OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 28 Februari 2019

Nyatakan Ganjar dan 31 Kepala Daerah Tak Langgar Aturan, Pakar: Mendagri RI Ngawur

Nyatakan Ganjar dan 31 Kepala Daerah Tak Langgar Aturan, Pakar: Mendagri RI Ngawur




Tjahjo Kumolo (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)

10Berita , JAKARTA – Menteri Dalam Negeri RI (Mendagri RI) Tjahjo Kumolo menyatakan, tidak ada yang dilanggar oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan 31 kepala daerah lain di daerah tersebut yang telah melakukan deklarasi dukungan terhadap pasangan calon petahana di pilpres 2019. Pernyataan Mendagri RI tersebut diungkapkan usai melakukan telaah dan kajian terhadap deklarasi itu.

Sebelumnya, para kepala daerah ini dinyatakan melanggar netralitas oleh Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu RI) Jateng terkait dukungan kepada pasangan nomor urut 01 duet Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin.

Menanggapi pernyataan Mendagri RI itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (UNAS), Ismail Rumadan menyatakan, Mendagri RI seharusnya menjalankan rekomendasi Bawaslu RI dan tidak perlu lagi melakukan penafsiran ulang terhadap putusan Bawaslu RI tersebut.

“Sehingga Mendagri tidak ngawur dalam hal menanggapi rekomendasi Bawaslu atas tindakan yang dilakukan oleh Ganjar Pranowo bersama 31 Kepala Daerah di Jateng,” kata Ismail, Selasa (26/2/2019).

Menurut Ismail, dalam hal ini Mendagri RI mengambil sikap yang salah terhadap rekomendasi Bawaslu RI, karena soal kewenangan untuk memvonis salah atau tidaknya terhadap dugaan pelanggaran pemilu adalah wilayah Bawaslu RI, lantaran ini konteksnya adalah pemilihan umum.

Dijelaskannya, Bawaslu RI memiliki otoritas untuk memeriksa dan mengadili pihak-pihak yang dituduh melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam proses pemilu, proses itu sudah dilalui dan hasilnya sudah ada, sehingga putusan akhir itulah yang harus mengikat Mendagri RI untuk menindaklanjuti, tidak kemudian Mendagri RI itu memeriksa lagi.

“Karena Mendagri bukan dalam kapasitas memeriksa ulang keputusan Bawaslu atau menyatakan tidak bersalah, lalu dimana letak wewenang Mendagri menyatakan itu tidak bersalah,” ujar Ismail.

Ismail pun menegaskan, dalam konteks ini mestinya Mendagri RI menjalankan keputusan Bawaslu RI terhadap kasus ini. "Tidak lagi menafsirkan tindakan yang dilakukan oleh gubernur dan rekan-rekannya itu. Lain halnya kalau pelanggaran itu adalah pelanggaran eksekutif secara organisatoris di pemerintahan, ini adalah pelanggaran terhadap peraturan kampanye atau peraturan pemilu,” kata dia.

Untuk itu, Ismail menyatakan, dalam perspektif hukum, tindakan Mendagri RI dalam konteks kasus Ganjar dan 31 kepala daerah ini adalah sewenang-wenang dan terkesan melindungi.

“Ngawur dia itu, keliru dan salah dalam memahami putusan Bawaslu. Mendagri tidak boleh bersikap berat sebelah dalam hal minindak ASN yang mendukung paslon di pilpres, Mendagri harus netral. Jangan karena dia adalah kader PDIP partai pengusung Jokowi, sehingga berat sebelah,” kritik Ismail.

Lebih jauh lagi, Ismail mengatakan, pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Ganjar dan 31 Kepala Daerah di Jateng ini bisa saja masuk pidana pemilu. “Tentu saja bisa kalau sudah memenuhi syarat pidananya,” ujarnya.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menanggapi dengan pernyataan pesimis terhadap penegakan hukum di era kepemimpinan duet Jokowi-JK dalam konteks kasus tersebut.

Margarito menyatakan, jangan berharap banyak proses penegakan hukum saat ini, dalam hal apapun. "Inilah hukum dibolak-balik oleh rezim saat ini. Bahwa terhadap lawan-lawan politik hukum mampu ditegakkan, tapi ketika itu terhadap pihak mereka sendiri, hukum tidak berdaya apa-apa, hukum dipermainkan, hukum terkesan dikucilkan,” kata Margarito.

Jadi menurutnya, berharap banyak adanya sanksi dari Bawaslu RI terhadap kasus Ganjar dan 31 kepala daerah yang sudah nyata melanggar itu, hanya perkara sia sia saja. Ia memprediksi, pelanggaran-pelanggaran seperti ini nantinya akan semakin banyak karena tidak ada lagi yang mau percaya dengan lembaga penegakan hukum di negeri ini.

“Jadi prinsipnya, apapun pelanggaran yang dilakukan oleh kubu petahana hari ini hukum tidak berdaya untuk menghadapinya. Ini kan sebuah potret yang sangat memalukan dalam proses hukum di negeri ini. Ketika ada pelanggaran, kemudian tidak ada sanksi tegas,” tutup Margarito soal pernyataan Mendagri RI soal deklarasi kepala daerah  tersebut. (*)

Sumber : Timesindonesia.id