DPR: Honorer 35 Tahun ke Atas Wajib PNS
INT Mukhtar Tompo
10Berita, MAKASSAR, BKM–Anggota DPR RI, Mukhtar Tompo menyesalkan kebijakan pemerintah tentang pembatasan usia bagi honorer yang bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Karena sudah lama mengabdi, semestinya honorer itu tidak dipersulit dalam memperjuangkan haknya menjadi abdi negara.
Mukhtar mengatakan, pemerintah mesti berterima kasih kepada ratusan ribu honorer di republik ini yang sudah lama mengabdi. Sebaliknya, pemerintah harus memberi apresiasi terhadap pengabdian para honorer itu. Caranya dengan mengubah status mereka dari honorer menjadi pegawai negeri.
“Ada kebijakan maksimal usia honorer 35 tahun. Mestinya itu dibalik. Harusnya honorer usia 35 tahun ke atas diprioritaskan menjadi PNS tanpa seleksi,” kata Mukhtar.
Mantan Legislator Sulsel ini mengaku, menerima banyak keluhan dari konstituennya tentang nasib honorer, terutama tenaga pendidikan. Di Kabupaten Pangkep misalnya Mukhtar menerima pengaduan ratusan honorer yang sudah mengabdi sejak tahun 1999 tetapi hingga kini belum diangkat menjadi pegawai negeri. Hal sama terjadi di Jeneponto, Kota Makassar, dan beberapa daerah lain.
Ia menceritakan dirinya pernah melakukan kunjungan di sebuah pulau terluar di Pangkep. Di sana ada sebuah sekolah dasar. Bahkan satu-satunya di pulau itu. Gurunya tiga orang dan semuanya honorer. Tak ada guru PNS di sana. Hanya kepala sekolah yang PNS. Tetapi karena tinggal di kota, sang kepala sekolah hanya datang sekali sebulan. Proses pembelajaran di sekolah ini sepenuhnya dilakukan para honorer.
“Ini semua perlu menjadi perhatian pemerintah. Bagaimana nasib anak didik kita kalau guru honor tidak diperhatikan,” katanya.
Mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan kontribusi pengabdian honorer tidak kalah dengan pegawai negeri yang setiap bulan menerima tunjangan. Bahkan di banyak tempat, honorer justru lebih berkinerja dibanding pegawai negeri sipil. Karena sudah sering mengerjakan tugas pegawai negeri sipil itulah maka honorer sudah sangat layak diangkat menjadi PNS.
“Insya Allah saya akan komunikasikan dengan teman-teman di Komisi II DPR yang membidangi soal pemerintahan agar meninjau ulang kebijakan pembatasan usia honorer. Pemerintah wajib mengangkat honorer menjadi PNS,” katanya lagi.
Salah seorang honorer di Makassar, Armiati mengapresiasi perjuangan Mukhtar. Ia mengatakan nasib ribuan honorer memang di tangan pemerintah dan DPR. Perempuan yang sudah belasan tahun mengabdi sebagai guru honor ini berharap pemerintah membalas budi baik pengabdian para honorer dengan mengubah statusnya menjadi pegawai negeri sipil.
Ia mengatakan tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib anak-anak didik di sekolah tanpa guru honorer. Sebab di banyak tempat, jumlah guru honor lebih banyak dibanding guru PNS. Jadi, memang sudah sepantasnya guru honor itu diangkat menjadi guru PNS. (*)
Mukhtar mengatakan, pemerintah mesti berterima kasih kepada ratusan ribu honorer di republik ini yang sudah lama mengabdi. Sebaliknya, pemerintah harus memberi apresiasi terhadap pengabdian para honorer itu. Caranya dengan mengubah status mereka dari honorer menjadi pegawai negeri.
“Ada kebijakan maksimal usia honorer 35 tahun. Mestinya itu dibalik. Harusnya honorer usia 35 tahun ke atas diprioritaskan menjadi PNS tanpa seleksi,” kata Mukhtar.
Mantan Legislator Sulsel ini mengaku, menerima banyak keluhan dari konstituennya tentang nasib honorer, terutama tenaga pendidikan. Di Kabupaten Pangkep misalnya Mukhtar menerima pengaduan ratusan honorer yang sudah mengabdi sejak tahun 1999 tetapi hingga kini belum diangkat menjadi pegawai negeri. Hal sama terjadi di Jeneponto, Kota Makassar, dan beberapa daerah lain.
