OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 16 Juli 2019

Jokowi Menuai Protes Terkait Rencana Pemindahan Ibu Kota

Jokowi Menuai Protes Terkait Rencana Pemindahan Ibu Kota


10Berita - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut menginginkan rencana pemindahan ibu kota tak hanya jadi wacana semata. Dia ingin rencana itu segera bisa terwujud. Namun, berbagai kalangan kerap mempertanyakan urgensi rencana tersebut.
Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti Jakarta, Nirwono Joga, mengatakan, pemindahan ibu kota tidak ada urgensinya. Alasan macet, banjir dan pertumbuhan pendidikan bukan alasan kuat merealisasikan rencana itu.
Adapun Ketiga masalah itu, dianggap masih bisa diselesaikan dengan tanpa memindahkan ibukota. Salah satunya, dengan pemerataan pembangunan di daerah sekitar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).
Nirwono menilai, sejauh ini wilayah tersebut pembangunannya sangat timpang dengan Jakarta. Akibatnya pergerakan warga ke ibukota tidak bisa ditekan.
"Urgensi pemindahan ibukota belum menjadi pilihan utama lebih baik kita membenahi kota Bodetabek itu akan lebih terjadi pemerataan pembangunan," ucap Nirwono di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Menurutnya, pemindahan ibukota hanya akan memboroskan uang negara. Mengingat pemerintah daerah Bodetabek sudah mendapat anggaran Rp571 triliun untuk pembangunan sampai 2030. Pemanfaatan dana itu dianggap lebih bijak, dibanding memindahkan ibukota.
"Ya, pemborosan kalau tadi alasannya banjir, macet karena urbanisasi ternyata secara umum tidak relevan sebenarnya," pungkas Nirwono.
Keinginan Jokowi
Sebelumnya diketahui, keinginan Jokowi itu sempat disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.
"Jadi memang pemindahan ibu kota ini bukan hal yang baru. Rencana ini juga pernah diangkat Presiden Soekarno dan Soeharto. Presiden Jokowi menginginkan ini bukan hanya wacana, tapi kongkrit," kata Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, kemarin.
Saat era Presiden Soekarno, ibu kota rencananya ingin dipindah dari Jakarta ke Palangkaraya. Sedangkan di era Soeharto, ibu kota ingin dipindah dari Jakarta ke Jonggol.
Menurut Bambang, rencana pemindahan ibu kota itu untuk pemerataan pembangunan. Sehingga, laju pertumbuhan ekonomi tak hanya terjadi di Pulau Jawa saja.
"Pemindahan ibukota itu banyak alasannya. Alasan ketimpangan ekonomi ini yang perlu kita hadapi. Memang tidak instan tapi minimal bisa dikurangi," kata Bambang.
Saat ini, terdapat dua lokasi yang menjadi kandidat kuat ibukota baru, yaitu di kawasan Bukit Soeharto, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur serta Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah.
Ditahap awal ibukota baru akan menampun 1,5 juta penduduk. Perhitungan tersebut sudah termasuk perkiraan jumlah PNS pusat, pegawai legislatif, yudikatif, legislatif yang diperkirakan sebanyak 200.000 jiwa. Sementara untuk aparat Polri dan TNI sekitar 25.000 jiwa.
Setidaknya, untuk membangun ibukota baru yang rencananya akan seluas 40.000 hektar, pemerintah memerlukan dana hingga 33 miliar dollar AS atau Rp446 triliun.
Gelar Uji Publik
Wakil Ketua Komite I DPD RI Fahira Idris mengatakan pembahasan mengenai pemindahan ibukota baiknya ditindaklanjuti dengan langkah konkret. Salah satunya, dengan menggelar uji publik yang digelar setelah proses Pemilu 2019 selesai.
Senator atau Anggota DPD RI DKI Jakarta Fahira Idris, mengungkapkan, rakyat Indonesia harus dilibatkan sepenuhnya dalam rencana dan realisasi pemindahan ibu kota. Oleh karena itu, mekanisme pelibatan yang tepat adalah dengan menggelar uji publik untuk menghimpun gagasan dari berbagai lapisan masyarakat termasuk pendapat para ahli dari berbagai bidang.
"Baiknya uji publik pemindahan ibu kota ini digelar setelah semua proses Pemilu 2019 usai, agar rakyat bisa lebih konsentrasi memberi masukan dan gagasan. Selain itu, hasil uji publik ini akan menjadi mandat yang kuat kepada siapapun nanti yang menjadi Presiden untuk mengambil langkah-langkah konkret pemindahan ibu kota. Saat ini, rakyat masih fokus mengawal proses penghitungan suara," ucap Fahira di Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Menurut Fahira, dengan uji publik, rakyat dan para pemangku kepentingan dapat memahami substansi dan teknis gagasan pemindahan ibu kota sehingga dapat memberi saran atau kritik yang bersifat konstruktif. Dan, semua sisi wacana pemindahan ibu kota akan diuji, sehingga Pemerintah menghasilkan rencana kerja yang sempurna.
"Kualitas dari niat dan gagasan Presiden Jokowi memindahkan ibu kota kan harus diuji oleh publik. Bukan hanya soal di mana lokasi ibu kota baru, tetapi juga hal-hal yang mendasar misalnya alasan rasional kenapa ibu kota harus pindah hingga hal-hal prinsipil misalnya pembiayaan, jangka waktu pemindahan, dampak sosial, budaya, dan lingkungan dari pembangunan ibu kota baru, dan lain sebagainya," ujar Wakil Ketua Komite I DPD RI ini.(jft/Terbit)
Sumber: