OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 24 Februari 2018

Mentimun Retak

Mentimun Retak

Nana Sudiana

Gerakan zakat punya kekuatan cukup solid dari tahun ke tahun

Oleh : Nana Sudiana

10Berita, Suatu ketika ada seorang Sahabat Amil yang baru pulang dari silaturrahim dengan seorang guru bangsa, seorang kyai yang tak asing namanya di seluruh penjuru negeri. Begitu ketemu, langsung saja ia bercerita, ada pesan yang sangat baik untuk kita semua katanya. Tentu saja kami ketika itu yang sedang berkumpul di sebuah forum Amil penasaran. Katanya : "Saya bawa oleh-oleh pesan dari Kyai untuk kita semua. Pesannya "Jangan benturkan mentimun dengan durian".

Selepas hal ini disampaikan, tentu saja kami tak langsung mengerti apa makna pesan ini. Kami, yang rata-rata tumbuh dan besar di gerakan zakat tak lalu menghubungkan dengan apa yang baru-baru ini terjadi di gerakan zakat.

Butuh kemampuan lebih untuk memahami dan mencerna pesan ini. Apalagi dari sisi kemampuan menggali makna dan kedalamannya, teman-teman Amil juga tak banyak yang mampu menguliti bagian demi bagiannya.

Melihat dengan mata hati

Ayo Ikut Lomba Vlog TB Untuk Bantu Berantas TBC, Klik Disini


Bisik-bisik di antara sesama Amil ketika itu terus terjadi. Sejumlah Amil penasaran dengan pesan tadi. Tak sedikit yang tak sabar mencoba mencarinya di mesin pencari google. 

Dan dari sana ketemulah beberapa gambaran makna ini. Walau ini masih berupa makna harfiah, setidaknya kami mengerti kemana arah pesan ini. Ternyata kami temukan istilah tadi ada dalam peribahasa Indonesia. Adapun lengkapnya peribahasa tersebut adalah : "Seperti mentimun dengan durian, menggolek rusak, kena golek binasa". Arti dari peribahasa ini adalah suatu perlawanan yang tidak seimbang antara orang kuat dengan orang lemah atau orang pandai dengan orang bodoh"

Wah, ternyata dalam juga ya artinya. Begitu rata-rata seruan tertahan kami. Seorang Kyai, yang memiliki pandangan jauh ke depan, berpesan soal yang sangat penting untuk para amil zakat. Sebagai santri tak langsung beliau-nya, tentu saja tak sopan untuk meminta dijelaskan lebih detail. Juga meminta mendefinisikan siapa mentimum dan siapa duriannya lebih tak sopan.

Nah, kalau kira-kira pertanyaan tadi dilempar ke Sahabat Amil sekalian, siapa yang bisa menjawab asosiasi buah-buahan tadi dengan aktor atau pihak-pihak yang ada di dunia zakat?. Untuk menjawabnya, tentu setiap orang akan punya argumen untuk menyebut para pihak tertentu dengan peribahasa tadi. 

Memaknai mentimun dan durian tentu tak semata memamahami apa yang dapat dilihat secara fisik semata. Mentimun yang akrab sejak kecil dengan anak Indonesia, khususnya mereka yang terbiasa diceritakan dongeng "Kancil mencuri ketimun" atau dongeng yang berjudul "Ketimun Emas". 

Mentimun atau ketimun adalah buah yang cukup familiar di Indonesia. Buah yang nama latinnya Cucumissativus Ltermasuk ke dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Buah ini merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan. Tanaman ini biasa di tanam sejumlah petani dan buahnya biasanya dipanen ketika belum masak benar untuk dijadikan sayuran atau penyegar, tergantung jenisnya. 

Buah mentimun dapat ditemukan di berbagai hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air cukup banyak di dalamnya sehingga berfungsi menyejukkan. Potongan buah mentimun juga dapat digunakan sebagai pelembab wajah serta dipercaya dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Kalau mentimun ini diasosiasikan dengan gerakan zakat kira-kira apa nyambung tidak ya?. Apakah gerakan zakat pantas ditamsilkan selemah karakter buah mentimun. Gerakan zakat kan sudah punya akar kuat, termasuk tradisinya melayani orang-orang dhuafa dan membela keadilan dan kezaliman atas kesewenang-wenangan akibat kemiskinan dan derita kebodohan umat.

Kalau buah mentimun saja sudah menunjukan sebuah citra kelemahan, bagaimana lagi bila mentimun yang kita bicarakan ini justru mentimun retak. Kebayangkan kan semakin rumit kondisinya. Ia sudah lemah tergambar, retak pula. Dan sebagaimana lazimnya buah yang retak, bisa jadi ia mengalami masa pertumbuhan  yang tak sempurna atau karena ada kendala di dekat tumbuhnya buah mentimun yang membuatnya malah retak dan mungkin tak matang sempurna.

