KPU Tak Belajar dari Pengalaman ketika Ancaman Situs Diretas di Pilkada DKI
10Berita, JAKARTA Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap lemah dalam penanganan peretasan yang terjadi pada situsnya paska Pilkada serentak lalu. Bahkan KPU dianggap tidak mempunyai skenario untuk mengatasinya jauh sebelum Pilkada dilangsungkan.
“Mestinya KPU punya skenario canggih, baik mencegah maupun mengatasi kasus semacam ini. Kita bisa lihat bagaimana dunia perbankan relatif bisa bertahan dari serangan siber dan aman dari retasan,” demikian kata politisi Gerindra, Fadli Zon, Senin (2/7/2018), di Twitter pribadi miliknya.
Dengan anggaran yang cukup besar, menurut Fadli harusnya KPU memaksimalkan kinerja (baca: antisipasi peretasan). “Anggaran @KPU_RI kan sgt besar, mestinya dgn anggaran besar itu KPU bisa membangun sistem keamanan siber ‘ultra secure’.
Dalam APBN 2018, anggarannya Rp26 triliun untuk pesta demokrasi 2018, baik pelaksanaan Pilkada serentak maupun persiapan Pemilu 2019.”
KPU, lanjutnya, tercatat merupakan lembaga kedua sesudah kepolisian yang mendapat alokasi anggaran terbesar pada APBN 2018, yaitu sebesar Rp12,5 triliun. Apalagi, KPU sebenarnya sudah punya pengalaman dengan ancaman peretasan, seperti pernah terjadi pada awal Februari 2017, pada saat penghitungan suara Pilkada DKI putaran pertama.
“Sehingga, kasus semacam ini seharusnya bisa lebih diantisipasi. Kenyataan bahwa hal ini kembali terulang menunjukkan pertahanan siber pemerintah sangat lemah.”
Padahal, sejak 2017 kita sudah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “Untuk menghadapi Pilkada 2018, saya baca BSSN juga sebenarnya sudah membentuk Crisis Centre Siaga 24 jam, bekerja sama dengan tim IT KPU dan Direktorat Siber Bareskrim Polri untuk bersiaga menghadapi serangan peretas.
“Jadi, mestinya kasus semacam ini tak boleh terjadi. Kalaupun sampai terjadi, mestinya bisa lebih cepat ditangani.” (Robi/)
Sumber :voa-islam.com