10Berita, Di pojok café Kemchicks di kawasan Kemang, tempat kami biasa duduk-duduk dan berdiskusi …
Seorang perempuan tua datang menghampiri. Dengan sopan beliau meminta waktu kepada kami untuk bicara. Di tangannya ada sebuah map lusuh berwarna hijau yang sudah pudar. Sang Maestro, Bob Sadino memersilahkan duduk, dan perempuan tua itu pun bicara. Saya hanya mengamati adegan demi adegan, sambil menunggu apa yang akan terjadi berikutnya.
Referensi pihak ketiga
Map hijau pudar itu berisi lembaran-lembaran proposal sebuah panti yang tidak kalah lusuhnya, dan entah dimana alamatnya. Belum selesai perempuan tua itu bicara, oom lsegera menyudahinya. Dengan gerakan tangan, beliau memanggil seorang karyawan kafe berseragam biru muda. 'Ambilin duit ya,' katanya sambil mengacungkan lima jarinya.
Referensi pihak ketiga
Seperti sudah terbiasa, sang karyawan pergi dan kemudian kembali lalu menyerahkan selembar uang lima ribuan. Ya. Go-ceng. Tak menunggu waktu lama, uang itu pun berpindah-tangan. Saya pun terkaget-kaget. Saya pikir, isyarat lima jari tadi, artinya paling tidak lima puluh ribu (atau bisa jadi lima ratus ribu atau bahkan lima juta). Bisa jadi perempuan tua itu menduga hal yang sama. ‘Sekedar ongkos buat pulang ya …,’ kata oom. Dan benar saja, perempuan tua itu pun pamit. Saya langsung bertanya, kenapa ‘goceng’?
Referensi pihak ketiga
“Gue tahu isi kepala lu. Lu pikir gue pelit kan? Terserah orang lain mau bilang apa. Yang menjadi keyakinanku, memberi dengan cara seperti ini bukan membantu yang sebenarnya. Lebih dari itu, bisa mencipta banyak orang malas, karena hanya dengan meminta-minta, ia bisa dapat uang. Dalam jumlah yang banyak pula,' oom menghela nafas tuanya. 'Ini filosofiku. Berilah sekedarnya kepada orang yang meminta, tapi berilah lebih banyak kepada orang yang bekerja,’ tegasnya. Kelak, sebagai pegiat sebuah lembaga amil zakat, saya semakin menyadari filosofi ini.

Sumber artikel :
Buku 'Mereka Bilang Saya Gila' tulisan Eddy Zaqeus, Kintamani Press