OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 21 November 2018

Gagalnya Ekonomi Jokowi Diperparah dengan Jual Obral UKM ke Asing. Awas, Usaha UKM Terbanting.

Gagalnya Ekonomi Jokowi Diperparah dengan Jual Obral UKM ke Asing. Awas, Usaha UKM Terbanting.



10Berita - Bisa gawat jika Jokowi terpilih lagi 2019, Dolar bisa tembus Rp17.000-Rp18.000 karena berbagai kelemahan domestik dan ketidakpercayaan AS/Uni Eropa kepada Jokowi yang dianggap ‘’sudah ngeblok ke China’’. Artinya, ada problem geopolitik di situ. Problem geopolitik terjadi karena AS/Uni Eropa amat kecewa pada Jokowi yang ngeblok ke China dengan OBORnya.. Sekarang rupiah bertengger di angka Rp14.500 karena ekonomi stagnasi, impor dipangkas, belanja infrastruktur ditunda dan pengetatan ekonomi terjadi, namun usaha UKM dijual obral ke asing dengan paket kebijakan neoliberal yang merusak ekonomi rakyat dan pasal 33 UUD45.
Demikian analisis F.Reinhard MA dari the New Indonesia Foundation dan Nehemia Lawalata, Tokoh GMNI Indonesia Timur yang juga mantan Sekretaris Prof Sumitro Djojohadikusumo. Dia memprediksi di bawah Jokowi ke depan, ekonomi-politik makin ruwet dan rupiah tembus sampai Rp17-19 ribu/dolar AS. Itu sangat mengerikan, ujarnya.

Meski masih bergerak liar, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual yakin bahwa rupiah tidak akan melemah jauh bahkan sampai Rp 16.000 seperti saat krisis 1998. "Enggak sih saya bilang," kata David saat dilansir detikFinance, Jakarta, Kamis (28/6/2018). Namun Reinhard MA, analis ekonomi-politik menyebut rupiah bakal tembus Rp15 ribu/dolar AS dan menuju Rp16-17 ribu kalau Jokowi terpilih lagi pada Pilpres 2019..
Pada Mei, dolar AS semakin perkasa terhadap rupiah. Dolar AS berada di level Rp 13.937 hingga menyentuh Rp 14.027 dan sempat turun lagi ke Rp 13.946 dan pada Agustus 2018 ini Rp14.500/dolar AS.
Bank Indonesia (BI) mencatatkan defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018 sebesar US$ 4,3 miliar. Sebelumnya defisit NPI sebesar US$ 3,9 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Yati Kurniati menjelaskan angka defisit tersebut mempengaruhi posisi cadangan devisa (cadev) akhir Juni 2018 sebesar US$ 119,8 miliar.
Mengutip data RTI, pada 24 September 2015, dolar AS dibuka Rp 14.610, tertinggi di 14.855 dan terendah di 14.710. Namun Nehemia mengingatkan kalau Jokowi menang lagi 2019, dolar makin menggila dan rupiah makin terpuruk, memburuk ke angka Rp17-18 ribu, siapa mau?
JOKOWI DAN PILPRES
Dinamika politik kekuasaan di Indonesia dipengaruhi setidaknya dua kelompok. Pertama, kondisi persaingan negara kekuatan raksasa atau adikuasa AS-Cina yang kini sejak AS di bawah Presiden Trump kian intens. Indikator-indikator untuk faktor internasional ini mulai terlihat Indonesia di bawah Rezim Jokowi. Rezim ini membawa Indonesia berbelok dari politik ekonomi luar negeri condong ke AS kini condong ke Cina. Sejak Orde Baru belum pernah Indonesia sedekat ini hubungan kerjasama ekonomi dengan Cina. Kemunculan identitas pribumi di kalangan masyarakat madani sekarang ini bisa jadi salah satu indikator faktor internasional.
Dapat dinilai, parpol pendukung Jokowi sangat mungkin gagal mempengaruhi massa pemilih mereka untuk mendukung Jokowi. Mengapa?
1.Mesin parpol tidak akan bekerja efektif dan mendulang suara pemilih maksimal untuk Jokowi.
2. Khusus umat Islam politik menilai, Rezim Jokowi anti umat Islam dan suka mengkriminalisasi aktivis dan Ulama Islam. Hal akan diperkuat lagi andai PPP dan PKB selaku parpol Islam tidak mendukung resmi Jokowi.
3. Bagi kelas menengah atas perkotaan, Rezim Jokowi hingga menjelang tiga tahun berkuasa belum mampu dan berhasil menunjukkan prestasi sesuai janji kampanye dan rencana pembangunan national jangka menengah yang dibuat sendiri oleh Rezim Jokowi.
4. Elektabilitas parpol pendukung utama PDIP kian merosot. Hal ini bisa dibuktikan dengan kegagalan mempertahankan sejumlah kekuasaan lokal/daerah melalui Pilkada belakangan ini, terutama Provinsi Banten dan DKI.
Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka prospek Jokowi Pilpres 2019 mendatang tergolong sangat mungkin gagal. Lalu, apa solusinya?
Pertama, tunjukkan dan buktikan Jokowi mampu dan berhasil melaksanakan janji-janji kampanye dan program kerja selama ini. Indikator paling tepat adalah tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai nominal 7 persen sesuai janji kampanye. Kini sudah hampir tiga tahun, masih sekitar 5 persen.
Kedua, hilangkan penilaian bahwa Rezim Jokowi anti umat Islam politik dan lakukan kriminalitas aktivis dan Ulama Islam. Jangan lakukan pembubaran ormas Islam seperti HTI.
Ketiga, Jokowi membangun jaringan (networking) bukan dominan dengan Parpol tetapi organisasi dan lembaga masyarakat madani. Pelaksanaan serentak Pilpres dan Pileg 2019 mendatang mengharuskan Jokowi jangan berharap banyak mesin Parpol akan bekerja untuk kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019. Para Kader Parpol akan lebih fokus dan utama kan bekerja untuk Pileg. Alternatif bagi Jokowi, membangun jaringan dan hubungan kerja sama sinerjik dengan komponen2 strategis masyarakat madani.
Keempat, politik ekonomi terhadap Cina harus dikurangi dan kembali pada posisi sebelumnya, yakni lebih condong ke AS atau Barat. Jika Jokowi terus memprioritaskan kerjasama ekonomi dengan Cina akan mendapatkan penolakan dan resistensi dari AS dan negara sekutunya.(Juft/Nus.Kini)

 

Sumber :Konfrontasi