10Berita, Dua hari ini banyak kritik kepada media pasca digelarnya peristiwa akbar reuni 212 di Monas pada 2 Desember 2018. Kritik itu intinya menggambarkan media sekarang sedang sakit karena galau lantara pemilik modalnya terlibat politik praktis sehingga menjadikan medianya sebagai alat perjuangan kelompoknya.
Rocky Gerung di ILC (Youtube).
Hanya beberapa media yang memberitakan dan menyiarkan peristiwa spektakuler itu di halaman muka. Hanya TV One yang melalkukan siaran langsung. Media cetak, koran nasional, hanya Republika dan Rakyat Merdeka yang menjadikan peristwa itu sebagai berita utama. Lainnya sepi.
Sangat wajar Rocky Gerung dalam ILC TV One pada Selasa 4 Desember 2018 menyatakan lewatnya peberitaan oleh media meanstream sebagai penggelapan sejarah.
Rocky mengilustrasikan bagaimana jika TV One saat itu genset mati sehingga tidak bisa siaran langsung, berarti ada yang tidak tersiarkan. Peristiwa masifnya orang berkumpul di Monas dengan tertib dan pesertanya datang dari berbagai daerah, pasti ada sesuatu yang mendorong orang datang.
Referensi pihak ketiga
“Tapi tidak dimuat oleh pers. Mau disebut apa itu. Bukankah itu disebut penggelapan sejarah oleh pers Indonesia? Akhirnya pers Indonesia hanya jadi humas pemerintah saja,” kata Rocky di ILC.
Karena itu terlepas dari apapun motifnya media bersikap terhadap aksi 212, fakta ini telah menjadi catatan tersendiri dalam kehidupan pers di Indonesia. Ada hak publik yang mestinya harus ditunaikan tetapi disembunyikan.
Padahal misi pertama jurnalistik adalah memenuhi hak publik akan informasi sehingga membuat publik bisa melek terhadap apa yang terjadi, bisa cerdas dan faham. Media tidak menjadi alat pembodohan dan kedunguan publik.
Sumber: KIP
Itulah sebabnya dalam rangka memenuhi hak publik akan informasi (right public to know) dikeluarkanlah UU Keterbukaan Informasi Nomor 14 tahun 2008. UU ini diharapkan menjadi alat kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik agar penggunaan dan pengelolaan anggaran bersih, transparan dan akuntabel. Di luar kontrol terhadap penyelenggara negara, UU Pers 40/1999 telah lebih dahulu memberikan pedoman bagaimana media bersikap menjalankan misinya.
Di sisnilah media berperan menyiarakan informasi itu. Jika menutupnya maka sama saja dengan apa yang dikatakan Rocky Gerung: Menggelapkan informasi, menggelapkan sejarah. Jika gelap sejarah, maka publik pun akan menjadi salah langkah karena gelap mata. Wallahu a’lam (fur/4/12/2018).
Sumber :