BPK dan KPK Diminta Pelototi Pembelian Saham Freeport, Ada Apa?
10Berita , Jakarta— Mantan Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan menilai pembelian 51,2 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Inalum (Persero) diduga berpotensi merugikan negara.
"Pemerintah harusnya sabar menanti berakhirnya kontrak karya PTFI yang berakhir 2021," kata Otto kepada wartawan di Jakarta, Senin (25/12/2018)."Kalau pemerintah tak memperpanjang maka Freeport bisa dimiliki Indonesia," tambahnya.
Menurut Otto, dalam klausul Kontrak Karya (KK) Freeport yang sudah berjalan terdapat kemungkinan Indonesia dapat menguasai sepenuhnya Freeport tanpa harus bayar mahal.
"Saat Tim Peradi diminta menjadi konsultan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, kami baca ada klausul dalam KK yang menyatakan perpanjangan KK tergantung persetujuan pemerintah. Jadi tak ada alasan pemerintah membayar mahal," kata pengacara kondang ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Inalum, Jumat (21/12/2018) dibeli dengan nilai transaksi mencapai 3,85 miliar dolar AS atau setara Rp55,8 triliun. Duit sebanyak itu untuk menggenapi saham sebelumnya yang hanya 9 persen menjadi pemilik mayoritas.
"Saya kaget ketika pemerintah mengeluarkan dana triliunan untuk membeli saham 51,2 persen Freeport," demikian Otto seperti disitat RMOL.
Sementara itu Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDem) Syafti Hidayat mengindikasi ada kerugian negara dalam divestasi saham Freeport.
"Itu menambah beban utang. Apalagi kontrak karya Freeport akan berakhir tahun 2021. Lebih baik menunggu dua tahun lagi," ujarnya.
Syafri meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit potensi kerugian negara dalam divestasi saham PTFI.
"KPK juga harus usut tuntas kasus ini jika ada kerugian negara," katanya.
Sumber : RILIS.ID