Mentan Salah Data, Elektabilitas Presiden Cedera
10Berita, Jakarta - Selisih data beras versi Kementerian Pertanian (Kementan) dengan Badan Pusat Statistik dapat mencederai kepercayaan publik dan elektabilitas Presiden Joko Widodo.
“Untuk apa Presiden mempertahankan benalu dalam kabinetnya kalau hanya menggerogoti kepercayaan publik,” kata Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Jayabaya, Dr Lely Ariannie, dalam rilisnya yang diterima redaksi Gatra.com, Jumat (26/10).
Menurut Lely, Presiden harus memanggil Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Kepala Badan Pusat Statistik terkait perbedaan data produksi beras kemarin. Tujuannya untuk memastikan letak persoalan yang membuat data mereka berdua berbeda.
Bahkan kata Lely, membuka validitas data di parlemen secara transparan tidak menutup kemungkinan bisa mengungkap pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari persoalan ini.
Bahkan kata Lely, membuka validitas data di parlemen secara transparan tidak menutup kemungkinan bisa mengungkap pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari persoalan ini.
Beberapa hari lalu, BPS melansir bahwa surplus produksi beras 2018 mencapai 2,8 juta ton. Angka itu jauh di bawah perhitungan Kementan. Seperti dikutip dari laman Kementerian Pertanian, surplus beras tahun ini adalah sebesar 13,03 juta ton. Perhitungan tersebut berasal dari produksi 46,5 juta ton dan total konsumsi beras yang 33,47 juta ton.
Pemecatan terhadap Mentan Amran kata Lely bisa diartikan sebagai tanggapan ketegasan pemerintah untuk tetap menjaga kepercayaan publik.
Koordinator Divisi Riset Indonesian Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas mengatakan, perbedaan data ini harusnya diivenstigasi secara komprehensif lagi. “Kalau dikatakan metodenya yang berbeda, kan yang di-sampling dan disurvei itu sama," kata Firdaus.
Koordinator Divisi Riset Indonesian Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas mengatakan, perbedaan data ini harusnya diivenstigasi secara komprehensif lagi. “Kalau dikatakan metodenya yang berbeda, kan yang di-sampling dan disurvei itu sama," kata Firdaus.
Menurut Firdaus, harusnya Kementan mendata kembali secara komprehensif, akuntabel, dan faktual. Melihat berapa kebutuhannya, berapa yang harus diisi oleh mekanisme pasar atau impor dan seterusnya. Secara umum Kementan harus memastikan apakah betul data BPS menunjukkan angka itu, atau memang harus mengakui kesalahan.
Cavin R. Manuputty
Sumber : Gatra.com