Pajak 10% untuk Penjual Pempek dan Pecel Lele, Pedagang: Ini Mematikan Usaha Kami
10Berita,PALEMBANG - Para pedagang pempek dan pecel lele mengaku, keberatan dengan penetapan pajak sebesar 10% oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang. Pajak tersebut dikenakan kepada para pedagang pempek dan pecel lele yang memiliki omset Rp2 juta per hari.
Kiagus Abdul Roni, warga asli Palembang yang menggeluti usaha kuliner, khususnya pempek mengeluhkan banyak biaya pajak yang harus dibayarkan. Padahal saat ini usaha yang telah dirintis dari 25 tahun silam selalu dihadapkan dengan masalah bahan baku.
"Pajak kebersihan, keamanan itu harus dibayar perbulannya. Belum lagi modal kita, apalagi sekarang bahan baku untuk membuat pempek terus naik," ucap Kiagus Abdul Roni, pemilik kedai pempek Mancek di kawasan Jalan Kolonel H Burlian, Palembang kepada SINDOnews," Senin (15/07/2019).
Dengan ditambah adanya kebijakan baru dari Pemkot Palembang yang menetapkan pajak 10% bagi pegiat kuliner, Roni menilai, peraturan itu perlu dikaji ulang. "Kita harus putar otak supaya usaha ini tetap jalan tanpa harus mempengaruhi produksi kita Belum lagi kita harus memberi gaji pada karyawan," katanya.
Roni mengatakan, pemerintah boleh saja menetapkan ataupun menaikkan besaran pajak tapi harus pelan-pelan. "Boleh saja pajak naik tapi lihat dulu di lapangannya. Ini tiba-tiba langsung 10 persen, harusnya kecil dulu, naiknya juga harus bertahap sesuai kondisi. Kalau seperti ini namanya mematikan usaha,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Supriyono. Penjual pecel lele di Jalan Suka Bangun I Palembang ini merasa keberatan terhadap pajak 10% yang dikeluarkan Pemkot Palembang. "Jangan gitulah, pemerintah harusnya memberikan keringanan kepada pengusaha kecil seperti kita ini," ujar Supriyono saat ditemui dikedai pecel lele miliknya.
Adanya penetapan pajak 10% tersebut, menurutnya pemerintah harus mengkaji ulang karena dinilai kurang tepat mengingat perekonomian yang naik turun.
"Dari awal buka usaha ini kan sudah dikenakan pajak, sekarang ada pajak lagi, belum lagi biaya keamanan dan kebersihan, ditambah juga harga-harga kebutuhan juga naik. Kalau seperti ini kita dibuat mati kutu oleh pemerintah," tandasnya.
Kiagus Abdul Roni, warga asli Palembang yang menggeluti usaha kuliner, khususnya pempek mengeluhkan banyak biaya pajak yang harus dibayarkan. Padahal saat ini usaha yang telah dirintis dari 25 tahun silam selalu dihadapkan dengan masalah bahan baku.
"Pajak kebersihan, keamanan itu harus dibayar perbulannya. Belum lagi modal kita, apalagi sekarang bahan baku untuk membuat pempek terus naik," ucap Kiagus Abdul Roni, pemilik kedai pempek Mancek di kawasan Jalan Kolonel H Burlian, Palembang kepada SINDOnews," Senin (15/07/2019).
Dengan ditambah adanya kebijakan baru dari Pemkot Palembang yang menetapkan pajak 10% bagi pegiat kuliner, Roni menilai, peraturan itu perlu dikaji ulang. "Kita harus putar otak supaya usaha ini tetap jalan tanpa harus mempengaruhi produksi kita Belum lagi kita harus memberi gaji pada karyawan," katanya.
Roni mengatakan, pemerintah boleh saja menetapkan ataupun menaikkan besaran pajak tapi harus pelan-pelan. "Boleh saja pajak naik tapi lihat dulu di lapangannya. Ini tiba-tiba langsung 10 persen, harusnya kecil dulu, naiknya juga harus bertahap sesuai kondisi. Kalau seperti ini namanya mematikan usaha,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Supriyono. Penjual pecel lele di Jalan Suka Bangun I Palembang ini merasa keberatan terhadap pajak 10% yang dikeluarkan Pemkot Palembang. "Jangan gitulah, pemerintah harusnya memberikan keringanan kepada pengusaha kecil seperti kita ini," ujar Supriyono saat ditemui dikedai pecel lele miliknya.
Adanya penetapan pajak 10% tersebut, menurutnya pemerintah harus mengkaji ulang karena dinilai kurang tepat mengingat perekonomian yang naik turun.
"Dari awal buka usaha ini kan sudah dikenakan pajak, sekarang ada pajak lagi, belum lagi biaya keamanan dan kebersihan, ditambah juga harga-harga kebutuhan juga naik. Kalau seperti ini kita dibuat mati kutu oleh pemerintah," tandasnya.
(wib)
Sumber: UCnews