OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 22 Januari 2018

MUI Desak Presiden dan DPR Segera Sahkan Sanksi Pidana Pelaku LGBT

MUI Desak Presiden dan DPR Segera Sahkan Sanksi Pidana Pelaku LGBT

10Berita, JAKARTA – Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengaku sangat prihatin atas berkembangnya isu LGBT. Menurutnya, praktik LGBT merupakan budaya hidup sekuler serta jauh dari nilai-nilai agama dan kesusilan.

”MUI sangat prihatin dengan semakin berkembangnya pemikiran dan budaya hidup sebagian manusia Indonesia yang sekuler, liberal, dan jauh dari nilai-nilai agama dan kesusilaan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan jati diri bangsa kita yang berdasarkan Pancasila, termasuk sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab,” kata Zainut dalam keterangan, Ahad (21/1/2018), lansir Kumparan.

Ia menilai, perilaku yang menyimpang LGBT seperti seks bebas tanpa ikatan perkawinan dan pencabulan karena belum memiliki payung hukum secara memadai. Karena itu, perlu ada aturan hukum yang mengatur pidana dari tindakan-tindakan tersebut.

“MUI berpendapat bahwa berkembangnya perilaku seks bebas tanpa ikatan perkawinan yang sah karena tidak adanya payung hukum yang cukup memadai dan tidak memenuhi unsur dalam pasal perzinaan sebagaimana yang diatur dalam KUHP pasal 284. Begitu juga maraknya praktik pencabulan terhadap pasangan sejenis baik terhadap anak atau pun orang dewasa karena tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam KUHP pasal 292 tersebut,” terangnya.

Ia mendesak DPR dan Presiden segera menerbitkan aturan hukum yang mengatur tindak pidana perilaku LGBT dalam RUU KUHP untuk disahkan dalam UU KUHP. Adapun, pengesahan nanti diharapkan agar sesuai dengan aspirasi dari masyarakat soal perilaku LGBT. Tidak hanya dibatasi dengan kategori-kategori tertentu. Namun mencakup secara keseluruhan.

“MUI mendorong DPR dan Presiden segera membahas dan menetapkan RUU KUHP menjadi UU dengan serius dan sungguh-sungguh memperhatikan, menyerap dan mengakomodasi aspirasi yang berkembang di masyarakat yaitu memasukkan unsur pelaku kejahatan tidak dibatasi kepada kategori orang-orang tertentu saja dalam merumuskan pasal-pasal kesusilaan: perzinaan, perkosaan, dan pencabulan (LGBT) dalam pembahasan RUU KUHP,” imbuhnya.

Dia juga mengatakan, MUI terus mencermati dan mengawal proses pembahasan RUU KUHP di DPR khususnya yang berkaitan dengan pasal-pasal yang diamanatkan oleh MK untuk dibahas dan ditetapkan oleh DPR bersama-sama dengan Pemerintah sesuai dalam Putusan MK Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Pasal-pasal tersebut adalah pasal 284 tentang perzinaan, pasal 285 tentang perkosaan dan pasal 292 tentang pencabulan (LGBT).

MUI menyesalkan MK telah memutuskan menolak permohonan uji materi soal perluasan makna dalam pasal perzinaan (Pasal 284), pasal perkosaan (Pasal 285) dan pasal pencabulan atau LGBT (Pasal 292) KUHP dengan alasan Mahkamah tidak memiliki kewenangan untuk merumuskan tindak pidana baru sebab kewenangan tersebut berada di tangan Presiden dan DPR. 

Sumber :arrahmah.com