Keberlangsungan Sunah

10Berita ,  JAKARTA -- Muhammad Khalid Masud dkk dalam Islamic Legal Interpretation (1996) menyatakan, umat Islam berkembang pesat pascawafatnya Rasulullah SAW. Bila dahulu segala persoalan mengenai syariat bisa langsung dikonsultasikan kepada Nabi SAW, kini cara demikian tidak bisa digunakan kembali. Orang-orang yang menjadi rujukan pertama-tama adalah para sahabat yang pernah berinteraksi dengan Nabi SAW. Ada sekitar 130 sahabat yang dikatakan berperan sebagai mufti selama abad pertama Hijriyah.

Semasa kepemimpinannya sebagai gubernur Yaman, Muaz bin Jabal (wafat 640 Masehi), misalnya, telah menyiarkan berbagai fatwa, baik mengenai ibadah maupun urusan duniawi. Juru tulis Nabi SAW, Zaid bin Tsabit, juga pernah mengepalai lembaga fatwa di Madinah selama 634-666 Masehi. Ibn 'Abbas mengeluarkan beragam fatwa yang telah dikumpulkan dalam 20 jilid oleh dinasti yang kelak mengambil nama klannya, Dinasti Abbasiyah, tepatnya ketika dipimpin Kalifah al-Makmun.

Hingga abad ketujuh Hijriyah, lembaga-lembaga fatwa menyebar ke penjuru negeri Islam. Pengumpulan hadis Nabi SAW selama abad ketiga hingga abad kesembilan Hijriyah aktivitas lembaga fatwa, seperti dipraktikkan para sahabat Nabi. Tujuannya, untuk memelihara keberlangsungan sunah.

Misalnya, dijelaskan bahwa Masruq (wafat 682 Masehi) pernah bertanya kepada istri Rasulullah, Aisyah, mengenai bagaimana Rasulullah SAW melakukan shalat malam. Atas pertanyaan ini, Aisyah menjawab, Kadang, tujuh rakaat, kadang sembilan rakaat, dan kadang 11 rakaat.

Setelah sebagian besar generasi sahabat Rasulullah wafat, umat Islam kala itu terputus dari konsultasi kepada pihak-pihak yang pernah menyaksikan langsung bagaimana Rasulullah SAW berbuat. Namun, para ulama sudah mempraktikkan paradigma isnad, yakni metode transmisi keilmuan dari generasi terdahulu ke generasi kemudian.

Dalam History of Fatwa dijelaskan, setelah meninggalnya Rasullah, mufti dipegang oleh al-Khulafa al-Rasyidun. Mereka memiliki wewenang memberikan fatwa terhadap masalah yang tidak diketahui jawabannya. Pada periode ini konstitusi Islam adalah Alquran dan sunah.

Kedua hal ini disebut nash atau naql. Jika ada masalah yang tidak jelas dalam nash itu, sahabat era Khulafaur Rasyidin memakai ijtihad untuk mendapatkan solusi.

Sumber : Republika.co.id

Related Posts:

  • JAKARTA, ANDALUSIA, SINGAPURA JAKARTA, ANDALUSIA, SINGAPURA Ustadz Samson Rahman MA, di akun fb-nya (16/4/2017) menulis: Saya tak berani menyetarakan atau menyamakan bahkan membandingkan pilkada Jakarta dengan perang Badar Kubra yang penuh makna sejarah.… Read More
  • Benarkah Masjid Raya yang Dibangun Ahok “Masjid Dhirar”? Benarkah Masjid Raya yang Dibangun Ahok “Masjid Dhirar”?10Berita-JAKARTA – Belum lama ini, Presiden RI Joko Widodo meresmikan Masjid Raya KH Hasyim Ashari di Rusun Persakih Jl. Raya Daan Mogot KM 14 RW 14 Kel. Durikosambi Kec… Read More
  • Apa Sih yang Dimaksud ‘Masjid Dhirar’ Itu? Begini PenjelasannyaApa Sih yang Dimaksud ‘Masjid Dhirar’ Itu? Begini Penjelasannya 10Berita-JAKARTA — Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta agar menunda peresmian Masjid KH Hasyim A… Read More
  • Tragedi buah apel yang Berujung Kebahagiaan Tragedi buah apel yang Berujung Kebahagiaan10Berita-TRAGEDI buah apel telah mengubah seorang Tsabit menjadi orang yang penuh dengan kebahagiaan. Tsabit, suatu ketika berjalan-jalan di sebuah kebun yang indah, tiba-tiba ia mel… Read More
  • Masa Depan Ada di Tanganmu, NakMasa Depan Ada di Tanganmu, Nak10Berita-MASA muda adalah masa di mana energi terkumpul dengan sangat baik dalam melakukan segala sesuatu. Termasuk dalam mempersiapkan masa depan. Jika presiden pertama Indonesia berkata, “Beri… Read More