OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 05 Juni 2018

SE Kemendagri Soal THR PNS dan Gaji ke-13 Jebakan Batman, Gali Kuburan Kepala Daerah

SE Kemendagri Soal THR PNS dan Gaji ke-13 Jebakan Batman, Gali Kuburan Kepala Daerah

 

Ilustrasi THR

10Berita  JAKARTA – Surat Edaran Kemendagri 903/3387/SJ tertanggal 30 Mei 2018 merupakan sebuah “jebakan batman” kepada pemerintah daerah seluruh Indonesia.

Surat Edaran Kemendagri itu memerintahkan kepada seluruh kepala daerah mengalokasikan dana APBD untuk tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13. Sementara alokasi dana itu tidak ada di APBD 2018.

Begitu kata Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) Adri Zulpianto dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Selasa (5/6).

“Alokasi APBD untuk THR dan gaji-13 PNS bisa dianggap sebagai anggaran ilegal karena belum mendapatkan persetujuan DPRD dan banyak melanggar UU,” ujarnya.

Menurut adri, surat itu seperti menggali lubang kuburan untuk mengubur kepala daerah yang sudah mengalokasikan anggaran THR dan gaji 13 PNS. Sebab, ketika kepala daerah mengikuti perintah Mendagri, maka kepala daerah menjadi target makanan empuk aparat hukum seperti KPK.

“Oleh karena itu, kami dari Alaska sebelum nasi menjadi bubur, meminta Tjahjo Kumolo sebagai menteri Dalam Negeri untuk membatalkan surat tersebut, karena THR dan gaji 13 itu tidak tercantum dalam APBD 2018. Supaya kepala daerah tidak menjadi pesakitan KPK,” tukasnya.

Selain itu, Alaska juga mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk segera membatalkan kebijakan THR dan gaji ke-13 di lingkungan pemerintah pusat. Sebab, kebijakan itu akan menjadi bentuk ketidakadilan bagi ASN di tingkat daerah.

“Ini karena kalau THR dan gaji ke-13 di pusat, anggaran disediakan oleh pemerintah pusat. Sedangkan THR maupun Gaji ke-13 untuk pemerintah daerah, alokasi anggaran disuruh cari sendiri dalam APBD,” tukasnya.

Alaska sendiri merupakan aliansi lembaga pengkaji kebijakan anggaran yang terdiri dari Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (Kaki Publik) dan Lembaga Center Budget Analysist (CBA).

Kemendagri Bantah THR dan Gaji ke-13 Bebani APBD

Kementerian Dalam Negeri membantah, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2018 yang telah mengatur perubahan tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 untuk PNS pusat maupun yang di daerah membebani APBD pemerintah daerah.

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Syarifuddin, menjelaskan, hal itu karena dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) telah disebutkan bahwa pemda mengantisipasi pemberian gaji ke-13 dan ke-14.

“Jadi harapan kami sebenarnya daerah sudah menyiapkan, tapi kalau misalnya daerah tidak mampu, kan diberi ruang bisa dibayar dalam bulan-bulan berikutnya,” ucap Syarifuddi, 4 Juni 2018.

Atas dasar itu, Syarifuddin mengatakan, pembayaran THR dan gaji ke-13 memang sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah untuk membayarnya kepada PNS daerah.

Pemerintah pun, menurutnya, telah memberi panduan terhadap implementasi PP No. 18 Tahun 2018 itu melalui Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor: 903/3387/SJ tertanggal 30 Mei 2018.

“Dengan begitu kemudian di dalam surat menteri itu mencoba untuk memandu bagaimana tata cara penganggarannya, kemudian mengingatkan kepada daerah bahwa pertanggungjawabannya harus diperhatikan, dikelola secara tertib. Meskipun kami juga ingatkan bahwa itu memperhatikan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.

Karenanya, Syarifuddin mengimbau dan mendorong agar pemerintah daerah dapat membayar THR tersebut pada pekan awal Juni agar semuanya bisa memperoleh sebelum hari Lebaran tiba.

Meski demikian, Syarifuddin mengakui memang pembayaran THR dan gaji ke-13 tersebut berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, terdapat komponen gaji ke-13 yang mencakup satu bulan gaji pokok dan tunjangan.

Karena itu, dia mengatakan bila pemerintah tidak mampu membayar THR dan gaji ke-13 melalui alokasi anggaran APBD-nya sesuai ketentuan PP 18/2018 dan PP 19/2018, bisa membayarkan pada bulan-bulan berikutnya.

Selain itu, lanjut dia, untuk melakukan pembayaran tersebut, pemerintah daerah tidak perlu memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPRD. Sebab, hal itu sudah diatur dalam PP dan terkait dengan belanja daerah.

“Karena ini perintah PP, berkaitan dengan belanja pegawai, belanja pegawai itu kalau istilah keuangannya itu belanja mengikat. Nah, belanja mengikat itu artinya bisa dilakukan pergeseran tanpa menunggu perubahan APBD. Kemudian, harus diberitahukan juga paling lambat satu bulan setelah dilakukan pergeseran anggaran,” ucapnya.

Sumber : UC News