Gerakan zakat punya kekuatan cukup solid dari tahun ke tahun dalam membantu mustadhaifin dan para mustahik lainnya. Gerakan ini juga dalam perkembangannya yang terakhir bahkan sanggup mengibarkan Sang Saka Merah Putih di negeri-negeri yang jauh yang sedang di landa bencana dan musibah. Belum lama juga bendera merah putih kebanggaan bangsa hadir pula dan melekat dengan gagah di delegasi demi delegasi dari Indonesia yang pulang dan pergi ke Myanmar dan Bangladesh dengan brand AKIM (Aliansi Kemanusiaan untuk Myanmar) yang membanggakan. Membersamai Presiden dan Mentri luar negeri menunjukkan simpati dan kepedulian lewat berbagai bantuan yang tak henti mengalir ke sana.

Gerakan zakat tak selemah mentimun, yang begitu jatuh langsung porak poranda dan tak lagi berbentuk sempurna. Namun begitu hebatkan gerakan zakat ini sebenarnya? Lalu apa maknanya bila tak lama seusai ada perhelatan akbar gerakan zakat dalam naungan kebersamaan di Munas FOZ lalu tiba-tiba lahir sebuah komunitas dalam komunitas besar yang ada?. Di mana kehebatan gerakan zakat?, di mana soliditas gerakan ini yang mengklaim rumah bersama gerakan zakat Indonesia.

Mentimunkah gerakan zakat? Atau FOZ saja yang bagai mentimun? Lalu mana duriannya? Tepatnya siapa duriannya? Apakah kita akan menuduh aktor-aktor atau pihak lain jadi durian ditengah gerakan zakat. 

Rasanya tak benar juga mencoba memaksakan gerakan zakat dengan menyamakannya dengan buah mentimun. Gerakan zakat walau tak sempurna keseluruhannya bagaikan buah kelapa, tapi tetap saja bukan mentimun. Gerakan zakat tak pula harus berbenturan dengan durian, karena pasti tak ada keseimbangan kekuatan gerakan zakat dengan buah durian. Durian walau masih muda atau isinya tak menjadi buah yang matangpun tetap saja memiliki duri yang bisa mencelakakan. Ia lewat ketajaman durinya mampu menembus dan melukai apapun, apalagi kulit mentimun yang halus dan tanpa pelindung. 

Durian, sejatinya siapapun ia, tak layak dianggap seolah musuh yang harus dilawan dan ditakuti. Tokh, selama kedua buah ini bertumbuh di tempat masing-masing, keduanya akan hidup tanpa saling melukai dan menderita. Keduanya hidup ditempat yang memang ia bisa diterima dengan baik. Mentimun di sawah dan ladang tumbuhnya, ia ditopang bambu dan ranting untuk tangkai pohonnya menjalar dan menggantungkan buahnya. Kadang-kadang, mentimun jenis tertentu seperti mentimun suri malah diberikan alas jerami atau rumput-rumput halus agar buahnya bertumbuh tanpa terluka. 

Dan durian, ia tanaman berkayu keras yang sejak kecil buahnya terbiasa dengan duri-durinya yang tajam dan keras. Durian telah tumbuh menembus pohon-pohon kecil dibawahnya dan terbiasa pula jatuh dari ketinggian untuk sampai menyentuh bumi.

Tantangan Gerakan Zakat

Kalaulah durian itu simbol dari tantangan gerakan zakat. Barangkali durian ini bisa kita maknai kemiskinan. Kemiskinan dengan sepenuh arti dan penjelasannya. Bayangkan, di negeri kita  yang telah menyatakan merdeka selama 73 tahun. Kemiskinan tak jua mampu diselesaikan dengan baik. Bukti ini sebagaimana disebut di catatan yang di rilis BPS pada bulan September 2017, ternyata jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 26,58 juta orang (10,12 persen dari jumlah Penduduk).

Ironis bukan, sungguh-sungguh ironis dan tak habis pikir. Negeri yang airnya begitu melimpah dimana-mana, tanamannya menghijau di hias gunung-gunung tinggi menjadi sabuknya serta begitu banyak kandungan mineral, minyak bumi, gas dan barang tambang ditanahnya, rakyatnya demikian banyak yang masih miskin.

Dan ini pun belum seberapa serius, karena ternyata dalam sejumlah catatan media masa dalam sepekan, salah satunya dari Kompas, ada informasi dari Bank Indonesia (BI) bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2017 tercatat sebesar 347,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.636,455 triliun. Hitungan ini bila kurs dalar saat itu dihitung sebesar Rp 13.350 per dollar AS. Ternyata jumlah tersebut naik 9,1 persen secara tahunan (yoy). Dahsyat bukan? Seberapa banyak orang di dunia ini yang benar-benar mampu melihat uang sebanyak ini, apalagi memilikinya? Hanya negara tentunya yang memiliki uang sejumlah ini, eh ini hutang ding, bukan kekayaan atau malah keuntungan.

