Ketua Harian DPP Partai Nanggroe Aceh (PNA), Samsul Bahri alias Tiyong membuka konferensi wilayah (konferwil) ke I di Amel Convention Hall, Banda Aceh, Selasa (24/4/2018).

Laporan Masrizal | Banda Aceh
10Berita, BANDA ACEH -Munculnya reaksi pusat, khususnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto yang akan memproses hukum Ketua Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem karena mengeluarkan pernyataan wacana Referendum Aceh disikapi oleh mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Samsul Bahri (Tiyong).
Tiyong yang juga anggota DPRA ini, melalui rilis kepada Serambinews.com, Sabtu (1/6/2019) secara tegas mengatakan bahwa pihaknya menolak segala bentuk upaya kriminalisasi terhadap Mualem terkait ucapannya yang akan menuntut Referendumbagi Aceh setelah melihat dinamika perpolitikan di tingkat nasional.
"Kriminalisasi terhadap Mualem hanya akan menimbulkan reaksi negatif rakyat Aceh terhadap Pemerintah. Hal tersebut juga berpotensi menimbulkan ketegangan politik baru antara Aceh dengan Jakarta. Ini tentu sangat kontraproduktif dengan spirit damai yang telah dicapai dalam kesepakatan MOU Helsinki," katanya.
Menurut Tiyong, pernyataan Referendum oleh Mualem hanya sebatas wacana biasa sebagai dinamika politik di sebuah wilayah bekas konflik.
Sehingga tidak sepatutnya direspon secara reaksioner oleh para pejabat Pemerintah Pusat.
Lain halnya, tambah dia, jika pernyataan Mualem diikuti dengan tindakan konkrit dalam mewujudkan rencana Referendum tersebut.
Misalnya mengadakan forum pertemuan untuk merancang terlaksananya Referendumdan membentuk struktur organisasi sebagai organ perjuangan referendum, seperti SIRA di tahun 1999.
"Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Mualemtidak berniat sama sekali melakukan upaya makar sebagaimana dituduhkan oleh sebagian kalangan," ungkapnya.
Karena itu, Tiyong meminta kepada Menkopolhukam untuk mengadakan pertemuan dengan Mualem agar dapat memperoleh klarifikasi langsung darinya sebagai pihak yang mengeluarkan pernyataan. Sehingga baik Pemerintah Pusat maupun Mualem sebagai perwakilan rakyat dapat menyampaikan harapan masing-masing pihak secara lebih komunikatif.
"Pendekatan dialogis jauh lebih maslahat dan bermartabat bagi rakyat Aceh dibandingkan dengan pendekatan hukum yang cenderung intimidatif," ujar Tiyong yang juga Ketua Harian Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini. (*)

Sumber: SERAMBINEWS.COM