OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 20 Juni 2019

Ricuh PPDB, Kemendikbud Jangan Lepas Tangan

Ricuh PPDB, Kemendikbud Jangan Lepas Tangan

Proses penerimaan siswa baru masih diwarnai permasalahan dan pelanggaran prosedur.
10Berita,(HN) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tak boleh lepas tangan atas permasalahan yang masih mewarnai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, Kemendikbud dapat mengintervensi atau turun tangan untuk ikut menangani permasalahan maupun pelanggaran dalam PPDB tahun ini.
"PPDB diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51 Tahun 2018. Jika ada pelanggaran di daerah, Kemendikbud punya wewenang intervensi," kata Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim kepada HARIAN NASIONAL,Senin (17/6).
Pernyataan itu merespon kericuhan yang antara lain mengemuka saat PPDB jenjang SMA di SMAN 1 Depok, Jawa Barat, kemarin.
Informasi dihimpun, para orangtua yang memperebutkan nomor antrean guna mendaftarkan anaknya di SMAN 1 Depok, harus rela datang sejak subuh dan melewati antrean panjang. Kericuhan tak dapat dihindari lantaran para orangtua memadati ruangan.
Proses PPDB tahun ajaran 2019 dilakukan hingga akhir Juni ini. Tahapan yang biasanya dilakukan lebih dulu dengan verifivikasi berkas persyaratan, pendaftaran/pemilihan sekolah, proses seleksi, pengumuman, lapor diri, sampai pengumuman bangku kosong.
Menurut Satriwan, antrean pendaftaran PPDB di sekolah seharusnya tidak terjadi. Pasalnya, proses pendaftaran PPDB dengan sistem zonasi semestinya dilakukan secara online, bukan datang langsung ke sekolah.
"Kami mempertanyakan kenapa dinas pendidikan setempat memperbolehkan karena dalam Permendikbud diatur secara online. Kemendikbud bisa memanggil kepala dinas bersangkutan, bahkan bisa diberikan sanksi kalau daerah itu benar melanggar," ujar dia.
Satriwan menyatakan, Permendikbud No 51 Tahun 2018 sudah mengatur rinci terkait proses, syarat, dan ketentuan dari PPDB setiap jenjang sekolah. "Kalau semua daerah mengikuti pendaftaran online tentu tidak ada potensi jual beli kursi. Karena online tidak ada pertemuan," papar Satriwan.
Dia menekankan, jika ada daerah yang tidak ingin mengikuti pola dari Permendikbud No 51 Tahun 2018 seharusnya dapat melapor ke Kemendikbud. Langkah yang dilakukan Provinsi DKI Jakarta untuk menerapkan kebijakan zonasi per kelurahan setempat bisa ditiru.
"DKI tidak murni menggunakan zonasi ala permendikbud, tetapi membuat per keluarahan. Ini tidak masalah karena jumlah sekolah terlampau banyak dan mereka melaporkan ke Kemendikbud. Artinya efektif,"
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji berpendapat, kejadian antrean pendaftaran PPDB di sekolah wilayah Depok sangat disayangkan. Menurut dia, pemberlakuan sistem zonasi pada PPDB seolah memaksak pihak sekolah untuk siap dan menerapkannya.
Dia menjelaskan, penerapan sistem zonasi pada PPDB bisa dilakukan bertahap sesuai kesiapan daerah. Jika daerah sudah siap, otomatis dapat diberlakukan. Sebaliknya, penundaan proses pendaftaran PPDB jalan terbaik apabila ada sekolah belum siap.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad menyebut, Kemendikbud belum mendapat laporan terkait persoalan kondisi pendaftaran PPDB setiap daerah. Hamid menuturkan, antrean panjang para orangtua seperti yang terjadi di SMAN 1 Depok seharusnya bisa dihindari apabila prosesnya dilakukan secara online.
"Kami minta pakai online, sehingga orangtua tidak perlu mengantre berjam-jam. Ini juga sekaligus mendorong transparansi dari PPDB," katanya.
Dia enggan menjawab saat ditanya langkah yang akan ditempuh Kemendikbud. Hamid hanya menegaskan, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 dapat menjadi pedoman setiap daerah.
Sumber: UCNEWS