OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Sabtu, 30 Maret 2019

Siapa yang Main Isu SARA di Pilpres 2019? Mengapa Islam dan Pancasila Dipertentangkan?

Siapa yang Main Isu SARA di Pilpres 2019? Mengapa Islam dan Pancasila Dipertentangkan?




10Berita - Saat kubu capres petahana Joko Widodo menjatuhkan pilihan kepada KH Maruf Amin, yang notabene tokoh Nahdlatul Ulama sekaligus Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebagai cawapres Jokowi, kekhawatiran akan terjadi perang isu SARA jelang Pilpres 2019 merebak.

Beruntung, kubu oposisi menetapkan Sandiaga Salahudin Uno sebagai cawapres Prabowo Subianto. Meskipun sedikit berbeda dengan hasil Ijtima Ulama I, pemilihan Sandiaga sedikit meredam ledakan  perang isu SARA di Pilpres 2019.

Hal itu dipertegas oleh koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak (28/09/2018). BPN Prabowo-Sandi menegaskan tidak akan menggunakan isu SARA dalam kampanye Pilpres 2019. BPN Prabowo-Sandi sepakat untuk menjadikan masa kampanye sebagai ajang untuk adu ide dan gagasan.

Posisi Sandiaga yang lebih menonjol dari latar belakang pengusaha, bukan sebagai tokoh agama, menguntungkan kubu 02 dalam hal kampanye tanpa isu SARA. Sandiaga telah mengingatkan agar kubu 02 tidak menggunakan isu SARA. Jika ada pendukung 02, khususnya timses, memakai isu SARA, Sandiaga menegaskan akan melakukan tindakan secara langsung, salah satunya berwujud sanksi.

Secara nyata, Sandiaga telah menggalang alumni universitas ternama untuk meredam isu SARA dengan sarana teknologi informasi (IT). Beberapa alumni Universitas Airlangga (Unair), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, hingga Universitas Gajah Mada (UGM) tergabung dalam tim ini. Tim   tergabung dalam wadah posko pemenangan  ‘Rumah Kemaslahatan’, yang didirikan di Jalan Darmokali, Surabaya.

Pilihan untuk menyandingkan Sandiaga dengan Prabowo bisa disebut sebagai strategi akhir. Di mana strategi ini diawali dengan mengkondisikan persepsi publik bahwa Prabowo akan mengikuti Ijtima Ulama I, yang merekomendasikan agar Prabowo menggandeng ulama sebagai cawapres. Nama yang melambung di publik adalah Ustadz Abdul Somad (UAS). Sejumlah pengamat menilai, kubu petahana ‘terkecoh’ dengan strategi ini, sehingga pilihan jatuh pada KH Maruf Amin. Kyai Maruf dinilai mampu menyaingi popularitas UAS. 

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais memanfaatkan keberhasilan  “jebakan isu UAS cawapres Prabowo” dengan melontarkan narasi yang lebih menusuk kubu 01. Amien menyebut terpilihnya Sandiaga sebagai cawapres Prabowo merupakan  campur tangan langit. Menurut Amien, lahirnya pasangan Prabowo-Sandi merupakan hasil kebijaksanaan Allah SWT. "Kalau Pak Joko Widodo akhirnya menggandeng Pak Ma'ruf Amin, Pak Prabowo wakilnya Pak Ustad Abdul Somad, itu mungkin terjadi pecah umat Islam Indonesia," ujar Amien dalam acara HUT PAN ke-20 di Kantor Dewan Pimpinan Pusat PAN, Jakarta (23/08/2018). Amien menyatakan, Kyai Ma'ruf  Amin dan Abdul Somad sama-sama ulama ahli fiqih Islam. Kalau keduanya bertemu dalam Pemilu 2019, akan terjadi perang ayat, hadist, dan soal-soal keislaman lainnya.

Dikaitkan dengan isu SARA, Muhammad Romahurmuziy saat menjabat sebagai Ketum PPP, menyatakan bahwa Kyai Maruf Amin dipilih untuk meredam politisasi SARA yang akan muncul dalam kontestasi Pilpres. 

