OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 09 September 2019

Goenawan Mohamad, Felix Siauw, dan NKRI

Goenawan Mohamad, Felix Siauw, dan NKRI



10Berita Jum’at (6/9/2019), sastrawan Goenawan Soesatyo Mohamad (yang lebih dikenal dengan GM) mestinya hadir di acara Indonesian International Book Festival (IIBF) 2019 yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC) Hall A, Senayan. GM akan jadi narasumber bersama Direktur Frankfurt Book Festival Jürgen Bosch dan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid yang akan membahas tentang hubungan antara Penerbit Indonesia dan Jerman.

Tetapi kemarin, melalui cuitannya, GM menulis, “Dalam acara Indonesian International Book Festival, Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menghadirkan Felix Siauw, orang yg menentang asas NKRI. Acara itu dibiayai dana publik yg dikelola NKRI. Sebuah hipokrisi,” kicau @gm_gm.

“Besok, 6 September, Indonesian International Book.Festival, berencana menghadirkan panel diskusi, dgn pembicara Jürgen Bosch, direktur Frankfurt Book Festival, dan saya. Saya membatalkan diri,” lanjut GM dalam kiacauannya.

“Buku, dalam masa ini, di Tanah Air kita, adalah untuk mencerdaskan bangsa, membangkitkan jiwanya, membuka pikiran dan hati. Bukan untuk memperkeras fanatisme. IKAPI perlu punya komitmen untuk itu. Felix Siauw tidak,” simpul GM.

***

Felix Yanwar Siauw (lahir di Palembang, 31 Januari 1984} adalah seorang penceramah, penulis buku, dan sekaligus motivator. Pembawaan kesehariannya ramah dan murah senyum. Ayah empat anak itu salah satu pendakwah dari ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang pada tanggal 19 Juli 2017 Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum ormas tersebut. Pencabutan tersebut sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Sejak saat itu, bahkan beberapa bulan sebelum HTI dibubarkan oleh pemerintah, dakwah-dakwah yang dilakukan oleh Felix Siauw acap dilakukan pelarangan.  Felix dituduh anti-NKRI, dan karena itu mesti dimusuhi. Padahal, selama ini Felix berbicara tentang kaum milenial, pergaulan remaja Islami, dan motivasi dalam menjalani kehidupan ini.

Begitu pula ketika di acara IIBF, Felix Siauw hadir dalam diskusi buku “Heritage of Ottoman.” Tetapi buku yang diulas adalah “Wanita Berkarier Surga,” salah satu karya Felix. Ya, buku ini berkaitan perlakuan terhadap wanita sebelum Islam dan bagaimana Islam memulyakan kaum Hawa.

Lalu, dimana letak ketidak-NKRI-an si Felix? Bukankah Sang Khalik tidak melihat suku dan ras, tapi ketaqwaannya? Apakah karena ia sebelumnya aktifis HTI, lalu ia tidak boleh diberi panggung, bahkan ketika ia berbicara tentang Islam, agama yang dianut oleh mayoritas (juga oleh GM) penduduk Indonesia? Haruskah Felix mendapatkan perlakuan keji dan sadis seperti itu?

Akan halnya GM (lahir di Batang, 29 Juli 1941) yang kini sudah sepuh, sudah 78 tahun, mestinya bisa lebih bijak dalam bersikap. Tuduhannya bahwa Felix itu anti-NKRI sungguh tidak berdasar. Apalagi ia telah salah menilai, Felix tidak sedang berbicara tentang ide-ide HTI, tetapi tentang “Wanita Berkarier Surga”.

Kita sepakat dengan GM, bahwa, “Buku untuk mencerdaskan bangsa, membangkitkan jiwa, membuka pikiran hati.” Kita sepakat. Dan itu yang dilakukan oleh Felix, baik dalam karya-karyanya maupun dalam orasi-orasinya.

Ketika GM sampai pada kesimpulan, “IKAPI perlu punya komitmen untuk itu. Felix Siauw tidak.” Di sini GM mulai salah. Justru Felix mempunyai semua komitmen yang disebutkan oleh GM tersebut diatas. Dan karena itu IKAPI mengundangnya.

Apakah GM sudah tidak punya kepekaan nurani? Apakah mata-hatinya sudah diselimuti kabut kebencian? Jika suatu sikap didasari dengan fakta dan argumentasi yang valid, kita bisa terima. Tetapi, jika tuduhan tersebut hanya didasarkan pada kebencian tertentu, itu yang mesti dikoreksi dan diluruskan. Bahasa itu punya rasa. Dan cuitan GM tersebut berasa sekali aroma kebenciannya.

Orang tua mesti bijak, karena ia adalah oase dan keteladanan akhlak. Dan tentang akhlak, bangsa ini perlu bekerja keras untuk mewujudkannya.

Oleh: Herry M Joesoef

Sumber: Indonesiainside