OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 31 Januari 2018

Ketika Suara Rakyat Dibungkam

Ketika Suara Rakyat Dibungkam



Oleh: Yati Sulastri,S.TP (Pemerhati Masalah Sosial)

10Berita, Perkembangan medsos sudah semakin jauh meningkat. Penggunanya pun sudah hadir dari berbagai kalangan. Tak elak lagi medsos menjadi ajang eksistensi diri pengguna, baik tentang kehidupan pribadinya maupun pemikirannya. Medsos menjelma menjadi ajang saling menguatkan dan juga saling menjatuhkan.

Ujaran pun muncul berseliweran di timeline baik ujar an positif maupun negatif. Tentu saja hal ini menjadi sebuah pertempuran ide dari berbagai kalangan dan tidak luput juga bagi pihak2 yang ingin memenangkan pemilu. Politik pencitraan pun sudah mulai bermunculan.

Begitu pula perang pemikiran di medsos ternyata membuat gerah penguasa. Bahkan tidak sungkan presiden membuat lembaga selevel BIN, yaitu BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) yang dikepalai oleh Djoko Setiadi yang tugasnya akan meradar setiap perkataan atau ujaran yang dianggap SARA serta menyudutkan pemerintahan.

Pasca dilantik, langsung ketua BSSN menyatakan tidak sabar ingin segera memantau dan menciduk pihak pihak yang selama ini melontarkan ujaran kebencian. Bahkan  meluncurkan tagar 'hoax membangun' yang langsung menjadi trending topic karena banyak mengundang reaksi dari para netizen.

Banyak netizen yang menganalisa bahwa akan ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan hoax demi pencitraan. Sehingga menuntut netizen untuk selalu kritis terhadap suatu berita apakah hoax atau fakta.

Sebelum diresmikan lembaga BSSN ini, sebenarnya sudah ada Undang-undang ITE yang telah diterapkan bahkan sudah berhasil menciduk beberapa orang yang dianggap menyebarkan ujar an kebencian. Sebutlah ust. Alfian Tanjung yang divonis 2 tahun penjara karena ceramah beliau di salah satu mesjid di Surabaya.

Padahal yang disampaikan adalah pengajian. Namun perlakuan ini tidak didapatkan oleh orang orang yang jelas jelas menghina Islam, menghina para ulama, sama sekali tidak ada perlakuan yang sama meskipun banyak yang melaporkan. Bahkan sepertinya hukum sangat tajam kepada aktivis islam seperti Ibu Asma Dewi yang sampai saat ini ditahan disebabkan postingannya yang dianggap menebar kebencian.

Tentu saja hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar, untuk apa dan untuk siapa sebenarnya undang undang ITE dibuat karena faktanya hukum yang diterapkan tumpul. Bahkan lembaga BSSN yang dibuat pun ditengarai justru akan pro kepada rezim yang ada dibandingkan posisi seharusnya yg netral. Kalo itu yang terjadi, orde baru babak baru muncul lagi, dimana setiap orang tidak dapat leluasa menyampaikan kebenaran, tetapi dipaksa agar konten yang muncul adalah konten yang selaras dengan pemerintah.

Bila demikian, yang akan menjadi ancaman adalah suara rakyat yang lantang mengoreksi penguasa, yang tentu saja agar penguasa tidak salah jalan dan menempuh jalan yang benar saat menjadi penguasa.

Bila bercermin kepada negara Islam, kritik dan saran bagi pemerintahan yang ada sangat terbuka lebar. Sebutlah bagaimana seorang Khalifah Umar bin Khattab yang dengan rela mengubah kebijakannya tentang mahar setelah dikritik oleh seorang perempuan bahwa mahar yang ditetapkan terlalu tinggi. Bahkan dalam Islam memberikan muhasabah kepada penguasa hukumnya wajib. Bahkan ketika penguasa itu membunuhnya maka akan mendapatkan pahala jihad yang utama.

Aduhai alangkah indahnya bila diterapkan sistem Islam, dimana rakyat secara cerdas memberikan masukan kepada para penguasa, dan penguasa pun dengan legowo menerima serta tidak sungkan mengubah kebijakannya bila dirasa masukan dari rakyatnya itu benar. Masya Allah. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com