OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 13 November 2017

Operasi Mapenduma, Kisah Pembebasan Sandera di Irian Barat (Bagian 1)

Operasi Mapenduma, Kisah Pembebasan Sandera di Irian Barat (Bagian 1)

10Berita – Sekira 1.300 Warga Desa Binti dan Desa Kimbley, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, telah disandera oleh Kelompok Teroris Separatis Bersenjata yang oleh pemerintah Jokowi diistilahkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Penyanderaan itu dilakukan oleh KKB terhadap 1300 warga sejak empat hari yang lalu.

Mabes Polri menyebut anggota kelompok tersebut yang bersenjata lengkap hanya berjumlah 20 sampai 25. Polri yang bekerjasama dengan TNI menurunkan Satgas Terpadu.

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengaku TNI akan menggunakan cara persuasif melalui negosiasi sehingga jangan sampai ada korban.

“Saat ini TNI sedang melaksanakan pengamatan dan pengintaian, karena yang disandera adalah masyarakat umum, maka penanganannya harus teridentifikasi dengan jelas,” ujar Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.


Bukan pertama kali kelompok bersenjata di Papua menyandera warga sipil. Yang paling terkenal adalah Peristiwa Mapenduma.

Senin 8 Januari 1996 menjadi mimpi buruk untuk 12 peneliti Tim Lorentz yang sedang mengumpulkan data di Mapenduma, Papua. Ratusan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Daniel Yudas Kogoya menculik mereka dari base camp.

Komandan OPM Kelly Kwalik berusaha menukar 12 sandera itu dengan kemerdekaan Papua. Karena melibatkan warga negara asing, peristiwa ini jadi sorotan internasional. Selama dalam penyanderaan, para sandera digiring blusukan ke belantara Papua. Mereka tak mendapat cukup makanan, sehingga beberapa orang sakit.

Mabes TNI menggelar satgas untuk membebaskan sandera di Mapenduma. Komandan Jenderal Kopassus saat itu Brigjen Prabowo Subianto ditunjuk menjadi komandan. Tim Kopassus yang dikerahkan berasal dari Grup 5 Antiteror yang berseragam hitam-hitam.

Selain itu ada pasukan Batalyon Lintas Udara Kostrad 330 dan pasukan penjejak yang terdiri dari putra-putra Irian milik Kodam Cendrawasih. Total pasukan yang dikerahkan mencapai 600 orang.

Tapi sesuai permintaan dunia internasional, Prabowo mempersilakan Tim International Committee of the Red Cross (palang merah internasional), melakukan perundingan. Awalnya Kelly Kwalik menunjukkan itikad baik. Mereka berniat membebaskan beberapa sandera yang sakit, termasuk Martha Klein yang sedang hamil.

Namun saat detik-detik pelepasan sandera, tiba-tiba Kelly Kwalik berubah. Dia berpidato dengan keras.

“Saya minta ubi harus dapat ubi, bukan minta ubi dikasih ketela.” Artinya jelas, kemerdekaan harga mutlak untuk Kelly. Para sandera dan tim ICRC lemas, mereka sadar perundingan yang berliku ini menempuh jalan buntu.

 

Sumber :Eramuslim

Related Posts: