OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 11 Februari 2018

Wartawan Ditangkap, Eks Anggota DPR: Di Zaman Orba Saja Produk Jurnalistik Dilindungi

Wartawan Ditangkap, Eks Anggota DPR: Di Zaman Orba Saja Produk Jurnalistik Dilindungi

"Dengan kasus penahanan Asyari Usman yang 30 tahun lebih menjadi wartawan bergengsi, maka semua penulis yang salah tulis, dapat sewaktu-waktu dijebloskan ke sel tahanan!"

ist.

wartawan senior Asyari Usman.

10Berita – Anggota Komisi Hukum DPR RI periode 2004 – 2009, Djoko Edhi Abdurrahman, mengatakan, seluruh muatan Teropong Senayan adalah produk jurnalistik, termasuk surat pembaca karena ia terdaftar di Dewan Pers yang dilindungi UU No 40 tentang Pers.

“Seluruh produk jurnalistik dilindungi UU No 40 cq Dewan Pers. Tak bisa main tangkap. Orde Baru saja tak pernah melakukan main tangkap seperti itu. Wartawan, menulis salah, lalu serta merta ditangkap. Penulis opini di Teropong Senayan, salah menulis, langsung ditangkap hanya karena Ketum PPP tak bahagia dengan tulisan itu,” ungkap Djoko dalam pernyataannya kepada hidayatullah.comJakarta, Sabtu (10/02/2018).

Wasek Lembaga Penyuhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama PBNU ini mengatakan, tindakan penangkapan seperti itu tak bisa dilakukan.

“Bahkan di Ode Baru, penulis produk jurnalistik dilindungi. Yang dilakukan Presiden Soeharto, via Dirjen PPG, adalah memberi peringatan kepada mass medianya. Bukan penulisnya, hingga tingkat pembredelan,” ungkapnya.

Baca: Soal Penangkapan Wartawan, DPR Minta Parpol jangan Anti Kritik


“Jika tulisan produk jurnalistik, mengandung perbuatan melawan hukum, polisi lebih dulu meminta pendapat Dewan Pers. Belum pernah langsung menangkap penulisnya dan dijebloskan ke sel tahanan seolah pelaku kejahatan kekerasan (Jatanras). Ini jalan mundur demokrasi!” tambahnya.

Djoko mengungkapkan, Remi Silado pernah ditahan atas laporan Ateng, Wali Kota Bandung, hanya ditahan 24 jam. Remi Silado adalah penulis di Majalah Aktuil, membuat opini tentang penggusuran di Bandung, Jawa Barat, yang tak membahagiakan Wali Kota. Itu di zaman Orde Baru, masa otoriterian.

“Sulit dipahami, di zaman reformasi, zaman demokrasi, Asyari Usman dijebloskan ke sel tahanan seolah penjahat Jatanras, hanya karena tulisannya tak membahagiakan Ketum DPP PPP,” ungkapnya.

“Pertanyaan hukumnya, bersumber dari UU No 40 tentang pers (baca produk jurnalistik Teropong Senayan), kemana hak jawab Asyari Usman? Kemana hak perlindungan produk jurnalistik itu? Itu satu,” tambahnya.

Baca: Pemerintah Dinilai Harusnya Makin Bijak Hadapi Kritikan dan Aspirasi


Kedua, mengapa Teropong Senayan yang terdaftar di Dewan Pers, diperlakukan seperti Saracen (yang bukan produk jurnalistik, yang tak terdaftar di Dewan Pers)?

“Ketiga, dengan kasus penahanan Asyari Usman yang 30 tahun lebih menjadi wartawan bergengsi, maka semua penulis yang salah tulis, dapat sewaktu-waktu dijebloskan ke sel tahanan, tanpa proses UU No 40 tentang pers, hanya karena Ketum DPP PPP tidak bahagia. Riot!”

Keempat, substansi materi kasus PPP Cagub Sumut, tanpa tulisan Asyari Usman pun, sudah paradoks, kata dia. Semua orang politik paham apa yang sesungguhnya terjadi. Sehingga yang dimaksudkan adalah “jangan kritik keburukan Romi”.

“Bukan main. Ini bahaya besar bagi demokrasi, das sein dan das sollen. Semua penulis praktis seolah diminta hanya menjadi tipe writer(penulis iklan). Jika tidak, gue jeblosin loe ke penjara!”

Djoko berharap, semoga besok, pentolan para aktivis yang bertemu dan membahas ancaman yang terkandung dalam kasus ini, dapat menyelesaikan bahaya demokrasi ini dengan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, pungkasnya.*

Rep: SKR

Editor: Muhammad Abdus Syakur

Sumber :Hidayatullah.com