FAKTA BARU MISTERI KORBAN TRAGEDI 22 MEI
(Koordinator KontraS Yati Andriyani)
10Berita, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan LBH Pers mengungkapkan fakta baru terkait tragedi 22 Mei di Jakarta.
Kedua lembaga itu mengaku menerima 7 aduan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam tragedi 22 Mei, hingga Ahad (02/05/2019).
Menurut Koordinator KontraS, Yati Andriyani, aduan tersebut masuk ke pos pengaduan yang dibuka sejak 27 Mei lalu.
Tiga dari 7 aduan tersebut diterima oleh Kontras dan empat di antaranya diterima oleh LBH Jakarta.
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan dan pendalaman dari aduan yang diterima, KontaS dan LBH menemukan pelanggaran hukum dan HAM dengan pola sama.
Bentuk pelanggaran itu berupa tidak diberikannya akses kepada keluarga untuk bertemu dengan anggota keluarganya yang ditangkap.
Selain itu, senada dengan pengakuan Kepala Bidang Hukum LBH Jakarta, Nelson Nicodemus, tidak ada pemberian tembusan surat perintah penangkapan dan penahanan.
Ungkap Yati, ada penyiksaan, serta pelanggaran hak atas bantuan hukum, ada pelanggaran hak-hak anak hingga dugaan salah tangkap.
Sementara itu, hampir dua pekan ini, korban tragedi 22 Mei 2019 di Jakarta masih menyisakan misteri. Keterangan instansi berwenang belum memberikan jawaban sepenuhnya yang jelas kepada publik.
Nelson Nicodemus mencontohkan beberapa kasus terkait hal itu. Di antaranya seorang anak yang ditangkap berinisial R berusia 17 tahun.
Kala ditemui orangtuanya, kondisi R kepalanya terluka, mengalami luka lebam, memar, dan mengeluhkan dipukuli. Ditambah, sejak penahanan hingga Ahad kemarin belum ada surat penangkapan ataupun penahanan.
Korban ditangkap pada 22 Mei usai waktu isya. Pada tanggal 23 Mei, keluarga R mendapatkan kabar jika R ditangkap dan ditahan di unit Reserse Mobil Polda Metro Jaya, Jakarta.
R pun saat itu disebut mengaku penganiayaan terjadi di lapangan oleh orang berpakaian hitam-hitam yang diduga oknum Brimob. Pada tanggal 24 Mei, R dibawa ke Panti Sosial Anak Cipayung. R baru bertemu kedua orangtuanya yang datang dari Lampung pada 26 Mei untuk menceritakan kronologi kejadian yang menimpanya.
Pada tanggal 29 Mei, R datang ke Polda Metro lalu akhirnya direkomendasikan untuk dipulangkan ke keluarga dan sampai berita dilansir INI-Net (02/06/2019), R tidak mendapatkan surat-surat apapun, penangkapan maupun penahanan.
Sedangkan mengenai tiga korban lainnya antara lain berinisial F, FM, dan AR. KontraS dan LBH menyimpulkan bahwa F diduga korban salah tangkap dan terjadi pelanggaran hak tersangka, pada FM terjadi pelanggaran hak tersangka hingga dugaan penyiksaan karena tak bisa bertemu dengan keluarga.
Untuk AR, diduga korban salah tangkap dan terjadi pelanggaran hak tersangka hingga dugaan penyiksaan karena tak bisa bertemu dengan keluarga.
“Kejadian sudah 22 Mei, hingga hari ini sudah 11 hari berarti tanpa surat apapun. Berarti sudah dirampas kemerdekaannya, tak mengetahui jadi tersangka atas pasal apa, hendak dipidana tak ada bukti tertulisnya dan terjadi penyiksaan itu,” ungkap Nelson dalam keterangan pers di kantor KontraS, Jakarta (02/06/2019).
LBH Jakarta pun menyayangkan, kuasa hukum yang dipakai dari kepolisian dan tidak memiliki kesempatan untuk memilih sendiri. Ia menilai hal itu rawan, sebab seringkali yang dipilih hanya datang pas berita acara dibuat.
“Untuk melakukan pembelaan semakin kecil dan dipidana semakin besar,” sebutnya. [Hidayatullah]