Penegasan itu tampak sejalan dengan hasil survei Indikator Politik Indonesia (Indikator) yang dirilis, Rabu (26/9/2018). Disimpulkan, kehadiran cawapres Ma'ruf Amin dalam kontestasi Pilpres 2019 dipercaya publik mampu meredakan pertentangan pandangan politik di kalangan umat Islam. "Apakah Kiai Ma'ruf mampu meredam pertentangan pandangan politik di kalangan umat Islam? Mayoritas responden menyatakan percaya," ujar kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi. Berdasarkan data Indikator, 69,9 persen responden menyatakan tahu bahwa Ma'ruf Amin menjadi cawapres Jokowi di Pilpres 2019 mendatang. Dari angka itu, 55,4 persen di antaranya percaya Ma'ruf Amin bisa meredam pertentangan pandangan politik umat Islam. Sementara 15,8 persen menyatakan tidak percaya. Adapun 28,8 persen tidak menjawab. Sebagai catatan, sejumlah pihak mempertanyakan “netralitas” lembaga survei pimpinan Burhanuddin Muhtadi itu. 

PKI di Balik Isu yang Mempertentangkan Islam vs Pancasila?

Seiring berjalan waktu, sejumlah fakta membuktikan isu SARA tetap berkembang. Bahkan di hadapan Kyai Maruf Amin seorang ulama menyatakan, Nahdlatul Ulama (NU)  akan tinggal sejarah jika Ma'ruf Amin gagal menjadi wakil presiden mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019. Video pernyataan itu disampaikan dalam sebuah acara yang dihadiri oleh Ma'ruf dan menjadi viral di media sosial.

“Mereka ini akan membuat sebuah kekuatan yang apabila terjadi maka akan menjadikan Islam mainstream seperti NU ini, seperti pesantren ini, hanya akan menjadi fosil di masa depan. Jangan berpikir masih ada tahlil, jangan berpikir masih ada zikir di Istana, jangan berpikir ada Hari Santri apabila sampe Kiai Ma'ruf kalah," kata sang ulama. CNNIndonesia.com menyatakan, wartawannya berada di lokasi dan merekam ceramah ulama tersebut. Video itu berdurasi 1 menit 26 detik dan direkam di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (16/3). 

Kalangan ulama pendukung capres petahana kembali melemparkan isu SARA terkait Pilpres 2019. KH Yasin Nawawi, ketua deklarasi dukung Jokowi-Amin mengatakan kontestasi Pilpres saat ini bukan hanya persaingan politik saja tapi persaingan ideologi baik berbangsa dan bernegara. 

“Saat ini kelompok yang cinta NKRI, setia Pancasila yang dimotori Kiyai Nahdliyin melawan Islam garis keras Wahabi, Salafi dan anak pinaknya juga termasuk almarhum HTI. Semua harus sadar kita harus memenangkan 01 yang bersama dengan Kiyai NU,” tegas Kyai Yasin Nawawi di Yayasan Nur Iman Mlangi Sleman (28/03/2019). 

Bisa jadi bukan satu kebetulan, Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud Hendropriyono yang berdiri di kubu Jokowi-Amin menegaskan, bahwa Pemilu 2019 yang digelar serentak 17 April mendatang sangat berbeda dari Pemilu pernah dilaksanakan di Indonesia. Menurut Hendro pertarungan Pemilu sekarang ini adalah dua ideologi berbeda. Yang berhadapan bukan hanya kubu Jokowi dan kubu Prabowo, tetapi ideologi. Yakni, ideologi Pancasila berhadapan dengan ideologi khilafah. Oleh sebab itu, Hendro meminta masyarakat harus mulai menentukan pilihan dan memahami calon pemimpin dipilih pada Pemilu 2019.

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menyesalkan manuver pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat bahwa Pilpres 2019 kali ini yang berhadapan Ideologi Pancasila dengan Khilafah. "Jangan lupakan sejarah dan jangan mau dipecah belah sama orang-orang yang haus kekuasaan !!!!" kata Jenderal Gatot melalui akun twitter  @Nurmantyo_Gatotnya (29/03).

Gatot melampirkan berita merdeka.com yang bertajuk “Hendropriyono: Pemilu Kali Ini yang Berhadapan Ideologi Pancasila dengan Khilafah". Selain itu, Jenderal Gatot dalam twitnya melampirkan video provokasi dari pihak tertentu. Dalam twit lanjutan, Jenderal Gatot melampirkan arsip pernyataan Jenderal Besar AH Nasution yang menegaskan pihak yang mempertentangkan Pancasila dan Islam adalah PKI.

sumber: itoday