Yusril: Hak Berserikat HTI Dicabut sebagai Lembaga Bukan Individunya
10Berita, JAKARTA , Prof. Dr. Yusril lhza Mahendra, S.H., M.Sc., bertindak selaku kuasa Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap kliennya.
Diketahui, PTUN telah menjatuhkan Putusan menolak seluruh Gugatan HTI. Dalam kesempatan ini, Yusril Dkk telah menyampaikan Permohonan Banding pada tanggal 16 Mei 2018.
"Dan pada tanggal 4 Juni 2018,kami telah memasukkan Memori Banding atas Putusan PT UN ke Pengadilan Tinggi TUN melalui Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta," kata Yusril di Jakarta, (4/6/2018)
Menurut Yusril, meskipun Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta telah menjatuhkan amar putusan yang menolak seluruh Gugatan HTI, namun putusan itu juga telah menegaskan hal-hal penting sebagai berikut:
Pertama, Putusan PTUN Jakarta telah menegaskan bahwa eksistensi HTI tetap diakui sepanjang untuk melakukan upaya hukum. Dengan demikian, meskipun sudah dinyatakan bubar oleh Menteri Hukum dan HAM, namun keberadaan HTI tetap dianggap ada sepanjang untuk melakukan upaya hukum mencari keadilan, dan tidak pernah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.
"Dengan demikian, tidak ada seorang pun yang dapat melarang HTI, atau menyatakan HTI sebagai organisasi terlarang, dengan segala atribut identitasnya tampil ke publik dalam rangka melakukan upaya hukum yang cukup untuk mencari keadilan," ujarnya.
Kedua, Putusan PTUN Jakarta telah menegaskan bahwa pihak yang terkena
(addressat) dari Keputusan Menteri adalah Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia. Jadi, yang disasar Keputusan Menteri adalah HTI sebagai lembaga. Akibatnya, hak berserikat yang dicabut adalah hak berserikat dari HTI sebagai lembaga, bukan hak berserikat dari individu Anggota dan/atau Pengurusnya.
HTI boleh saja berhenti kegiatannya karena telah dinyatakan bubar. Namun anggotanya tetap boleh beraktivitas menjalankan dakwah seperti memberi ceramah, menyampaikan khutbah, menghadiri pengajian dan lain sebagainya.
"Tidak seorangpun dapat menghalangi kegiatan tersebut, karena hal itu bagian dari hak asasi manusia untuk menjalankan kebebasan beragama sebagaimana dilindungi Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945," ujarnya.
Yusril menambahkan bahwa Pasca PTUN Jakarta menolak Gugatan Perkumpulan HTI untuk seluruhnya, di berbagai daerah marak terjadi tindakan, penghalangan dan penghadangan Anggota dan/atau Pengurus HTI yang mengarah kepada intimidasi dan persekusi.
Atas kejadian di tersebut, Yusril menegaskan bahwa, semenjak keluarnya SK Menteri yang mencabut dan membubarkan Perkumpulan HTI yang kemudian dikuatkan oleh Putusan PTUN Jakarta, HTI tidak pernah melakukan kegiatan yang mengatasnamakan lembaga Perkumpulan HTI.
"Penghentian kegiatan lembaga ini adalah bukti bahwa Perkumpulan HTI taat hukum dan tidak pernah menjalankan kegiatannya
dengan melanggar hukum," katanya.
Yusril menegaskan pula bahwa kegiatan yang dihentikan oleh SK Menteri dan Putusan Pengadilan TUN adalah kegiatan HTI sebagai lembaga (kegiatan
Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia), bukan penghentian kegiatan dakwah
individu Anggota dan/atau Pengurus HTI.
Atas dasar itu, lanjut Yusril, maka segala upaya-upaya yang menghalangi, menghadang, atau lebih jauh lagi mengintimidasi dan mempersekusi individu-individu Anggota dan/atau Pengurus HTI untuk melakukan ceramah,
pengajian, khutbah dan kegiatan dakwah lainnya, adalah pelanggaran hukum dan pelanggaran atas hak konstitusional warga Negara untuk menjalankan kebebasan beragama.
"Atas kejadian-kejadian tersebut itu kami akan menindaklanjutinya secara
hukum yang berlaku," tandasnya. (bil/)
Sumber :voa-islam