Ibu, Madrasah yang Pertama, dan Utama
Ibu, Madrasah Pertama dan Utama
Ibu, adalah madrasah pertama dalam proses pendidikan manusia. Ia membawa peran penting dalam kehidupan. Jika ia salah dalam mendidik dan menanamkan akhlak pada anak, tentu menjadi awal kehancuran generasi berikutnya.
Ibu harus memiliki bekal baik ilmu, pandangan hidup dan menginstropeksi diri. Bahkan, untuk menjadi seorang ibu perlu persiapan sejak dini dimulai sejak mengenal rasa suka kepada lawan jenisnya.
Tentu tugas seorang ibu ini bukan pekerjaan mudah. Harus melibatkan pemahaman akan tugas menjadi ibu secara keseluruhan. Dan tentu akan banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dan membutuhkan kerjasama yang baik sehingga dapat menjalaninya dengan baik. Tentu kerja sama ini perlu dikomunikasikan dengan suami.
Agar dapat mendidik anak, termasuk memperhatikan kesehatan rohani dan jasmani anak, ibu perlu memahami berbagai pengetahuan umum yang mendukung.
Generasi hebat adalah karya dari pendidikan keluarga yang sukses dari si ibu. Pendidikan yang dihadirkan ibu dalam keluarga harus mencakup seluruh aspek kehidupan. Yang utama sekali adalah pendidikan agama yang lengkap. Yaitu dari tauhidnya, segi akhlaknya, bagaimana bermu’amalah, dan sebagainya.
Sebagaimana pesan bagi orang tua dalam Alquran, “Dan hendaklah mereka takut kepada Allah seandainya mereka meninggalkan sepeninggal mereka anak keturunan yang lemah. Hendaklah mereka khawatir terhadap mereka.” (QS an-Nisa’ [4]: 9).
Jadi jangan jadikan generasi kita zurriyyatan dhi’afa (generasi yang lemah) tapi generasi yang menjadi qurrata a’yun (penyejuk mata). Yaitu generasi yang memberi harapan baik bagi masa depan. Karena telah kokoh jiwa dan pikirannya yang dilandasi ajaran agama.
Dapat kita ambil contoh bagaimana penghafal cilik ALquran, Musa La Ode Hanafi bisa menghafal Alquran di usia mudanya. Hal ini tentu tak terlepas dari peran seorang ibu dan ayahnya. Kedua orang tuanya dengan luar biasa membuang kegiatan mereka demi memperhatikan Musa dan membela kepentingan Musa. Jadi menurutnya, ibu harus bisa mendidik anak sejak dini karena anak ibarat sebuah tanaman.
Namun, tak semua orangtua dalam hal ini ibu dan ayah mampu mendidik anak secara penuh. Keterbatasan ekonomi dan waktu bisa menjadi salah satu penyebabnya. Atau beberapa di antara anak-anak tersebut tak seberuntung anak lainnya karena telah kehilangan kedua orang tua mereka.
Untuk itu, sebagai lembaga yang menaungi anak yatim, Sayati membuka Pesantren Tahfidz. Sayati berharap anak-anak muda ini menjadi anak muda yang mencintai Islam dan Alquran.
Seperti kita tahu, kebutuhan pendidikan agama bagi anak muda dirasa minim dan kurang. Gempuran bahaya pornografi, hedonisme serta materialisme yang menjangkiti generasi milineal sangat memprihatinkan. Diperlukan adanya pendidikan agama dan lingkungan yang kondusif agar anak-anak muda ini berkembang menjadi pemuda berprestasi, bukan justru menjadi sampah masyarakat.
Dari sinilah sedianya Sayati berambisi untuk membangun Pesantren Tahfidz Yatim. Dengan adanya pesantren tahfidz ini, anak yatim dan dhuafa asuhan Sayati bisa terkonsentrasi di lingkungan yang kondusif. Meski begitu, peran masyarakat dalam mendukung pesantren ini sangatlah besar.
Sayati membuka peluang masyarakat berpartisipasi mencerdaskan generasi muda dengan program Wakaf Pesantren Tahfidz. Program wakaf dengan tema “Saatnya Beri Kado Terindah Berupa Rangkaian Pahala Tanpa Putus untuk Bunda Tercinta”, kita sebagai anak dapat mewakafkan atas nama ibunda dengan nilai satu lembar sertifikat Wakaf Rp 1.000.000. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam kampanye ini melalui Rekening Wakaf Bank BRI 2136 0100 0174 305 atau CIMB Niaga Syariah 7042 858 999 atas nama Yayasan Sahabat Yatim Indonesia dan konfirmasi call center Sayati di 021-53126107.
Insya Allah, harta yang diwakafkan sejatinya tak hanya bermanfaat untuk hari ini, tapi juga esok, dan hari-hari selanjutnya. Wakaf juga diharapkan manfaatnya tak hanya untuk satu dua orang, tetapi bermanfaat bagi banyak orang.
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan tentang hal itu, sungguh Allah Maha Mengetahui,” (QS Ali Imron 92).
Sumber : Eramuslim