Jokowi Posting Kedekatannya dengan Media, Rocky Gerung: Jurnalis Bukan Boneka
10Berita - Presiden Joko Widodo lewat akun twitternya @jokowi menandai jalan-jalan keluarganya di Istana Bogor, Jawa Barat pada Minggu (9/12/2018) kemarin dengan foto bersama para wartawan. Wartawan yang diakuinya berhasil mengangkat pamornya.
Dalam statusnya, Jokowi secara langsung mengapresiasi dan menyebut seluruh wartawan adalah sahabat. Karena diakuinya dirinya yang bukan siapa-siapa, kini telah dikenal luas masyarakat Indonesia saat ini.
“Tahun 2004, sebelum jadi wali kota, siapa sih yang kenal saya? Tidak ada. Media massa mengenalkan saya, dengan liputan tentang saya dan pekerjaan. Bagi saya, media adalah sahabat: dari yang memberitakan apa adanya, memberi masukan, sampai kritik yang pedas. Terima kasih media,” tulis Jokowi melengkapi potretnya bersama belasan wartawan di Istana Bogor, Jawa Barat pada Minggu (9/12/2018).
Beragam pandangan dituliskan dalam kolom komentar status Jokowi tersebut. Terlebih para pendukung Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno yang menyebut Jokowi tengah mempolitisasi media.
Pasalnya, diketahui, video Prabowo yang marah dan menolak diwawancarai usai menghadiri Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Hotel Sahid, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (5/12/2018).
Sementara itu, berselang beberapa menit usai Jokowi memuji para wartawan, Pengamat Politik, Rocky Gerung lewat akun twitternya @tockygerung; pada Minggu (9/12/2018), menyebut wartawan bukan boneka. Wartawan pun katanya tidak mengurusi boneka.
Walau Rocky tidak menyebutkan siapa sosok yang disindirnya, masyarakat mengasosiasikan kicauan Rocky Gerung ditujukan kepada Jokowi.
Selain itu, Jokowi dinilai masyarakat kembali berperan sebagai play victim atau orang yang tertindas, berbeda dengan Prabowo yang berujar keras tentang politisasi media.
Kritik keras terhadap media itu disampaikan Prabowo dalam Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang digelar di Hotel Grand Sahid, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Rabu (5/12/2018). Berikut pidato lengkapnya :
Saudara-saudara, saya terharu berapa hari yang lalu ada acara besar di Monas. Hadir jutaan orang, tapi banyak media di
Indonesia tidak melihatnya.
Yang hadir banyak kaum disabilitas. Yang tunanetra hadir, mereka datang sejak jam tiga pagi di situ. Belum kelompok-kelompok disabilitas lainnya.
Jutaan hadir, tapi banyak media kita tidak melihatnya. Ini aneh bin ajaib. Mereka saya katakan, kelompok itu. Kalian tahu yang saya maksud, yang itu tuh. Ini banyak yang nunggu gue salah ngomong. Nanti gue dilaporin lagi.
Kita dipandang sebelah mata. Kita enggak dianggap karena dibilang kita enggak punya duit. Mereka sudah tutup semua. Buktinya media, hampir semua media tidak mau meliput sebelas juta lebih orang yang kumpul. Belum pernah terjadi di dunia.
Saya kira ini kejadian pertama ada manusia kumpul sebanyak itu tanpa dibiayai oleh siapa pun. Mereka dibiayai oleh dirinya sendiri dan oleh rekan-rekannya sendiri dan oleh mereka-mereka yang ingin membantu rakyat sekitarnya.
Saya kira belum pernah terjadi. Tapi hebatnya media-media yang kondang, media-media dengan nama besar, yang mengatakan dirinya obyektif, bertanggung jawab untuk membela demokrasi, padahal justru mereka ikut bertanggung jawab, mereka bagian dari usaha manipulasi demokrasi.
Saudara-saudara sekalian, ada upaya menurut saya, upaya besar untuk manipulasi demokrasi di Indonesia. Mereka mengira dengan uang yang besar, uang yang didapat dari praktik-praktik yang tidak bener.
Kasarnya uang yang mereka dapat dari mencuri uang rakyat Indonesia. Dengan uang itu mereka mau menyogok semua lapisan bangsa Indonesia. Semua lapisan.
Partai politik mau dibeli, pejabat-pejabat mau dibeli di mana-mana.
Rakyat mau dibohongi, rakyat dicuci otaknya dengan pers yang, terus terang saja, banyak bohongnya dari benernya.
Saudara-saudara, aku tiap hari ada kira-kira lima-delapan koran dateng ke tempat saya. Saya hanya mau lihat, bohong apa lagi nih?
Bohong apa lagi nih? Bohong apa lagi yang mereka cetak? Dan puncaknya adalah kemarin hari Minggu.
Mereka menelanjangi diri mereka di hadapan rakyat Indonesia. Ada belasan juta mereka tidak mau melaporkan.
Mereka telah mengkhianati tugas mereka sebagai wartawan. Mereka telah mengkhianati tugas mereka sebagai jurnalis.
Saya katakan, hai media-media yang kemarin tidak mau mengatakan ada belasan juta orang atau minimal berapa juta orang di situ, kau sudah tidak berhak menyandang predikat jurnalis lagi.
Kau, boleh kau cetak, boleh kau ke sini dan ke sana. Saya tidak akan mengakui anda sebagai jurnalis lagi.
Enggak usah, saya sarankan anda tak usah hormat sama mereka lagi. Mereka hanya antek dari orang yang ingin menghancurkan Republik Indonesia.
Sumber: tribunnew