Ia menceritakan dirinya pernah melakukan kunjungan di sebuah pulau terluar di Pangkep. Di sana ada sebuah sekolah dasar. Bahkan satu-satunya di pulau itu. Gurunya tiga orang dan semuanya honorer. Tak ada guru PNS di sana. Hanya kepala sekolah yang PNS. Tetapi karena tinggal di kota, sang kepala sekolah hanya datang sekali sebulan. Proses pembelajaran di sekolah ini sepenuhnya dilakukan para honorer.
“Ini semua perlu menjadi perhatian pemerintah. Bagaimana nasib anak didik kita kalau guru honor tidak diperhatikan,” katanya.
Mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan kontribusi pengabdian honorer tidak kalah dengan pegawai negeri yang setiap bulan menerima tunjangan. Bahkan di banyak tempat, honorer justru lebih berkinerja dibanding pegawai negeri sipil. Karena sudah sering mengerjakan tugas pegawai negeri sipil itulah maka honorer sudah sangat layak diangkat menjadi PNS.
“Insya Allah saya akan komunikasikan dengan teman-teman di Komisi II DPR yang membidangi soal pemerintahan agar meninjau ulang kebijakan pembatasan usia honorer. Pemerintah wajib mengangkat honorer menjadi PNS,” katanya lagi.
Salah seorang honorer di Makassar, Armiati mengapresiasi perjuangan Mukhtar. Ia mengatakan nasib ribuan honorer memang di tangan pemerintah dan DPR. Perempuan yang sudah belasan tahun mengabdi sebagai guru honor ini berharap pemerintah membalas budi baik pengabdian para honorer dengan mengubah statusnya menjadi pegawai negeri sipil.
Ia mengatakan tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib anak-anak didik di sekolah tanpa guru honorer. Sebab di banyak tempat, jumlah guru honor lebih banyak dibanding guru PNS. Jadi, memang sudah sepantasnya guru honor itu diangkat menjadi guru PNS. (*)
MAKASSAR, BKM–Anggota DPR RI, Mukhtar Tompo menyesalkan kebijakan pemerintah tentang pembatasan usia bagi honorer yang bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Karena sudah lama mengabdi, semestinya honorer itu tidak dipersulit dalam memperjuangkan haknya menjadi abdi negara.
Mukhtar mengatakan, pemerintah mesti berterima kasih kepada ratusan ribu honorer di republik ini yang sudah lama mengabdi. Sebaliknya, pemerintah harus memberi apresiasi terhadap pengabdian para honorer itu. Caranya dengan mengubah status mereka dari honorer menjadi pegawai negeri.
“Ada kebijakan maksimal usia honorer 35 tahun. Mestinya itu dibalik. Harusnya honorer usia 35 tahun ke atas diprioritaskan menjadi PNS tanpa seleksi,” kata Mukhtar.
Mantan Legislator Sulsel ini mengaku, menerima banyak keluhan dari konstituennya tentang nasib honorer, terutama tenaga pendidikan. Di Kabupaten Pangkep misalnya Mukhtar menerima pengaduan ratusan honorer yang sudah mengabdi sejak tahun 1999 tetapi hingga kini belum diangkat menjadi pegawai negeri. Hal sama terjadi di Jeneponto, Kota Makassar, dan beberapa daerah lain.
Ia menceritakan dirinya pernah melakukan kunjungan di sebuah pulau terluar di Pangkep. Di sana ada sebuah sekolah dasar. Bahkan satu-satunya di pulau itu. Gurunya tiga orang dan semuanya honorer. Tak ada guru PNS di sana. Hanya kepala sekolah yang PNS. Tetapi karena tinggal di kota, sang kepala sekolah hanya datang sekali sebulan. Proses pembelajaran di sekolah ini sepenuhnya dilakukan para honorer.
“Ini semua perlu menjadi perhatian pemerintah. Bagaimana nasib anak didik kita kalau guru honor tidak diperhatikan,” katanya.
Mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan kontribusi pengabdian honorer tidak kalah dengan pegawai negeri yang setiap bulan menerima tunjangan. Bahkan di banyak tempat, honorer justru lebih berkinerja dibanding pegawai negeri sipil. Karena sudah sering mengerjakan tugas pegawai negeri sipil itulah maka honorer sudah sangat layak diangkat menjadi PNS.
“Insya Allah saya akan komunikasikan dengan teman-teman di Komisi II DPR yang membidangi soal pemerintahan agar meninjau ulang kebijakan pembatasan usia honorer. Pemerintah wajib mengangkat honorer menjadi PNS,” katanya lagi.
Salah seorang honorer di Makassar, Armiati mengapresiasi perjuangan Mukhtar. Ia mengatakan nasib ribuan honorer memang di tangan pemerintah dan DPR. Perempuan yang sudah belasan tahun mengabdi sebagai guru honor ini berharap pemerintah membalas budi baik pengabdian para honorer dengan mengubah statusnya menjadi pegawai negeri sipil.
Ia mengatakan tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib anak-anak didik di sekolah tanpa guru honorer. Sebab di banyak tempat, jumlah guru honor lebih banyak dibanding guru PNS. Jadi, memang sudah sepantasnya guru honor itu diangkat menjadi guru PNS. (*)
Mukhtar mengatakan, pemerintah mesti berterima kasih kepada ratusan ribu honorer di republik ini yang sudah lama mengabdi. Sebaliknya, pemerintah harus memberi apresiasi terhadap pengabdian para honorer itu. Caranya dengan mengubah status mereka dari honorer menjadi pegawai negeri.
“Ada kebijakan maksimal usia honorer 35 tahun. Mestinya itu dibalik. Harusnya honorer usia 35 tahun ke atas diprioritaskan menjadi PNS tanpa seleksi,” kata Mukhtar.
Mantan Legislator Sulsel ini mengaku, menerima banyak keluhan dari konstituennya tentang nasib honorer, terutama tenaga pendidikan. Di Kabupaten Pangkep misalnya Mukhtar menerima pengaduan ratusan honorer yang sudah mengabdi sejak tahun 1999 tetapi hingga kini belum diangkat menjadi pegawai negeri. Hal sama terjadi di Jeneponto, Kota Makassar, dan beberapa daerah lain.
Ia menceritakan dirinya pernah melakukan kunjungan di sebuah pulau terluar di Pangkep. Di sana ada sebuah sekolah dasar. Bahkan satu-satunya di pulau itu. Gurunya tiga orang dan semuanya honorer. Tak ada guru PNS di sana. Hanya kepala sekolah yang PNS. Tetapi karena tinggal di kota, sang kepala sekolah hanya datang sekali sebulan. Proses pembelajaran di sekolah ini sepenuhnya dilakukan para honorer.
“Ini semua perlu menjadi perhatian pemerintah. Bagaimana nasib anak didik kita kalau guru honor tidak diperhatikan,” katanya.
Mantan anggota DPRD Sulsel ini menambahkan kontribusi pengabdian honorer tidak kalah dengan pegawai negeri yang setiap bulan menerima tunjangan. Bahkan di banyak tempat, honorer justru lebih berkinerja dibanding pegawai negeri sipil. Karena sudah sering mengerjakan tugas pegawai negeri sipil itulah maka honorer sudah sangat layak diangkat menjadi PNS.
“Insya Allah saya akan komunikasikan dengan teman-teman di Komisi II DPR yang membidangi soal pemerintahan agar meninjau ulang kebijakan pembatasan usia honorer. Pemerintah wajib mengangkat honorer menjadi PNS,” katanya lagi.
Salah seorang honorer di Makassar, Armiati mengapresiasi perjuangan Mukhtar. Ia mengatakan nasib ribuan honorer memang di tangan pemerintah dan DPR. Perempuan yang sudah belasan tahun mengabdi sebagai guru honor ini berharap pemerintah membalas budi baik pengabdian para honorer dengan mengubah statusnya menjadi pegawai negeri sipil.
Ia mengatakan tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib anak-anak didik di sekolah tanpa guru honorer. Sebab di banyak tempat, jumlah guru honor lebih banyak dibanding guru PNS. Jadi, memang sudah sepantasnya guru honor itu diangkat menjadi guru PNS. (*)
Sumber : Fajar