Prof Siti Zuhro Kritisi Pelarangan Dakwah UAS
"Itu dilarang keras untuk melakukan pengadangan, pelarangan (termasuk dakwah UAS, Red), dan itu melanggar HAM."
muh. abdus syakur/hidayatullah.com
Ustadz Abdul Somad (UAS) menyampaikan ceramah di Masjid Baitul Karim, Jatinegara, Jakarta, Ramadhan 1439H/2018.
10Berita – Wakil Ketua Pergerakan Indonesia Maju (PIM), Prof Dr R Siti Zuhro, yang juga Koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) turut angkat bicara menanggapi kasus intimidasi, ancaman, pembatalan, pengadangan, dan pelarangan dakwah yang dirasakan Ustadz Abdul Somad (UAS).
“Itu dilarang keras untuk melakukan pengadangan, pelarangan (termasuk dakwah UAS, Red), dan itu melanggar HAM, melanggar HAM, hak konstitusional warga untuk beragama, untuk juga mengajak ke kebaikan, itu hak konstitusional warga, dan (pelarangan) itu tidak boleh,” tegasnya mengkritik sambil mengangkat-angkat telunjuknya.
Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menyampaikan hal itu kepada hidayatullah.com saat ditemui di Sekretariat CDCC/PIM di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, usai menjadi salah satu pembicara pada diskusi “Membangun Demokrasi Beradab”, Kamis (06/09/2018).
Prof Siti mengkritisi situasi terkait demokrasi yang terjadi belakangan ini di Indonesia, termasuk kasus-kasus pengadangan, persekusi, dan penolakan terhadap gerakan #2019GantiPresiden.
Ia menjelaskan, demokrasi yang sehat dan beradab, dibangun dan ditopang oleh sikap saling menghormati, saling menghargai, saling mempercayai. “Saling-saling yang positif,” imbuhnya.Nilai-nilai negatif dinilainya bukanlah demokrasi yang sehat dan beradab. Termasuk perlakuan negatif terhadap gerakan dakwah dan para dai termasuk UAS.
“Apalagi kepada ustadz yang jelas-jelas dia memang amar makruf nahi munkar. Dia mengajarkan bagaimana baik yang membaikkan, mulia yang memuliakan,” ungkapnya.
Menurutnya, dalam konteks pelaksanaan demokrasi, hak-hak seperti itu yang tidak boleh dinafikan. “Siapapun yang melanggar HAM, dia harus kena pasal.”
Tapi yang menolak dan mengadang UAS ini berdalih bahwa penolakan itu karena ada kru UAS yang memakai simbol tauhid “La ilaha illallah, Muhammadur Rasululllah” yang dikait-kaitkan dengan atribut organisasi yang telah dilarang pemerintah…?
Menanggapi itu, Prof Siti berkata:
“Kenapa? Apa yang salah “La ilaha illallah…? Itu kita Muslim. Dalam masjid, dalam mushalla kita doa, ada “La ilaha illallah…”. Apa yang salah gitu loh? (Perlakuan) itu pemberangusan hak warga untuk menjalankan agamanya. Tidak boleh, tidak boleh. Atas nama apapun tidak boleh,” ungkapnya menegaskan.
Prof Siti pun mendesak perlakuan pelarangan, pengadangan, dan penolakan terhadap dakwah agar ditindak tegas. “Karena itu betul-betul melanggar hak warga negara untuk melaksanakan ibadahnya,” ujarnya.*
Sumber : Hidayatullah.com