OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 12 November 2018

Narasi Genderuwo dan Sontoloyo Indikasi Jokowi sudah Mampet, Jumud dan jadi Bagian dari Persoalan Bangsa ?

Narasi Genderuwo dan Sontoloyo Indikasi Jokowi sudah Mampet, Jumud dan jadi Bagian dari Persoalan Bangsa ?



10Berita - Aktivis senior Gerakan 1998 Bennie Akbar Fatah dan tokoh GMNI Nehemia Lawalata mengingatkan, Narasi Genderuwo dan Sontoloyo Jokowi diucapkan karena Jokowi sudah mampet, jumud, tak punya gagasan, mampet dan tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakan untuk mengatasi masalah ekonomi dan sosial yang bertumpuk dan membludak. Persoalan impor pangan membuatnya mati kutu dan tak ada solusi, sedangkan merosotnya rupiah dan melemahnya ekonomi makin membuatnya miskin visi-misi dan gagasan mengatasi persoalan ini. '' Pak Jokowi , kesan saya, sudah jadi bagian dari persoalan bangsa karena memang tidak nyandak untuk cari solusi atas masalah ekonomi-sosial bagi bangsa ini,'' kata Bennie Fatah, mantan pimpinan KPU 1999 dan aktivis 1966.
‘’Pada dasarnya, Jokowi sudah mentok, dan tak ada gagasan visioner untuk membanun bangsa ini, sedangkan program infrastrukturnya jelas mandeg karena mengandalkan utang yang bertimbun,’’ kata Bennie Fatah. ‘’Dan Jokowi sudah tak sanggup legi memecahkan problem ekonomi dan sosial yang makin berat empat tahun ini,’’ imbuh Lawalata.
‘’Prabowo harus punya gagasan memecahkan ketidakmandirian ekonomi, ketidakmandirian pangan dan energy dan mengajukan skala prioritas dalam kampanye menuju 2019, jangan seperti Jokowi yang berseloroh guyonan penuh sindiran namun tidak signifikan bagi kemajuan bangsa dan Negara,’’ kata Darmawan Sinayangsah, Direktur Freedom Foundation.
Presiden Jokowi mengaku heran kenapa beras,garam,kedelai dll mengimpor terus dan ada mismanajemen soal pangan. Lha kok, mustinya dia yang memecah persoalan, bukan hanya jadi bagian persoalan. ''Jokowi harus mawas diri dan lebih baik ngaso daripada ekonomi RI kian terpuruk dan ekonomi sosial rakyat makin memburuk,'' kata Darmawan.
(FF)

Sumber : koKonfrontasi