Pasang Sendiri, Gaduh Sendiri, Tapi Tak Sudi Salahkan Diri
Pasang Sendiri, Gaduh Sendiri, Tapi Tak Sudi Salahkan Diri
(wartawan senior)
Mereka merancang spanduk Saya Raja itu, sendiri. Mereka cetak sendiri. Dipasang sendiri. Oleh simpatisan sendiri. Dibayar upahnya sendiri. Di daerah basis sendiri.
Tapi kemudian mereka gaduh sendiri. Ribut sendiri. Baru terpikirkan bahwa spanduk Saya Raja itu akan merugikan si junjungan sendiri. Akan menjauhkan dia dari kesan merakyat sejati.
Akhirnya ribuan spanduk Saya Raja yang sudah terpasang di seantero provinsi, kini mereka turunkan sendiri. Dari kaca mobil-mobil angkot, stiker Saya Raja itu mereka copot sendiri.
Celakanya, mereka tak sudi salahkan diri. Enggan mengaku bahwa itu perbuatan sendiri. Dicari-carilah cara untuk melepaskan diri. Supaya tidak terjadi malunya diri.
Dikarang-karanglah cerita bahwa spanduk Saya Raja itu adalah perbuatan lawan politik yang tegap berdiri. Kata mereka, tujuannya adalah untuk menjatuhkan nama baik junjungan yang tak tahu diri. Bisa dipahami betapa malunya mengaku secara jantan bahwa itu “salah kami sendiri”.
Bisa jadi memang tidak ada lagi yang jantan di sana. Sudah berubah diri menjadi banci. Banci buatan sendiri.
Coba simak koar-koar petinggi mereka sendiri. Menyebar banyak pernyataan bahwa spanduk Saya Raja "bukan perbuatan kami". Harus dibebankan kepada lawan; lawan yang rendah hati. Yang bersahaja memohon maaf perihal “Tampang Boyolali”.
Moncong-moncong jahat mereka membuat pernyataan sendiri, agar bisa lepas dari kesalahan sendiri. Mereka ingin sekali mengatakan bahwa spanduk Saya Raja adalah perbuatan kubu PADI.
Begitulah kaum angkuh penguasa negeri. Berbuat hanya sesuka hati. Tak mau kalah, tak mau rugi.
Lalu, sebutan apakah yang pantas diberi? Yang terlintas di sini ialah sungguh ba**sat kalian punya diri.
___
*Sumber: fb penulis
Sumber : PORTAL ISLAM