Satu lagi, kalau memang para amil ini bekerja untuk kebaikan, maka Amil juga seharusnya sudah biasa dimusuhi oleh orang atau pihak lain. Para Amil ini sejatinya harus sadar bahwa orang baik dan penyeru kebaikan itu berbeda. Orang baik, atau shalih artinya orang yang baik, sedangkan mushlih artinya penyeru kebaikan.

Shalih ini melakukan kebaikannya hanya untuk dirinya sendiri, adapun mushlih melakukan kebaikan untuk dirinya sendiri dan orang lainnya. Orang yang baik dicintai manusia dan ini berbeda dengan penyeru kebaikan, karena ia kadang dibenci manusia.

Mengapa orang baik harus siap dibenci manusia, karena bercermin pada kisah Nabi Muhammad SAW, sebelum Nabiyullah Muhammad diutus menjadi Rasul, beliau dicintai manusia karena beliau adalah orang baik. Tapi setelah diutus menjadi penyeru kebaikan, kaumnya langsung memusuhinya dengan menggelarinya : tukang sihir, pendusta, dan orang yang tak waras.

Sabat Amil Yang Dicintai Allah...
Kalau menjadi Amil Zakat ini hanya sekedar ingin dianggap baik dan dicintai manusia, maka cukuplah berhenti menjadi orang baik. Sekali lagi cukuplah jadi orang baik untuk diri sendiri. Namun bila ingin disebut orang pergerakan, yang diam atau bergeraknya karena dorongan dan latar belakang kebaikan, apalagi pergerakan kebaikan untuk membantu sesama yang membutuhkan,  jelas ini butuh effort yang lebih karena butuh keberanian dan kemampuan terbaik dalam merealisasikannya.

Ketika Amil naik kelas, menjadi juru dakwah dan penyeru kebaikan, yang ingin hidupnya diisi dengan kebaikan demi kebaikan untuk sesama, bukan tak mungkin amil juga akan  menghadapi permusuhan dari pihak-pihak yang membencinya, atau sekedar tak senang dengan apa yang dilakukannya.

Amil dan gerakan zakat bukan mentimun, ia pun bukan durian yang siap melukai siapapun dengan ancaman ketajaman durinya. Amil laksana buah kelapa, yang kuat melindungi isi buahnya dari benturan, bahkan juga melindunginya dari segala macam bahaya lainnya. 

Buah kelapa merupakan buah dengan banyaknya kemanfaatan yang bisa diberikan, mulai akar, batang, buah hingga daunnya. Semua ia persembahkan sebagai bagian kebaikan bagi banyak pihak. Buah kelapa juga batangnya mampu menjadi penopang utama pembangunan rumah yang akan melindungi pemiliknya dari hempasan angin dan hujan. Buah kelapa bukannya tak ada musuhnya, ia justru digerogoti kumbang pohon kelapa yang bukan hanya memakan batang pohonnya saja, namun terus melukai pohon kelapa hingga bisa menumbangkannya bila tertiup derasnya angin dan badai. 

Dalam hal menjadi orang baik dan lalu menjadi penyeru kebaikan, Kisah Luqman dalam menasehati anaknya bisa kita jadikan cermin untuk kita belajar. Dalam kisah ini, ada momen indah ketika Luqman menasihati anaknya agar bersabar ketika melakukan perbaikan, karena dia pasti akan menghadapi permusuhan.

Kata Luqman : "Hai anakku tegakkan sholat, perintahkan kebaikan, laranglah kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpamu".

Dari nasihat Luqman ini kita harus menyadari bahwa untuk bersama-sama dalam kebaikan ternyata kuncinya harus semakin banyak bersabar. Dalam kesempatan lain, berkata ahli ilmu : "Satu penyeru kebaikan lebih dicintai Allah daripada ribuan orang baik".

Mengapa Allah lebih mencintai para penyeru kebaikan, karena melalui penyeru kebaikan itulah Allah jaga umat ini, sedang orang baik hanya cukup menjaga dirinya sendiri. Ia akan tenggelam sendirian dalam rengkuhan amal kebaikan yang seolah besar, namun seukuran tubuhnya semata. 

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung" (QS : Ali Imran (3) : 104)
 

#). Ditulis dalam perjalanan Kereta Ekonomi Jayakarta Premium, Jakarta-Jogja, Jum'at, 23 Februari 2018

Sumber :  Republika.co.id