OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 11 Mei 2018

Anwar Ibrahim-Erdogan, Dua Sahabat Seperjuangan Yang Alami Nasib Sama, Dipenjara dan Menang

Anwar Ibrahim-Erdogan, Dua Sahabat Seperjuangan Yang Alami Nasib Sama, Dipenjara dan Menang

(Anwar Ibrahim dan Istrinya Wan Azizah, serta Erdogan)

10Berita, Pada 9 Mei 2018 Malaysia baru saja melalui salah satu hari yang paling bersejarah sejak kemerdekaannya pada 1957. Untuk pertama kalinya, Barisan Nasional dibawah kepemimpinan Najib Razak tumbang oleh Pakatan Harapan yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim.

Melalui koalisi yang ia bina dengan rival lamanya Mahathir Mohamad, Anwar sukses membawa koalisinya meraih lebih dari 55% kursi di parlemen.

Bila -seperti yang dijanjikan Mahathir Mohamad- pemerintahan sementaranya berhasil mendapatkan amnesti bagi Anwar dari Yang Dipertuan Agong, maka larangan politik Anwar akan dicabut dan ia berkemungkinan menjadi Perdana Menteri memimpin Malaysia menuju pemerintahan reformasi yang dinanti-nanti rakyat.

Kegemilangan Anwar Ibrahim ini jelas menakjubkan, namun hal menakjubkan lain adalah salah satu cerita dibalik perjuangan Anwar.

Cerita perjuangan Anwar ini mirip dengan perjuangan yang dialami Erdogan di Turki. Baik Anwar dan Erdogan sama-sama tumbuh dari akar perjuangan Islam politik yang terinspirasi oleh Imam Hasan al-Banna, dimana sedari muda keduanya memiliki karir yang meroket didalam tubuh gerakan Islam di negara mereka masing-masing; Erdogan bersama dengan gerakan Milli Gorus yang dibina oleh hoca Necmettin Erbakan, dan Anwar bersama dengan Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), gerakan terbesar pemuda yang dekat dengan kelompok Muslim Demokrat di Malaysia. Keduanya pernah menjadi bagian dari “establishment” dan memegang jabatan tinggi di usia yang relatif muda, yakni Erdogan terpilih menjadi Walikota Istanbul pada usia 40 tahun dibawah pemerintahan Erbakan dan Anwar menjadi Deputi Perdana Menteri Malaysia di usia 46 tahun semasa Perdana Menteri Mahathir.

Namun keduanya pun juga sama-sama mengalami persekusi dari negara, dimana Erdogan didepak dari kedudukannya dan dipenjara atas tuduhan palsu radikalisme anti-negara, serta Anwar dipecat dan kemudian dipenjara atas dakwaan menjadi seorang gay (sodomi) dan lainnya.

Keduanya sama-sama merasakan dinginnya tembok penjara, dicabut hak politiknya, serta disebut-sebut telah habis karir politiknya.

Namun lagi-lagi, keduanya memiliki kepribadian yang sama dimana keduanya gigih untuk tidak membiarkan penjara menghalangi perjuangan mereka; dari penjara, Erdogan merancang pendirian Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) dan Anwar merancang pendirian Parti Keadilan Rakyat (PKR). Dan seperti kita tahu, keduanya sukses memenangkan pemilu disaat masing-masing dari mereka secara hukum masih dilarang untuk berpolitik.

Kesamaan antara Anwar dan Erdogan ini rupanya tidak sebatas pada kisah perjuangan mereka, karena mereka juga kenal dengan satu sama lain. Bahkan faktanya, Anwar dan Erdogan merupakan sahabat lama.


Persahabatan mereka mengemuka pada 2004, pasca Anwar dibebaskan dari tuduhan sodomi oleh pengadilan Malaysia. Dalam beberapa kali kunjungannya ke Turki, baik Anwar dan Erdogan terkesan pada satu sama lain. Anwar terkesan dengan cara Erdogan yang berhasil membawa Islam politik keluar dari kungkungan di tepi spektrum politik dan membuatnya lebih diterima oleh masyarakat sekuler, sedangkan Erdogan terkesan dengan pengetahuan Anwar mengenai pelaksanaan reformasi ekonomi dan seluk-beluk program IMF, dimana Turki saat itu masih dibawah warisan hutang IMF. Tak lama, Anwar diangkat menjadi penasehat ekonomi bagi pemerintah Turki, ia menjadi konsultan mengenai isu-isu tersebut dan sering bepergian ke Turki hingga akhir dekade 2000an, dimana pertemanan mereka sempat diuji.

