Wartawan Senior UNGKAP: Revolusi Mental Jokowi SUKSES! INI Buktinya
10Berita, Betulkah anggapan atau penilaian sejumlah pihak bahwa Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah Jokowi, gagal? Saya mengatakan tidak gagal. Sebaliknya, sangat sukses. Mau buktinya? Begitu jelas dan tegas.
Salah satu dari keberhasilan Revolusi Mental itu adalah banyaknya orang yang percaya diri sangat tinggi, bermentalitas baja, dalam mengajukan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Dari semua parpol bermunculan cawapres. Hampir semua pemimpin partai mengisyaratkan kesiapan mereka untuk mendampingi Jokowi sebagai cawapres di dalam pilpres 2019.
Tidak mudah dan tidak murah untuk mengubah rasa malu menjadi mental baja dalam menyodor-nyodorkan diri menjadi cawapres. Sebab, untuk menjadi cawapres Jokowi diperlukan penghilangan konsep rendah diri dari folder akal sehat seseorang. Ini merupakan perjuangan yang sangat berat. Pejuangan yang memerlukan latihan berat pula agar bisa terhapuskan rasa hina yang muncul dari penyodoran diri itu.
Alhamdulillah, proses penghilangan rasa hina itu telah berhasil dilewati oleh para tokoh muda nasional. Mereka berusaha memukau khalayak agar meyakini bahwa tindakan mereka menghilangkan rasa hina itu bukanlah sesuatu yang terhina. Mereka mencoba meyakinkan publik (meskipun publik tak yakin) bahwa mereka adalah para pelaku Revolusi Mental. Bahwa mereka telah mengubah perasaan segan, perasaan malu, perasaan hina, menjadi mental baja sebagaimana diinginkan oleh penggagas Revolusi Mental.
Misalnya, ada Muhaimin Iskandar (Cak Imin, ketum PKB) yang secara terbuka mengatakan bahwa dia memiliki banyak kelebihan untuk menjadi wakil presiden. Ada Muhammad Romahurmuziy (Gus Romi, ketum PPP) yang tampaknya merasa diperhatikan oleh Jokowi untuk posisi yang sama. Kemudian, ada pula Agus Harimurti Yudhoyono (AHY, putra mantan Presiden SBY) yang memberikan sinyal tentang keinginannya yang sangat besar untuk menjadi cawapres.
Bukankah ini bukti sukses Revolusi Mental?
Contoh-contoh sukses ini harus dikloning sebanyak mungkin. Kita memerlukan orang-orang yang bermental baja seperti Cak Imin, Gus Romi atau AHY. Mereka akan memberikan teladan kepada generasi penerus tentang bagaimana cara memlestarikan salah satu budaya politik khas Indonesia, yaitu “budaya men**lat”.
Banyak yang berpendapat bahwa mereka itu, dan mungkin para tokoh lain yang akal muncul kemudian, melakukan tindakan yang memalukan. Bagi orang yang menganut “definisi lama” tentang kehinaan, mungkin itu disebut memalukan. Atau, bagi generasi muda milenial, tindakan itu sangat memalukan. Tetapi, para penyodor diri merasa Revolusi Mental itu mencakup pembiasaan diri dengan konsep kehinaan. Supaya manusia Indonesia bisa belajar kepada mereka bagaimana menjadikan akal sehat kebal (immune) terhadap arti malu.
Bagi orang lain, mereka bisa saja dipandang sebagai pegemis. Namun, bagi mereka, yang mereka lakukan adalah inovasi Revolusi Mental yang diinginkan Jokowi itu. Mereka adalah success story dari Revolusi Mental itu.
Jadi, tidaklah benar kata sejawaran Didi Kwartanada, ketika meluncurkan bukunya #KamiJokowi, hari Jumat 16 Maret 2018 bahwa Revolusi Mental pemerintah Jokowi “nanggung”. Didi segan mengatakan gagal. Tetapi, pendukung Jokowi ini melihat gagasan Revolusi Mental tidak lagi menjadi perhatian Jokowi.
Dalam hal ini, kami tak sepakat dengan Pak Didi. Kami bependapat, Revolusi Mental telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa lewat mental baja para penyodor diri cawapres.
Penulis: Asyari Usman, wartawan senior
Sumber :Portal Islam