Pada Juni 2008, Anwar secara mengejutkan kembali dituduh melakukan sodomi oleh bekas anak buahnya. Berbagai tindakan pemerintahan Barisan Nasional beserta pendukungnya membuat Anwar khawatir akan keselamatan diri dan keluarganya, lalu ia memutuskan untuk meminta suaka politik pada Duta Besar Turki di Kuala Lumpur yang kemudian mengizinkannya untuk berlindung didalam area kedutaan, yang dalam hukum internasional merupakan wilayah kedaulatan Turki.

Keputusan Turki ini dianggap buruk oleh pemerintah Malaysia saat itu. Menteri Luar Negeri Rais Yatim menyebut bahwa Anwar tak berhak mendapat suaka politik dan memanggil duta besar Turki.

Sejalan dengan sang menteri, media Malaysia ramai berspekulasi bahwa permintaan suaka politik di  sebuah kedutaan tak mungkin dikabulkan dalam tempo kurang dari satu hari bila tidak ada intervensi dari pimpinan tertinggi pemerintahan yang memberi suaka (Turki).

Pemerintah Malaysia lalu mengingatkan bahwa bila Anwar tak segera diusir dari kedutaan, hubungan diplomatik antara Turki dengan Malaysia akan terusik.

Namun selama hari-hari selanjutnya, Anwar tetap berada didalam kedutaan Turki dan keluarganya bebas keluar-masuk kedutaan. Anwar sendiri baru meninggalkan kedutaan Turki pasca ia mendapat jaminan verbal dari pemerintah Malaysia bahwa keselamatannya dan keluarganya akan dijamin.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa Erdogan tidak mengusir sahabatnya itu saat kesulitan, dan mempersilahkan Anwar untuk berlindung di wilayah kedaulatan Turki (Kedubes) hingga ia tak lagi merasa keselamatannya terancam.

Namun pasca insiden ini, keterlibatan Anwar didalam pemerintahan Turki berhenti. Selain sibuk menghadapi tuduhan sodomi, tekanan pemerintah Malaysia ditengarai ikut berperan.

Media Malaysia pro-pemerintah banyak menuding bahwa raihan besar (47,5 % suara) koalisi Anwar pada pemilu Maret 2008 (3 bulan sebelum ia mendapat tuduhan sodomi) sebagian adalah akibat bantuan konsultan-konsultan politik partai AKP dalam membentuk arah kampanye.

Terlepas tudingan ini, gaya kampanye Anwar dan Pakatan Rakyat (PR) memang mirip dengan Erdogan dan AKP. Kampanye militan door-to-door di tingkat akar rumput yang diikuti kampanye besar di lapangan-lapangan dengan Anwar sebagai tokoh sentral serta isi kampanye yang menyeimbangkan antara sentiment identitas dan pragmatisme kebutuhan hidup sehari-hari dengan narasi reformasi negara merupakan hal yang juga akan ditemui pengamat bila mereka memperhatikan kampanye-kampanye Erdogan dan AKP.

Meski tak lagi bertemu sesering dulu, persahabatan mereka tak pernah luntur. Pasca ia dibebaskan dari tuduhan sodomi 2012, Turki menjadi negara pertama dalam kunjungan luar negeri Anwar.


Lalu, pasca kemenangan Erdogan dalam referendum konstitusi April 2017, Wan Azizah Wan Ismail, istri Anwar dan salah satu pemimpin Pakatan Harapan memberi selamat pada Erdogan atas kemenangan tersebut, walaupun Wan Azizah mendapat kritik karenanya.

Kini, sang sahabat Erdogan ini berhasil memenangkan pemilu. Jerih payahnya selama ini terbalas, rakyat Malaysia telah mempercayakan kehidupan dan masa depan mereka padanya. Seseorang yang dulu meringkuk dibalik penjara, kini menjadi seseorang yang memegang takdir Malaysia.

(Oleh Mohamad Radytio Nugrahanto)

Sumber :Portal Islam